Gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Tolak

by
01/05/2022

TITASTORY.ID- Bergulirnya gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Ambon sesuai register Perkara No 87 /Pdt.G/2021 /PN.Amb dengan penggugat masing masing, Yance Siripory, Petrus Siripory,  Rendy Siripory, melawan para tergugat masing – masing   Kepala Kepolisian Daerah Maluku cq Direktur Reserse Kriminal Umum, BPN  Kota Ambon, Pemerintah Negeri Tawiri dan Mindy Melonia Siripory serta penggugat  Interview/ Intervensi Ivonne Regina Siripory. Dimana dalam putusannya  memenangkan  penggugat intervensi yang diduga memiliki sejumlah kejanggalan  salah satunya adalah terkait putusan yang tak sesuai dengan subtansi gugatan.

Hal ini patut dicurigai, karena  gugatan  Perbuatan Melawan Hukum (PMH) susah  memenuhi unsur gugatan ,karena pemilik lahan  di usir dari tanah milik mereka sendiri. Setelah beberapa kali upaya melakukan pengukuran digagalkan, hingga tergugat 4 atau Mindy Melonia membuat laporan ke Polda Maluku dengan tuduhan melakukan Penggelapan. Pemeriksaan pun dilakukan, hingga adanya upaya melakukan pengukuran dengan alasan untuk kepentingan penyelidikan.  Pada sisi ini diduga upaya pengukuran luas tanah dati milik Para Penggugat di Kawasan Negeri Tawiri,Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon  terindikasi adalah topeng mengatasnamakan  tindakan penyelidikan perkara pidana atas laporan dari  Mindy Melonia Siripory yang adalah tergugat 4.

Kuasa Hukum para penggugat, Dessy Hallauw,SH  yang dikonfirmasi belum lama ini dalam membeberkan asal mula sehingga adanya gugatan PMH menerangkan, dimulai dari peristiwa saat para penggugat di Bulan Agustus tahun 2022  lalu  dikejutkan dengan kedatangan petugas  BPN dan tergugat 4 ( Mindy Melonia Siripory -red) yang hendak  melakukan pengukuran di atas tanah milik para penggugat. Namun niat untuk melakukan pengukuran dihalangi dan digagalkan.

“Karena dihalangi para tergugat melalui  tergugat 2 dalam hal ini pihak BPN Kota Ambon kemudian memediasi persoalan ini dengan mengundang para penggugat dan tergugat 4, pasca   adanya penghalangan pengukuran. Dimana dalam mediasi tersebut para penggugat mengungkapkan bahwa mereka tidak mengenal tergugat 4 sehingga mereka sangat keberatan, dan mediasi pun gagal,” terang Hallauw.

Dia mengungkapkan, mediasi yang difasilitasi tergugat 2 pun gagal, pihak tergugat 3 dalam hal ini Pemerintah Negeri Tawiri kemudian berinisiatif mengundang pihak penggugat dan tergugat  di kantor desa Tawiri, dan tergugat 3 kemudian memperkenalkan  tergugat 4 yang konon adalah  ahli waris dari pemilik tanah dati awal yang telah keluar dari Negeri  Tawiri sejak tahun 1920 dan baru datang kembali utuk mengambil tanah dati milik mereka di tahun 2020.Penjelasan ini pun tidak diterima, bahkan indikasi  tergugat 3 sebagai pemerintah negeri Tawiri malah tidak netral dan cenderung berpihak ke pihak tergugat 4.

Tak puas dengan hasil  mediasi  dua kali  tergugat 4 kemudian melayangkan laporan ke  kepolisian dengan  dugaan penggelapan tanah dan pemalsuan surat dati. Laporan itu pun direspons dan para penggugat  diperiksa di Mapolda Maluku yang dalam perkara ini adalah tergugat 1.

