TITASTORY.ID – Tingkat kerusakan dan pencemaran hampir Sebagian besar sungai di Indonesia makin parah, bahkan dalam kategori sakit parah dan sudah darurat. Sementara dalam penanganannya Pemerintah dianggap mengabaikan kebersihan dan kelestarian lingkungan, selain itu dalam pengelolaan dan tata Kelola juga dianggap gagal.
Kondisi ini dibuktikan dengan hasil survei yang dilakukan Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) sejak maret 2022 hingga desember 2022. Dalam survei, tim Ekspedisi Sungai Nusantara tentang persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sungai di Indonesia dengan jumlah responden sebanyak 1188 yang berdomisili di 166 Kota dalam 30 Propinsi.
Direktur Eksekutif Enviromental Conservation Organization (Ecoton) Prigi Arisandi kepada titastory mengatakan, survey yang dilakukan tim ESN, dalam risetnya 92% responden menyatakan bahwa Ekosistem sungai sangat penting bagi kehidupan manusia dan menunjang Pembangunan Indonesia, namun 82% menyatakan Pemerintah Indonesia Masih mengabaikan Pengelolaan sungai di Indonesia.
Dampaknya 68 sungai Indonesia tercemar mikroplastik yang berasal dari pecahan sampah plastik yang dibuang ke sungai.
“Indonesia menjadi negara tercepat kedua di Dunia dalam kepunahan ikan air tawar,” Kata Prigi sapaan akrabnya.
Dalam risetnya di lapangan, Prigi menyebut, selain karena limbah domestik (rumah tangga) seperti sampah dan limbah cair, namun limbah Industri, Deforestasi, aktivitas tambang dan kegiatan perkebunan sawit dan pertanian juga menyumbangkan polutan pestisida dan pemupukan.
Untuk itu kata Dia, masyarakat Indonesia membutuhkan informasi agar lebih mengenal sungainya.
Sungai Indonesia Tercemar
90.7% responden, kata Prigi menyatakan kondisi Sungai Indonesia saat ini Tercemar (13,9% menyatakan sangat tercemar, tercemar ringan 31,2% dan tercemar sedang sebanyak 45,6%) sedangkan hanya 5,1% yang menyatakan kondisi sungai Tidak Tercemar sedangkan 4,3% menyatakan tidak tahu.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22/2021 tentang PenyelenggaranPerlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup, kata Dia, menyebutkan bahwa Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, clan/atau komponen lain ke dalam Lingkungan Hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu Lingkungan Hidup yang telah ditetapkan. Salah satu baku mutu lingkungan yang diatur dalam PP 22/2021 adalah setiap sungai di Indonesia harus Nihil sampah.
Responden kata Prigi juga menyebutkan bahwa fakta yang menyatakan sungai Indonesia tercemar adalah pertama Sungai-sungai Indonesia masih ditemukan sampah (70,7%), kedua, Air sungai Indonesia ditemukan berbusa, berubah warna dan berbau (19.4%) dan ketiga masih dijumpai peristiwa ikan mati massal di sungai (3.5%).
Ketiga fakta ini menurutnya dapat menjadi alasan kuat bahwa Pemerintah tidak serius mengelola kualitas air dan mengabaikan upaya-upaya pengendalian pencemaran sehingga menyebabkan timbulan sampah diatas sungai, perubahan fisik sungai bahkan ditemukannya ikan mati massal.
Sampah dan Limbah Domestik
Prigi juga menyatakan dari 166 kota yang di survey tim ESN, sebanyak 77,2% responden juga menyatakan bahwa indicator pencemaran adalah masih dijumpai sampah plastik (38,8%) dan limbah cair Domestik, sedangkan 15% menyatakan sumber pencemaran berasal dari Limbah cair Industri.
“7,8% responden menyatakan bahwa pencemaran sungai berasal dari Deforestasi, Pestisida dari aktivitas pertanian, perkebunan sawit, pertambangan, peternakan dan limbah B3,” jelasnya.
Masyarakat, kata Dia, masih menaruh harapan besar kepada Pemerintah untuk melakukan upaya pemulihan sungai dari pencemaran melalui upaya monitoring dan pengawasan yang ketat, agar pelaku pencemaran bisa diberi sanksi sehingga aksi-aksi perusakan atau pencemaran sungai menjadi jera dan tidak terulang lagi (48%).
Kedua adalah, untuk pengendalian masifnya penggunaan plastik sekali pakai yang menjadi sumber sampah di sungai-sungai Indonesia, masyarakat menghendaki adanya regulasi pengurangan atau pembatasan plastik sekali pakai (34,7%) serta pemberian sanksi pidana kepada Industri pelaku pencemaran (17,3%).
Fasilitas Pengelolaan Sampah
Ecoton dalam risetnya menyebut di Indonesia hanya sekitar 35 % masyarakat terlayani fasilitas pengelolaan sampah, dan 65 % masyarakat di Indonesia belum terlayani oleh fasilitas sampah.
Di Indonesia saat ini penanganan sampah hanya berfokus pada daerah perkotaan, perumahan sehingga belum menyasar sampai pelosok desa bahkan masyarakat/ penduduk yang hidup di bantaran sungai.
Selain itu, Ecoton juga menyebut belum meratanya fasilitas pengelolaan dan pelayanan sampah di indonesia, berakibat salah tata kelola sampah yang dilakukan masyarakat salah satunya dengan membuang sampah ke sungai, open burning serta membakar dan menumpuk sampah di lingkungan terbuka.
Buruknya tata Kelola sampah tidak terlepas tidak terlepas dari budaya kumpul-angkut buang yang sampai sekarang masih ada. Meski begitu, hampir satu decade ini pengelolaannya dirasa lebih baik. Dari tahun 2016 sampai saat ini, dari 514 Kota/Kabupaten, 70 diantaranya sudah mempunyai aturan pelarangan kantong plastik sekali pakai.
