titastory.id, – Pulau Obi sedjak sebelum perang dan sesudahnja terkenal selaku suatu pulau jang di takuti oleh pelaut. Dalam sedjarah kepulauan Maluku suku-suku Tobelo dari Halmahera itu disebut-sebut selaku badjak-badjak laut jang manggangu keamanan di laut sampai diperairan Timor, (lihat bukunja Vlokke: Geschiedenis van den Indischen Archipel, halaman 242).
Sampai pada abad ke-20 sifat-sifat badjak-badjak laut suku Tobelo masih sadja terbukti disekitar pulau Obi.
Menurut Pelupessy, teristimewa orang-orang Tobelo dari ketiga kampung jang terletak disebelah timur pulau Obi, Tawa, Wooi dan Bobo sering-sering disebut-sebut dan memang telah njata mereka beberapa kali melakukan perbuatan-perbuatan jang djahat itu. Kalau mereka melakukan perbuatan djahat itu bukan dikampung-kampung mereka tetapi djauh dari padanja. Biasanja mata pentjaharian mereka sehari-hari adalah perikanan. Dan sambil menangkap ikan dipulau-pulau Tobalai, Pulau Gagumu, Obilatu dan Malamala mereka mengadakan pratek rampok itu. Kepandaian serta litjiknja mereka untuk membudjuk perahu-perahu dagang khususnja orang-orang Buton memberi suatu keistimewaan kepada badjak-badjak laut ini.
Biasanja salah satu perahu mendekati perahu dagang itu lalu minta pada pelaut-pelaut jang didekati itu tembakau. Kalau sudah diberikan lalu mereka segera pindah ke perahu dagang itu lalu membunuh anak-anak buah perahu asing. Sedang menjerang mereka berdjerit-djerit jang didengar oleh kawan-kawan lainnja dan setelah mendengar perahu-perahu segera menudju keperahu asing itu.
Waktu jang terbaik untuk merampok itu dipilih hari dan kalau keadaan laut tenang.
Sampai pada waktu Negara Indonesia Timur terdjadi perampok-perampok. Saudara Van Keeken bekas Assistent Resident dan seorang warga-negara Indonesia mentjeriterakan, bahwa kira-kira dalam tahun-tahun 1945 sehabis perang ia didekati oleh perahu-perahu badjak laut ketika ia mengadakan expedisi ke Obi. Memang sampai pada waktu sekarang ini perairan disekitar Obi ditakuti oleh pelajar-pelajar bukan penduduk Obi, teristimewa perahu-perahu jang muat barang dagang.
Dalam kehidupan sehari-hari penduduk jang berasal dari Tobelo tidak menundjuk sifat-sifat perampok. Tetapi merampok sudah dengan sendiri meresap dan djadi kebiasaan mereka. Pelupessy katakan, bahwa semasa zaman Djepang suatu kampung suku Buton jang terdapat didjazirah Timur dari Obi, sebelah Timur dari Kampung Tawa dimusnakan sama sekali oleh orang-orang Tobelo dari kampung Tawa. Kepala Kampung Tawa pada saat sekarang meringkuk dipendjara Labuha di Batjan.
Walaupun penduduk Tawa, Wooi dan Bobo telah dinasranikan toch sewaktu-waktu perbuatan badjak laut itu diadakan. Merampok dan pembunuhan itu harus di lihat pula dalam hubungan kekeluargaan. Teristimewa seorang lelaki jang mempunjai ipar dari ipar-iparnja mereka itu keluar ipar-iparnja seharusnja membantunja. Kalau badjak-badjak laut itu diselidiki terbukti, bahwa semua peserta tindak pidana itu mempunjai hubungan kekeluargaan.
Sesudah praktek badjak laut, mereka kembali ke kampung mereka. Kepada orang luar sudah tentu tidak dinjatakan perbuatan mereka.
Biasanja diadakan upatjara dan keramaian adat dimana perampok-perampok dapat dikenal oleh bunga merah (Galela; O Leru sosawala), jang diletak dibagian kanan dari rambut mereka.