Dikatakan, Para penggugat atau terlapor ini diperiksa sebanyak 2 kali, dan dalam pemeriksaa tersebut para terlapor di polisi ini terindikasi ditekan untuk mengakui tentang keberadaan tergugat 4 sebagai bagian atau juga memiliki dusun Dati yang merupakan objek sengketa, walau pun para penggugat yang jadi terlapor atas laporan tergugat sudah menunjukan bukti kepemilikan. Bukti bukti ini kemudian dihadirkan dalam proses penyelidikan. Termasuk bukti dari tergugat 4 atau pelapor. Dimana  bukti kenduanya ini memiliki perbedaan alias ada yang palsu dan ada yang asli. Sementara bukti surat milik penggugat berupa kutipan register dati dan surat tanah persis sama dengan milik masyarakat di Negeri Tawiri.

Ironisnya terhadap keberadaan tergugat 4, ” ucapnya,  para  penggugat saat diperiksa,   juga baru mengetahui adanya silsilah tergugat 4 dan penggugat  itu  satu moyang, namun sejak lahirnya kakek tergugat 4  tidak pernah ada  dan tinggal di  Negeri Tawiri sehingga penguggat  tidak mengetahui dan mengenal yang bersangkutan.

Dalam pemeriksaan itu juga, disinyalir  tergugat 1 diduga mendesak para penggugat untuk mengakui bahwa tergugat 4 memiliki hak dati yang sama penggugat, namun  terdapat keberatan dari para penggugat ,yang menurut mereka   tergugat 4 dan kakeknya tidak pernah ada di tanah dati.

“Dan kalau mau datang minta dati, ya dengan sopan bukan langsung asal nyosor ukur tanpa ijin dari ahli waris yg dari dulu kuasai dati.” terang Deasy Hallau mengulas persoalan pemeriksaan di Kantor Polda Maluku.

Hallauw juga menerangkan, diduga dengan bertopengkan tahapan penyelidikan Penyidik Polda  Maluku malah menyurati  para penggugat dan tergugat untuk tetap melakukan  tindakan pengukuran luas / pengecekan luas tanah ke 4 tanah dati milik penggugat yakni di dati Oplary, dati Titiuwy, dati Wituruman, dan dati Tunapaar.

Namun tetap ditolak karena menurut penggugat ada indikasi pengukuran tesebut  adalah siasat untuk melanjutkan pengukuran yang sempat  ditolak.

“Jelas saja pengukuran tersebut ditolak oleh  karena pihak penggugat  yakin pengukuran ini merupakan kelanjutan dari pengukuran tergugat 4 yang  tertunda karena dihalangi.” cetusnya.

Dia juga menjelaskan, setelah empat  kali para tergugat mencoba melakukan pengukuran namun tidak  berhasil karena dihadang oleh  para penggugat yang adalah pemilik lahan bersama dan Kuasa Hukumnya.

Selanjutnya puncak dari masalah ini hingga dilayangkan gugatan PMH ” kata Hallauw, pada pengkuran yang ke 5 para tergugat justru ngotot untuk melakukan pengukuran.

 

Hal ini ditunjukan  dengan hadirnya  pasukan kepolisian yang jumlahnya lebih dari 50 orang. Mereka berseragam lengkap, membawa senjata dan sebagian berpakaian preman, mereka dikerahkan dengan bermaksud  mengamankan tindakan proses pengukuran luas lahan atau tanah milik penggugat.

Karena menolak dan tetap mempertahankan untuk tidak boleh ada pengkuran, maka sedikit  gesekan  dan ada bentuk tindakan disik, dimana para penggugat diamankan dan diusir keluar secara paksa dari tanah milik mereka sendiri dengan tujuan  agar tidak mengganggu jalannya pengukuran oleh para tergugat.

“Nah dari insiden pemaksaan dan mengusir pemilik lahan atau tanah keluar dari milik mereka sendiri sehingga hal ini jadi dasar dilakukan gugatan Perbuatan melawan hukum,” tegas Hallauw.

