BTN Manusela Dikritik Keras Usai Hentikan Pencarian Pendaki Hilang di Binaiya

10/05/2025
Keterangan Gambar : Nazarudin sedang menapaki bebatuan menuju Puncak Binaiya, Foto : Ist.

titastory, Seram Selatan – Mantan Ketua Umum Komunitas Pecinta Alam (KPA) Jamaika Ambon, Nazarudin Lamawitak, melayangkan kritik tajam terhadap Balai Taman Nasional Manusela (BTN Manusela) terkait penghentian proses pencarian Firdaus Ahmad Fauzi, pendaki asal Bogor yang dilaporkan hilang di Gunung Binaiya, Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah.

Dalam keterangannya pada 9 Mei 2025, Nazarudin menyampaikan apresiasi kepada seluruh tim pencarian yang telah dikerahkan—termasuk warga, Polsek Tehoru, dan masyarakat di sekitar kaki Gunung Binaiya. Namun, ia menyesalkan keputusan BTN Manusela yang menghentikan pencarian tanpa kejelasan kelanjutan.

Keterangan Gambar : Pose Nazar L dengan atribut KPA Jamaika Ambon Foto : Ist

“BTN adalah pihak yang paling diuntungkan dari aktivitas pendakian. Ketika terjadi insiden seperti ini, mereka justru lepas tangan dengan alasan yang tidak logis,” ujarnya.

Firdaus dilaporkan hilang di sekitar Pos Nasapeha, titik terakhir sebelum puncak Binaiya, sejak akhir April 2025. Upaya pencarian berlangsung selama hampir dua pekan, sebelum akhirnya dihentikan oleh pihak balai.

Menurut Nazarudin, para pendaki telah melalui seluruh prosedur administrasi resmi dan menaati aturan kawasan konservasi. Oleh karena itu, ia menilai penghentian pencarian mencerminkan sikap tidak bertanggung jawab dari pengelola taman nasional.

Ia menduga keputusan itu diambil karena dua faktor utama: efisiensi anggaran dan prioritas pada program lain. Kecurigaan ini diperkuat oleh unggahan di laman resmi BTN Manusela yang menampilkan kegiatan bersama Konservasi Kakatua Indonesia (KKI) terkait kemitraan konservasi paruh bengkok.

“Ini menunjukkan perhatian terhadap keselamatan pendaki semakin menurun. Bahkan ketika kami mencoba menghubungi kepala balai, tidak ada tanggapan,” katanya.

Nazarudin juga menyoroti transparansi pengelolaan dana dari biaya masuk kawasan Gunung Binaiya. Ia mempertanyakan penggunaan anggaran yang seharusnya bisa memperkuat sistem keamanan dan keselamatan pendaki.

“Dari lima kali saya mendaki Binaiya, saya belum pernah melihat adanya papan peringatan atau informasi risiko di jalur pendakian. Shelter yang ada pun banyak yang rusak dan tidak layak pakai,” ujarnya.

Ia juga mengkritik buruknya manajemen porter. Menurutnya, tidak ada pelatihan khusus dari pihak BTN, sementara di lapangan banyak porter membawa beban melebihi kapasitas tanpa perlengkapan memadai, bahkan tanpa alas kaki.

Tak sedikit pula kasus porter meninggalkan pendaki di tengah perjalanan. Karena itu, ia mendorong BTN Manusela menetapkan standar operasional, termasuk soal tarif porter berdasarkan tingkat kesulitan jalur.

“Kasus ini bukan yang pertama, dan seharusnya menjadi peringatan bagi BTN untuk membenahi sistem. Jangan hanya menarik manfaat dari pendaki, tapi abai ketika terjadi musibah,” pungkasnya.

Penulis: Sofyan Hatapayo
Editor : Christ Belseran
error: Content is protected !!