titastory, Jakarta – Amnesty International Indonesia mengecam penangkapan seorang mahasiswi yang dituduh menyebarkan meme Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo. Organisasi HAM itu menilai tindakan Polri sebagai bentuk represif terhadap kebebasan berekspresi dan praktik otoritarianisme di ruang digital.
“Penangkapan ini menunjukkan bahwa polisi terus melakukan praktik otoriter dalam merepresi kebebasan berekspresi. Kali ini dengan dalih kesusilaan. Padahal ekspresi damai, seberapa pun ofensifnya, termasuk satir dan meme politik, bukanlah tindak pidana,” ujar Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, dalam siaran pers yang diterima titastory.id, Selasa, 7 Mei 2025.

Menurut Usman, langkah Polri bertentangan dengan semangat putusan terbaru Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa keributan di media sosial tidak serta-merta menjadi tindak pidana. “Pembangkangan atas putusan MK ini mencerminkan watak otoriter dan respons represif aparat terhadap ruang publik,” lanjutnya.
Ia menegaskan, kebebasan berpendapat adalah hak fundamental yang dijamin oleh hukum HAM internasional dan nasional, termasuk UUD 1945. Meski dapat dibatasi demi melindungi reputasi individu, hukum HAM internasional tidak membenarkan pembatasan tersebut melalui pemidanaan.
“Lembaga negara, termasuk Presiden, bukan entitas yang reputasinya dilindungi oleh instrumen HAM. Penggunaan UU ITE untuk membungkam ekspresi politik seperti ini menciptakan iklim ketakutan dan menekan kebebasan sipil,” kata Usman.
Amnesty mendesak Polri segera membebaskan mahasiswi berinisial SSS tersebut. “Negara tidak boleh anti-kritik. Penyalahgunaan UU ITE untuk memenjarakan warga hanya karena unggahan satir merupakan bentuk pembungkaman yang kejam dan tidak manusiawi,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan, kriminalisasi semacam ini tidak hanya menghukum korban, tapi juga membawa dampak psikologis bagi keluarga mereka. “Ini adalah bentuk kekerasan hukum yang tidak adil,” kata Usman.
Sebelumnya, SSS ditangkap oleh Bareskrim Polri atas dugaan menyebarkan meme berisi gambar manipulatif Presiden Jokowi dan Prabowo tengah berciuman. Meme tersebut diduga dibuat menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan sempat viral di media sosial.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri menyatakan bahwa SSS dijerat Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) UU ITE tentang muatan kesusilaan, serta Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 terkait manipulasi dan perusakan informasi elektronik. Ancaman hukuman maksimalnya mencapai 12 tahun penjara dan/atau denda Rp12 miliar.
Amnesty mencatat, selama periode 2019–2024, sedikitnya terjadi 530 kasus kriminalisasi kebebasan berekspresi dengan jeratan UU ITE yang menimpa 563 korban. Dari jumlah tersebut, patroli siber Polri menjadi aktor dominan dalam 258 kasus, sementara laporan pemerintah daerah menyumbang 63 kasus.
Penulis: Edison Waas Editor : Christ Belseran