Hardiknas 2025: Pendidikan Adat dan Mimpi Sistem yang Lebih Inklusif

02/05/2025

titastory.id, Maluku Tengah — Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional 2025, suara dari jantung komunitas adat kembali menggema. Kali ini datang dari Apriliska Lattu Titahena, seorang perempuan adat yang konsisten memperjuangkan sistem pendidikan yang inklusif dan kontekstual, terutama bagi masyarakat adat.

Dalam wawancaranya bersama titastory.id, Ika nama panggilan Apriliska menyampaikan bahwa sistem pendidikan nasional hingga kini masih terasa jauh dari kebutuhan riil masyarakat adat. Ia menilai pendekatan pendidikan yang bersifat “seragam” tidak cukup peka terhadap keberagaman lokal dan pengetahuan tradisional yang tumbuh secara turun-temurun.

“Seharusnya negara memberikan ruang yang setara bagi masyarakat adat, terutama dalam memenuhi hak pendidikannya,” tegas Ika.

Potret manis Perempuan Adat Upa di Negeri Saunulu, Seram Selatan. Foto: Priska Titahena, Aktivis Perempuan Adat Maluku.

Pendidikan Adat: Warisan Pengetahuan yang Terpinggirkan

Menurut Ika, pendidikan adat sebetulnya mampu berdiri sendiri, dengan sistem nilai dan cara belajar yang telah diwariskan secara turun-temurun. Namun, sistem nasional selama ini masih memandang pengetahuan tersebut secara abstrak—tanpa benar-benar mengintegrasikannya ke dalam kurikulum formal.

“Padahal, pendidikan adat adalah bagian integral yang bisa menjadi solusi nyata dalam menghadapi tantangan pendidikan di tingkat lokal,” jelasnya.

Apriliska Lattu Titahena bersama ketua adat Suku Upau di Dusun Manggadua (Namahua), Negeri Saunulu. Foto: Edison/titastory

Bagi masyarakat adat, kata Ika, alam bukan sekadar sumber penghidupan, tetapi juga sumber ilmu pengetahuan. Jika alam rusak, maka rusak pula sistem pengetahuan yang menopang keberlangsungan budaya dan pendidikan mereka.

“Selama alam masih seimbang, pengetahuan masyarakat adat akan tetap hidup. Karena itulah pendidikan adat perlu dihargai sebagai bagian dari benteng peradaban bangsa.”

Seruan untuk Pendidikan Inklusif dan Relevan

Lebih jauh, Ika menyerukan agar pemerintah bersama semua elemen bangsa merancang sistem pendidikan yang lebih fleksibel, adil, dan relevan. Integrasi pengetahuan tradisional dan kearifan lokal dalam kurikulum nasional menjadi kunci untuk membangun pendidikan yang berkelanjutan.

“Beta mau ajak katong semua, mari sama-sama wujudkan pendidikan yang inklusif dan relevan. Supaya anak-anak dari kelompok masyarakat adat pun merasa dilibatkan dan dihargai dalam menentukan masa depannya.”

Seruan ini menjadi pengingat bahwa pendidikan tidak boleh melupakan akar, dan bahwa masa depan pendidikan Indonesia juga bertumpu pada bagaimana kita menjaga dan merangkul keragaman yang telah lama ada.

error: Content is protected !!