Pelupessy terangkan, bahwa dalam pengusutan terhadap mereka, mereka tidak mau mengaku walaupun ada bukti-bukti jang tjukup. Perbuatan itu dianggap suatu perbuatan jang biasa sadja.
Sewaktu perang beberapa orang Djepang jang terdampar dipesisir dari motor sekotji dari kapal perang mereka jang dibom oleh sekutu, semua diterima oleh penduduk dan diadjak makan.
Biasanja pada rumah-rumah orang-orang Tobelo ini sebelah depan terdapat bale-bale dimana mereka waktu malam tidur. Orang Djepang diadjak tidur, sedang jumlah orang Tobelo jang ada djauh lebih ketjil dari djumlah Djepang. Kerena bale-bale biasanja diletakkan bjedjeran bagi orang-orang Tobelo tidak sulit untuk membunuh orang-orang Djepang. Sewaktu Djepang tidur dua orang Tobelo letakkan satu potong bambu diatas dada Djepang dan tekan bambu itu. Korban-korban tersebut tidak berdaja lagi dan kesempatan ini adalah sabaik-baiknja bagi orang Tobelo itu untuk memutuskan kepala-kepala dari tubuh korban-korban Djepang. Memang tjara membunuh korban-korban mereka adalah sedemikian.
Penduduk Tobelo dari kampung-kampung Fluk, Wajaloar, Kawasi karena pengaruh agama Kristen Protestan, tidak mengadakan perbadjakan laut lagi, karena mereka jang paling lama dipengaruhi agama Kristen.
Orang-orang Galela terkenal selaku petani. Kedatangan mereka di Obi Khusus untuk usaha-usaha pertanian. Mereka bertempat tinggal di Anggai kampung Baru (bersama-sama dengan orang-orang Tobelo) Wajaloar dan Akehosa. Temparemen orang-orang Galela tidak begitu agresif seperti penduduk Tobelo.
Penduduk Buton dan lain-lainnja merupakan kaum petani, dan ada jang mentjari ikan. Penangkapan ikan itu dipesisir laut dengan mengadakan sero. Tjara penduduk asal Tobelo menangkap ikan dengan mempergunakan pantjing, singkatnja bukan seperti orang-orang Buton.
Menurut keterangan jang diperoleh dari penduduk di Lawui dan di Anggai dan Obi tidak terdapat penduduk asli. Pelupessy katakan, bahwa sebenarnja dulu terdapat dipulau Obi penduduk asli jang disebut orang-orang Moro. Apakah orang-orang Moro telah hilang dari muka bumi tidak diketahui, tetapi tjeritera-tjeritera katakan, bahwa mereka menarik diri, kepedalaman dari pulau Obi Major. Mereka itu tidak memperlihatkan diri kepada penduduk-penduduk kampung pesisir dan mereka ini takut terhadap orang-orang Moro karena dianggap selaku โBovenmenselijke wezensโ.
Sewaktu Pelupessy mengadakan tourne kepedalaman, ia lihat disana kebun-kebun yang terpelihara baik tetapi tidak terlihat seorang manusia pun dan tidak diketahui siapa jang mengusahakan. Kebun-kebun tersebut tidak dikerdjakan oleh penduduk kampung pesisir.
Ditahun 1945 dikampung Akehosa diketemukan oleh Pelupessy seorang wanita jang berasal dari Galela. Ia ini menerangkan, bahwa suaminja adalah seorang Moro.
Wanita tersebut memisahkan diri dari masjarakat, tidak bekerdja, tetapi persediaan makanannja seperti hasil-hasil kebun dan ikan selalu djukup. Suaminja tidak pernah dilihat oleh penduduk sedang wanita tersebut tidak bergaul dengan orang-orang dari sekitarnja.
