titaStory.id, ambon – Aktivitas tambang liar emas di Kawasan Gunung Botak, Kabupaten Buru, Maluku kembali menjamur, meski aparat Polri dan TNI selalu melakukan penertiban. Meski begitu, upaya yang dilakukan oleh para penegak hukum ini membuat para penambang liar ini jerah.
Penegak hukum berulang kali melakukan penertiban dengan cara membakar tenda-tenda milik para penambang liar, namun masih saja mereka kembali dan melakukan aktivitas.
Belum lama ini, salah satu organisasi masyarakat di Pulau Buru melakukan aksi unjuk rasa mempertanyakan kehadiran aparat penegak hukum dalam menuntaskan para penambang liar di Kawasan Gunung Botak.
Menyikapi adanya unjuk rasa ini, Polda Maluku angkat pun bicara menyampaikan inti dari persoalan di Gunung Botak selain karena adanya temuan emas, juga akibat berubah-ubahnya perijinan pengelolaannya sejak awal ditemukan.
Kepala Kepolisian Daerah Maluku, Irjen Pol Lotharia Latif, mengatakan, pengelolaan pertambangan illegal di Pulau Buru, mengakibatkan kerusakan lingkungan dan alam di sana. Pengelolaan yang tidak baik, akan sangat membahayakan kelangsungan kehidupan manusia maupun lingkungan.
“Presiden Jokowi sejak tahun 2019 telah memerintahkan untuk menutup dan meninjau kembali perijinan serta pengelolaan untuk penambangan tersebut,” tegas Kapolda Maluku Lotharia Latif, Minggu (21/5/2023).
Sampai saat ini ijin baru tentang penambangan di Gunung Botak belum turun dari Pemerintah pusat. Harusnya, semua pihak terkait memperjuangkan hal ini, agar Pemerintah pusat bisa segera menurunkan atau mengeluarkan ijin. Sehingga jelas pengelolaannya, dan kontribusinya untuk rakyat maupun jelas juga pengelolaan lingkungannya.
Kapolda mengaku persoalan ijin belum ada kepastian hingga kini. Sementara fakta di lapangan sudah banyak yang bermain baik untuk kepentingan kelompok maupun pribadi masing-masing. “Fakta di lapangan bahwa muncul persoalan dan penambangan-penambangan liar yang sporadis,” katanya.
Beberapa tahun lalu, Pemerintah Provinsi, Polda dan TNI melakukan pengamanan secara terpadu. Seiring berjalannya waktu, kebutuhan anggaran pemerintah tidak cukup hanya untuk mengamankan Gunung Botak.
Olehnya itu, dukungan anggaran dilanjutkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buru. Dengan dukungan anggaran tersebut, pengamanan penambangan illegal kemudian dilanjutkan oleh Pemkab Buru, Polres maupun Kodim. Namun dukungan anggaran tersebut juga tidak bertahan lama untuk mengurusi pengamanan Gunung Botak yang wilayahnya cukup luas.
“Sampai saat ini Polda dan Polres telah melakukan Gakkum (penegakan hukum) di sana sebanyak 13 kasus dengan 30 orang tersangka,” ungkapnya.
Kapolda mengaku penegakan hukum saja tidak bisa menyelesaikan persoalan di sana yang semakin kompleks dan rumit. Banyak orang punya kepentingan. Bahkan masyarakat adat sudah saling mengklaim satu sama lain antara raja-raja di sana.
“Beberapa oknum aparat keamanan, oknum ormas-ormas dan oknum sipil pun banyak bermain di sana. Kita sudah memonitor hal tersebut dan untuk Polri, kita tindak tegas internal yang terbukti bermain-main di sana,” tegasnya.
Banyak pemain atau orang yang melakukan usaha illegal pertambangan di Gunung Botak. Mereka saling menjelekkan, bahkan melaporkan satu sama lain apabila kepentingannya terusik atau terganggu.
“Kalau kelompoknya tidak sempat tertangkap dan diproses hukum mereka diam saja, giliran tertangkap pasti mereka teriak-teriak dan menyebut kelompok yang lain juga belum tertangkap dengan menggunakan berbagai cara lewat media atau unjuk rasa ke Polres atau Polda,” jelasnya.
Di sisi lain, Kapolda juga menyampaikan terima kasih kepada masyarakat atau kelompok yang masih terus peduli dengan hati yang tulus tanpa ada kepentingan apapun dalam menjaga kawasan Gunung Botak. Kepentingan kelompok tersebut hanya semata-mata untuk melindungi dampak yang lebih luas yaitu kerusakan lingkungan.
“Mari kita sama-sama turun saja ke lapangan, kalau perlu ikut bergabung dalam kegiatan operasi yang kita lakukan di medan-medan yang sulit tersebut,” ajaknya.
Untuk melindungi Gunung Botak dari kerusakan lingkungan, Kapolda mengaku semua pihak terkait harus terlibat dalam melakukan operasi terpadu. Dan hal ini tentu membutuhkan dukungan anggaran.
“Selama ini Polda dan Polres konsisten melakukan operasi dengan dukungan anggaran Harkamtibmas dan konflik sosial secara mandiri, tapi anggaran tersebut juga sangat terbatas dan bukan hanya untuk penanganan di Gunung Botak,” katanya.
Irjen Latif juga mengaku hingga saat ini pihaknya terus dan tetap konsisten melakukan penegakan hukum terhadap para pelaku Penambang Emas Tanpa Ijin (PETI).
“Saya dari awal sudah menyampaikan tidak ada kompromi dan proses hukum siapapun yang terbukti melakukan illegal mining di Gunung Botak,” tegasnya.
Ia berharap seluruh elemen masyarakat dapat memahami kondisi yang saat ini terjadi di Gunung Botak. Dengan demikian, tidak serta merta selalu menyalahkan Polri dalam penegakan hukum.
“Dengan paham situasi dan kondisi di sana tentu sangat tidak bijak kalau sedikit-sedikit yang disalahkan Polri karena tidak menegakkan hukum di sana. Padahal persoalan di sana sangat kompleks, yang diawali perijinan yang tidak jelas, masalah klaim tanah adat dari beberapa raja yang saling gugat, dan banyaknya pemodal luar dan pemain yang melibatkan beberapa pihak di masyarakat,” ungkapnya.
Terkait dengan sekelumit persoalan di Gunung Botak, Kapolda mengaku Mabes Polri pun sudah mengetahuinya, termasuk akar permasalahan dan langkah-langkah proses hukum yang dilakukan oleh Polda Maluku selama ini.
“Karena tiap saat Saya melaporkan setiap perkembangan dan tindakan kepolisian yang dilakukan di Gunung Botak kepada pimpinan dan Mabes Polri,” pungkasnya. (TS-01)
Discussion about this post