Terseret Arus Uang Haram di PT Dok Perkapalan Waiame Ambon

06/05/2025
Salah satu Kapal yang melakukan perbaikan dan pemeliharaan kapal di Galangan Kapal PT. Dok dan Perkapalan Waiame (Persero) Ambon. Foto: Jurnal Metiks Fakultas Teknik Unpatti : Paulinus Frederikus Balubun, Eliza R. de Fretes, Ruth P. Soumokil

titastory, Ambon – Bau amis korupsi menyeruak dari dermaga galangan kapal milik Pemerintah Kota Ambon. Di balik gemerlap angka investasi dan pembangunan, jaksa mencium ada yang busuk di tubuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Dok dan Perkapalan Waiame. Uang negara menguap, sebagian mengalir ke rekening pribadi.

Kejaksaan Negeri Ambon resmi menaikkan status penanganan perkara dugaan korupsi di perusahaan tersebut dari penyelidikan ke penyidikan. Langkah ini ditempuh setelah ekspos perkara menunjukkan indikasi kuat adanya pelanggaran hukum dalam pengelolaan anggaran senilai Rp177 miliar selama rentang waktu 2020 hingga 2024.

“Tim Jaksa telah menemukan peristiwa dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan tata kelola keuangan PT Dok dan Perkapalan Waiame,” ujar Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, Agoes Soenanto Prasetyo, dalam jumpa pers di kantor Kejati Maluku, Senin, 5 Mei 2025.

Didampingi Kepala Kejaksaan Negeri Ambon Dr. Adhryansah dan sejumlah asisten, Agoes menjelaskan bahwa penyidikan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: 04/Q.1.10/Fd.2/04/2025 yang diterbitkan pada 28 April 2025.

Salah satu Kapal yang melakukan perbaikan dan pemeliharaan kapal di Galangan Kapal PT. Dok dan Perkapalan Waiame (Persero) Ambon. Foto: Jurnal Metiks Fakultas Teknik Unpatti : Paulinus Frederikus Balubun, Eliza R. de Fretes, Ruth P. Soumokil

Tumpang Tindih Transaksi

Dalam kasus ini, tim penyidik menemukan sejumlah dugaan penyimpangan. Di antaranya, penggunaan anggaran investasi tidak sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang telah ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Tak hanya itu, ditemukan pula praktik belanja fiktif, mark-up harga barang, hingga rekayasa volume pengadaan.

Lebih jauh, tim Kejari mengendus transaksi keuangan mencurigakan: dana perusahaan ditransfer ke rekening pribadi sejumlah staf. Sebagian dana itu digunakan untuk keperluan kantor, tapi sebagian lainnya dipakai untuk kepentingan pribadi—suatu modus yang kerap digunakan dalam praktik korupsi BUMD.

“Dari hasil keterangan 15 orang saksi, diperkirakan terdapat kerugian keuangan negara mencapai Rp3,76 miliar,” kata Agoes.

Kasus dari PT Dok dan Perkapalan Waiame bukanlah yang pertama. BUMD sering kali menjadi ladang basah bagi oknum direksi dan pejabat daerah. Dengan pengawasan minim dan fleksibilitas pengelolaan keuangan, BUMD menjelma menjadi “perusahaan swasta rasa negara” yang rawan disalahgunakan.

Di Ambon, perusahaan galangan kapal ini semula dibentuk untuk memperkuat sektor maritim dan menopang ekonomi lokal. Namun alih-alih mendorong pertumbuhan, uang miliaran rupiah justru diduga mengalir ke kantong-kantong pribadi.

Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, Agoes Soenanto Prasetyo (kiri) dalam jumpa pers di kantor Kejati Maluku, Senin, 5 Mei 2025. Foto: titastory/Edi

Menanti Tersangka

Hingga kini, penyidik belum mengumumkan tersangka. Namun sinyal kuat sudah mengarah pada jajaran direksi dan staf keuangan yang terlibat dalam alur transaksi janggal. Jika terbukti melanggar hukum, mereka bisa dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

Pasal itu menyebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara, atau menyalahgunakan kewenangan, bisa dihukum pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda miliaran rupiah.

Di tengah krisis kepercayaan terhadap pengelolaan BUMD, kasus ini menjadi ujian bagi kejaksaan. Masyarakat Maluku menanti: akankah penegakan hukum menyentuh akar korupsi, atau hanya memotong dahan-dahan kering?

Penulis: Edison Waas
Editor : Christ Belseran
error: Content is protected !!