Tekannya pula, bahwa  gugatan ke Pengadilan Negeri Ambon, sebenarnya  bukan soal kepemilikan tanah, tetapi bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan para tergugat dengan mengusir secara paksa para pemilik tanah dari tanahnya sendiri dan saat ini masih di kuasai. Sehingga saya menilai ada kekeliruan dalam memutuskan perkara ini.

Nah ” ungkapnya pula, proses pengukuran ini yang kami gugat ke Pengadilan Negeri Ambon, bukan Sengketa Tanah,  seperti yg di pahami oleh Majelis Hakim.

Tambahahnya, bukan itu saja ada hal yang menyolok terkait putusan tesebut yakni hadirnya pihak ketiga yaitu penggugat intervensi sehingga kami masuk sebagai tergugat intervensi. Dimana pengguat intervensi sendiri dalam melakukan permohonan intervensi, awalnya ditolak. Namun dengan upaya permohonan ke dua akhirnya diterima dan penggugat intervensi selanjutanya diterima dan bergabung dalam perkara Aquo.

“Jalannya sidang,  penggugat intervensi berdalih bahwa dirinya adalah ahli waris perempuan dari pemilik awal tanah dati yang sudah menikah, justru majelis hakim menerima dalil dari penggugat intervensi ini.” ungkapnya heran.

Yang pada akhirnya  oleh Majelis hakim , menyatakan penggugat  Intervensi sebagai ahli waris dan berhak atas 4 dusun dati.

Karena dalil pihak pengguat intervensi diterima sehingga hakim menolak para penggugat sebagai ahli waris yang sah dari Domonggus Siripory ( pemilik awal dusun dati) dengan alasan penggugat adalah adalah turunan dari anak luar nikah/ turunan perempuan yang tidak menikah.

” Bahwa kenyataannya Ayah penggugat adalah kepala dati atas ke 4 dusun dati yang dijadikan Objek Sengketa oleh penggugat Intervensi.” jelasnya.

Terkait hal itu, pengacara berparas cantik ini juga menduga Hakim yang memeriksa perkara ini diduga keliru dan diduga mengabaikan bukti – milik penggugat, dan  tidak mempertimbangkan bukti yang ada, dimana kuat dugaan hakim cenderung tertutup pada posisi penggugat  dan hanya mempertimbangkan bukti penggugat intervensi.

” Padahal ada beberapa bukti yang sama yang harus  dijadikan perbandingan untuk  menentukan bukti siapa yang asli dan siapa yang palsu, namun hal tersebut tak di pertimbangkan sama sekali.” ungkapnya.

Terhadap bukti yang diajukan, sejumlah saksi bahkan mengakui  bukti yang diajukan penggugat intervensi   adalah bukti palsu.

Ada pun bukti palsu milik penggugat intervensi adalah  Register Dati tahun 1814, dan  Kutipan surat dati tahun 1955.

” Kedua surat yang  aslinya sudah diajukan oleh penggugat , namun sayangnya tidak dipertimbangkan oleh hakim.” jelasnya.

Diterangkan, sesuai putusan hakim PN Ambon yang memeriksa perkara ini menyatakan, para penggugat tidak memiliki hal atas tanah dati tersebut, walau selama ini dijaga, dipelihara, di tanam tanaman umur panjang, dibayar PBB tanahnya juga oleh Penggugat, bahkan ayah dari penggugat adalah kepala Dati.

Padahal jika merujuk pada dasar  gugatan tentunya  terkait perbuatan melawan hukum, atas tindakan pengkuran tanah secara paksa oleh para tergugat. Namun oleh hakim dinyatakan kabur tanpa penjelasan dan dinyatakan tolak seluruhnya. Sementara gugatan penggugat intervensi malah diterima.

“Saya tegaskan, gugatan asal Penggugat adalah perbuatan melawan hukum atas tindakan pengukuran  luas tanah dati milik klien saya yang  dilakukan secara paksa dan melawan hak, bukan gugatan tentang Sengketa Kepemilikan /Hak.” tegasnya. ( TS 03)

 

error: Content is protected !!