titastory, Seram Utara – Petani di Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, mengeluhkan kebijakan Perum Bulog Kobi yang masih menyerap gabah melalui tengkulak. Kebijakan ini dianggap merugikan petani karena harga gabah kerap dimainkan dan tak sesuai dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Purwanto, seorang petani dari Desa Loping Mulyo, mengatakan bahwa dominasi tengkulak dalam rantai distribusi membuat posisi petani semakin lemah. Ia mendesak agar Bulog melakukan pembelian langsung dari petani dan membayar secara tunai di tempat.
“Bulog seharusnya beli langsung dari petani, bukan lewat tengkulak. Kalau pakai perantara, harga gabah pasti dimonopoli dan petani yang jadi korban,” kata Purwanto kepada titastory, Selasa, 22 April 2025.

Menurutnya, selain memangkas rantai distribusi, pembelian langsung oleh Bulog juga bisa menstabilkan harga gabah di tingkat petani dan mencegah permainan harga yang dilakukan para pengepul.
Ia juga menyoroti belum tersedianya fasilitas penggilingan padi (rice milling unit) di Kompleks Pergudangan Bulog Kobi, yang membuat Bulog bergantung pada fasilitas milik tengkulak.
“Kalau Bulog punya penggilingan sendiri, tidak perlu lagi bergantung pada pengusaha. Sekarang ini posisi tengkulak makin kuat karena Bulog bergantung pada mereka,” ujarnya.

Kepala Bulog Kobi, Akbar Rafsanjani Laisuow, membenarkan bahwa hingga saat ini pihaknya masih menyerap gabah melalui tengkulak karena belum memiliki mesin penggiling padi sendiri.
“Iya, mesin penggilingan padi memang belum ada. Kami masih ambil gabah melalui tengkulak,” ujar Akbar singkat saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp.
Petani berharap pemerintah melalui Bulog dapat segera membenahi sistem penyerapan gabah agar lebih berpihak pada petani, terutama dengan memperpendek rantai distribusi dan menyediakan fasilitas penggilingan mandiri. Hal ini penting agar stabilisasi harga pangan tidak hanya menguntungkan pengusaha, tetapi juga menyejahterakan petani sebagai produsen utama.
Penulis: Sahdan Fabanyo Editor : Christ Belseran