TITASTORY.ID – Aksi blokade ruas jalan menuju Bandara Internasional, Pattimura Ambon diduga kuat karena akumulasi kekecewaan dan kemarahan warga atas sikap oknum Anggota TNI Angkatan Udara Pattimura Ambon yang mendatangi rumah warga dan melakukan aksi yang menurut mereka diduga mengandung unsur intimidasi.
Aksi ini juga disinyalir merupakan bentuk keberatan terhadap Sertifikat Hak Pakai (SHP) milik pihak TNI AU di atas Sertifikat Hak Milik (SHM),sehingga apa yang dilakukan adalah bentuk akumulasi dari sejumlah tekanan yang dilakukan untuk mengaburkan objek sengketa.
Ketua Komnas HAM Maluku, Benny Sarkol saat diwawancarai via handpone menyampaikan, respons yang dilakukan warga dengan cara melakukan blokade jalan pada beberapa waktu lalu adalah bentuk dan akumulasi dari sejumlah persoalan yang mereka terima terkait dengan lahan atau tempat tinggal mereka.
“Bahkan yang paling terakhir adalah terkait pemaksaan melakukan tanda tangan yang disodorkan. ” jelasnya.
Menurut Sarkol, pihak KOMNAS HAM telah menerima laporan dari masyarakat Dusun Kampung Pisang dan Dusun Wailawa atas tindakan pihak TNI AU, Pattimura Ambon. Laporan tersebut kemudian ditindak lanjuti dengan melakukan analisa apakah ada bentuk bentuk pelanggaran HAM.
Atas analisa yang telah dilakukan, maka pihak TNI AU Pattimura Ambon telah disurati untuk meminta klarifikasi terkait persoalan yang dialami masyarakat di Negeri Tawiri tersebut namun belum direspons.
” Kami sudah menerima laporan masyarakat, dan sudah kami telaah, bahkan pihak TNI AU juga sudah kami surati untuk meminta klarifikasi namun belum ada respons dari pihak TNI AU,” ucap Sarkol.
Dia juga menyampaikan surat juga telah dilayangkan ke pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ambon untuk menanyakan penyebab sehingga adanya SHP dan SHM di atas objek yang sama , namun baik pihak TNI AU dan BPN belum merespons surat yang kami berikan,” ucapnya.
Terkait inti persoalan yakni terkait objek, Sarkol menyampaikan bahwa yang namanya Sertifikat Hak Pakai memiliki limit waktu atau batas waktu pemakaian, dan jika mengacu pada PP No 45 , UU pasal 18 dan Keputusan MK No 35 bahwa lokasi yang menjadi objek sengketa berada atau berbatas antara Negeri Tawiri dan Negeri Laha. (Redaksi)
Discussion about this post