titastory, Seram Utara – Polemik soal harga gabah yang dinilai tak sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) menyeruak di Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah. Petani mengeluhkan dominasi tengkulak dalam rantai distribusi, sementara Bulog menyatakan penyerapan gabah dilakukan sesuai ketentuan.
Purwanto, petani asal Desa Loping Mulyo, menilai skema pembelian Bulog yang masih menggandeng tengkulak merugikan petani. Harga gabah di tingkat petani kerap dimainkan dan dibeli di bawah HPP Rp6.500 per kilogram.
“Bulog seharusnya beli langsung dari petani dan bayar tunai. Kalau lewat tengkulak, harga dipermainkan. Petani yang selalu jadi korban,” ujar Purwanto, Selasa, 22 April 2025.
Ia juga menyoroti ketergantungan Bulog terhadap fasilitas penggilingan milik pengusaha. Menurutnya, absennya rice milling unit (RMU) milik Bulog memperkuat posisi tengkulak.
“Kalau Bulog punya mesin sendiri, tidak perlu bergantung. Sekarang posisi pengusaha terlalu dominan,” tambahnya.

Menanggapi hal itu, Kepala Gudang Bulog Kompleks Kobi, Akbar Rafsanjani Laisuow, membenarkan bahwa penyerapan gabah dilakukan melalui enam mitra kerja yang telah disepakati. Namun ia menegaskan, harga pembelian tetap mengacu pada HPP.
“Kalau ada mitra kami yang membeli di bawah harga, laporkan. Kami akan putus kerja sama,” tegas Akbar saat dikonfirmasi, Rabu, 23 April 2025.
Menurut Akbar, Bulog belum mampu menyerap gabah langsung dari petani karena keterbatasan infrastruktur, termasuk ketiadaan mesin penggilingan dan gudang penampung berskala besar. Untuk sementara, fasilitas mitra digunakan untuk operasional.

Ia mengimbau petani menjual gabah ke pos mitra Bulog yang telah disiapkan di sejumlah desa di Kecamatan Kobi dan Seti. Pos tersebut dimaksudkan untuk memudahkan akses dan menjaga harga tetap stabil.
“Kami kontrol harga di lapangan. Jangan sampai ada pihak bermain. Selama ini, harga kami jaga tetap sesuai HPP, Rp6.500 per kilogram,” kata Akbar.
Kisruh soal gabah ini mencerminkan pentingnya evaluasi sistem distribusi dan infrastruktur Bulog di daerah. Tanpa pembenahan, dominasi tengkulak diprediksi terus membayangi, dan petani akan terus berada di posisi yang paling lemah dalam rantai pasok pangan nasional.
Penulis : Sahdan Fabanyo Editor : Christ Belseran