Kemungkinan besar, bahwa bangsa Moro itu menarik diri kedaerah pedalaman oleh karena sifat-sifat agresif dari orang-orang Tobelo itu, sehingga sampai saat sekarang mareka takut untuk memperlihatkan diri, kalau-kalau dibunuh oleh penduduk pesisir seperti biasa terjadi sewaktu orang-orang Tobelo mulai tiba di Pulau Obi itu.
Terbukti bahwa penduduk kampung pesisir bukan penduduk asli ternjata dari tidak adanja petuanan di Obi. Siapa sadja jang mau mengerdjakan sebidang tanah diperbolehkan dan mulai Obi adalah begitu luas dan djumlah penduduknja adalah begitu ketjil sehingga tanah bukan merupakan soal bagi mereka jang mau bekerdja disana.
Tentang bahasa jang dipergunakan penduduk disana itu tidak seragam. Bahasa jang dipakai ialah bahasa Buton terbatas sampai penduduk orang-orang Buton, Tobelo dan Galela.
Umumnja bahasa Ternate selaku โLingua Francaโ dapat dimengerti. Meskipun Setjarah pemerintahan Obi termasuk Batjan bahasa Batjan tidak mendapat lapangan di Obi. Begitu djuga kebudajaan dan adat istiadat asli Obi tidak ada. Penghidupan asli dari tiap-tiap suku bangsa itulah merupakan sendi dan dasar kebudajaan jang berlaku dalam lingkungan kampung jang di diaminja.
Pulau-pulau Obi begitu luas dan mempunjai tjukup daja penarik bagi orang-orang luar datang kesana, baik untuk tinggal tetap maupun untuk hanja membeli hasil-hasil bumi. Tjukup djelas kalau didjadi ukuran ibu kota Obi, Laway. Diantara penduduk jang berjumlah 562 orang terdapat 105 Tinghoa dengan 11 tokoh.
Disana terdapat penduduk jang berasal dari Irian Barat. Mata pentjarian mereka adalah pertanian. Sudah lama mereka meninggalkan Irian, tetapi perasaan perhubungan dengan tanah tumpah darah masih sangat keras. Hanja sejumlah daripada mereka buta huruf.
Sekarang terlihat diantara penduduk perlombaan hidup dan persaingan kepetingan.
Kampung Kelo sebenarnja bukan merupakan kampung tersendiri tetapi tempat dimana penduduk Akehosa sementara berdiam untuk mengerdjakan kebun-kebun mereka, sesudahnja kembalilah mereka ke rumah halaman di Akehosa. Demikian pula Gamsumi tempat-tempat kebun penduduk Fluk.
๐๐ถ๐ฎ๐ฃ๐ฆ๐ณ: ๐๐ข๐ฅ๐ซ๐ข๐ญ๐ข๐ฉ ๐๐ช๐ฎ๐ฃ๐ข๐ณ ๐๐ฆ๐ฏ๐ฆ๐ณ๐ข๐ฏ๐จ๐ข๐ฏ | ๐๐ต๐ถ๐ฅ๐ช ๐๐ฆ๐ฏ๐ฆ๐ณ๐ข๐ฏ๐จ๐ข๐ฏ ๐๐ฆ ๐๐ถ๐ญ๐ข๐ถ ๐๐ฃ๐ช (1955:891-894).
Sumber: Laman Grup Facebook Galela Tobelo Tempo Doeloe
๐๐ฆ๐ต ๐๐ฐ๐ต๐ฐ: ๐๐ฆ๐ณ๐ข๐ฉ๐ถ ๐๐ฐ๐ฃ๐ฆ๐ญ๐ฐ ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐ฅ๐ฆ๐ฌ๐ข๐ต๐ช ๐ด๐ฆ๐ฃ๐ถ๐ข๐ฉ ๐ฌ๐ข๐ฑ๐ข๐ญ ๐ฅ๐ช ๐ญ๐ฆ๐ฑ๐ข๐ด ๐ฑ๐ข๐ฏ๐ต๐ข๐ช ๐๐ฃ๐ช, ๐๐ข๐ญ๐ฎ๐ข๐ฉ๐ฆ๐ณ๐ข 1900.
Discussion about this post