“Survei yang dilakukan Ecoton tahun 2022 tentang persepsi masyarakat terkait pengelolaan sungai, sebanyak 68 % responden meminta pemerintah untuk menyediakan fasilitas pengelolaan sampah berupa TPS 3 R dan dropo sampah di sepanjang sungai,” sebutnya.
Masyarakat SIAP Melapor!
Mengetahui pencemaran dan kerusakan sungai di sekitarnya, masyarakat Indonesia ternyata proaktif untuk melaporkan atau mengadukannya kepada instansi lingkungan hidup atau kepada pemerintah dan aparatur di tingkat desa.
“Hanya 15,2% yang diam atau pasif tidak melakukan tindakan apa-apa saat mengetahui terjadinya pencemaran. Upaya yang dilakukan masyarakat saat terjadi pencemaran adalah 30,3% Melaporkan kepada Ketua RT, Ketua RW atau Kepala Desa, 29,4% Mengupload kejadian melalui Sosial Media (Facebook, IG dan WA group), serta 25,1% Melaporkan kepada Dinas Lingkungan Hidup Kota/Kabupaten,” bebernya.
Agar lebih mengenal sungai-sungai di Indonesia, Direktur Eksekutif Ecoton ini mengatakan, masyarakat membutuhkan informasi tentang sungai agar partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran sungai dan kesadaran untuk menjaga kelestarian sungai bisa ditumbuhkan. Konten informasi yang dibutuhkan yaitu:
Pertama, sumber – sumber pencemaran di sungai (jenis polutan, karakter pencemaran) 14,4%,
Kedua, potensi keanekaragaman hayati ikan, tumbuhan dan biota sungai (21,1%), Ketiga, instansi berwenang yang mengelola sungai sebesar 8,6%, Keempat, dampak pencemaran pada lingkungan dan kesehatan (31%) dan Kelima, best practice pengelolaan sungai (24,9%)
Upaya Pencegahan Pencemaran LH Lewat Aduan
Muhammad Kholid Basyaiban, Devisi Legal Dan Advokasi Ecoton Foundation menjelaskan masyarakat harus aktif ikut melakukan pengawasan untuk masalah pencemaran dan kerusakan sungai di sekitarnya.
Menurutnya, peran aktif masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan LH diatur dilindungi dalam UU Nomor 32 Tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 70. Selain itu masyarakat juga dapat melihat Pemen LH Nomor P.22/MENLHK/SETJEN/SET.1/3/2017 Tentang Tata Cara Pengelolaan Pengaduan Dugaan Pencemaran dan Perusakan LH.
Dengan berpedoman dua regulasi tersebut, Kata Kholid, masayarakat bisa aktif melakukan upaya pengaduan dengan datang langsung ke kantor Dinas Lingkungan Hidup lewat lisan maupun lewat surat aduan tertulis tentang pencemaran LH sesuai mekanisme pengaduan yang terdapat dalam regulasi.
Upaya Efektif Pemerintah untuk mencegah laju kontaminasi sampah dan limbah domestik
Dari temuan survei tim ESN di lapangan, Ecoton merekomendasikan sejumlah temuan agar ditindaklanjuti secara efektif oleh Pemerintah.
Melalui survei persepktif masyarakat tentang sungai di Indonesia dalam kurun waktu hampir 1 tahun disebar di 30 provinsi 166 kota dan diisi sekitar 1.188 responden, membuktikan bahwa pemerintah harus segera melakukan upaya konkrit dan serius. Diataranya:
Pertama, Mempeluas layanan tata kelola sampah hingga pelosok desa, pemerintah membangun TPS 3 R di setiap desa dengan didukung fasilitas sampah (dropo sampah) di pelosok desa dan masyarakat yang hidup dibantaran sungai;
Kedua, Menyelesaikan tumpang tindih kewenangan pengelolaan sungai, pemerintah sudah saatnya memangkas birokrasi dan tumpang tindih antar istansi pengelolaa sungai, agar anggaran pengelolaan sungai dan kinerja istansi pengelolaan dapat maksimal;
Ketiga, Mengfokuskan anggran APBD dan APBN untuk pengelolaan sungai, pemerintah harus segera menaikkan anggaran di setiap daerah untuk pengelolaan sungai dan masalah persampahan dengan memaksimalkan petugas sampah dan fasilitas sampah disetiap kawasan padat penduduk;
Keempat, Membuat terobosan sistem pengaduan pencemaran yang mudah,efisien dan sistematis, perlu edukasi bagi masyarakat tentang tata cara melakukan pengaduan pencemaran, agar masyarakat tidak kesulitan melakukan upaya advokasi jika menemukan suatu planggaran lingkungan;
Kelima, Memaksimalkan penegakan hukum lingkungan agar timbul efek jera, pemerintah harus serius menindak perusahaan/ industri yang membuang limbah nya ke sungai, melakukan trobosan yang efisien dan konkrit dalam melakukan pengawasan seperti (pemasangan CCTV di setiap outlet dan titik timbulan sampah, memasang alat pemantau khusus limbah perusahaan yang dapat bekerja selama 24 jam), mencabut izin lingkungan bagi perusahaan yang melakukan pencemaran; dan
Keenam, Mendorong perusahaan/ Indsutri untuk patuh terhadap Regulasi lingkungan, upaya EPR (tanggung jawab perusahaan) produsen penghasil sampah plastik harus segera dimaksimalkan, agar tidak ada lagi sampah plastik yang bocor ke sungai. (TS-01)
Discussion about this post