titastory.id, maluku tenggara– Pada Jumat, 9 Agustus 2024, pukul 10.00 WIT, saya memulai perjalanan menuju Ohoi Namar, sebuah desa nelayan di Pulau Kei Kecil, bersama Emson Jeujanan, seorang pemuda dari Ohoi Bombai. Meskipun baru sehari berkenalan di Kota Langgur, yang merupakan ibu kota Kabupaten Maluku Tenggara (Malra), kami bersepakat melakukan perjalanan bersama menggunakan motor matic Yamaha Mio Soul milik Ekson.
Perjalanan kami menyusuri jalan aspal menuju Kecamatan Manyeuw terasa seperti liburan. Rute ini juga merupakan akses ke kawasan pasir panjang yang terkenal, meskipun beberapa kali laju kendaraan terhambat oleh lubang di jalan. Angin sejuk dan sinar matahari pagi menemani kami, menjadikan perjalanan semakin menyenangkan. Tak banyak percakapan yang terjadi, namun pemandangan pepohonan setinggi 5-7 meter di sepanjang jalan, dengan dinding bebatuan karang kecokelatan, memanjakan mata kami.
Setelah sekitar 20 menit perjalanan sejauh 10 kilometer, kami tiba di Ohoi Namar. Desa ini merupakan perkampungan nelayan dengan mayoritas penduduknya beragama Katolik. Setelah meminta petunjuk arah dari beberapa warga, kami pun tiba di rumah Roby Sirwutubun, Kepala Ohoi Namar.
Roby Sirwutubun mengungkapkan bahwa desa mereka telah diusulkan sebagai lokasi pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBio). Meskipun begitu, ia menjelaskan bahwa informasi ini masih sebatas komunikasi lisan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Maluku Tenggara melalui Kepala Bidang Bina Marga. Belum ada kejelasan lebih lanjut terkait pemanfaatan lahan maupun luas area yang akan digunakan.
“Ini masih sebatas komunikasi lisan, sehingga bagi saya belum bisa dipastikan,” ungkap Roby. Ia menegaskan bahwa belum ada tindakan konkret, sehingga ia enggan berbicara banyak mengenai rencana ini.
Roby juga menekankan pentingnya komunikasi dengan enam desa lain di Kecamatan Manyeuw jika rencana pengembangan PLTBio ini benar-benar akan dilanjutkan. Desa-desa tersebut adalah Namar, Ngayup, Ngilngof, Ohiilir, Ohoiluk, dan Selayar. Ia berharap adanya keterlibatan seluruh pemilik petuanan dari enam desa ini dalam proses komunikasi yang lebih formal jika rencana ini berjalan.
Pengembangan PLTBio ini merupakan salah satu upaya mitigasi pemerintah Indonesia untuk mengurangi dampak pemanasan global dan perubahan iklim, dengan menggantikan energi fosil dengan energi terbarukan. Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara pun telah mengalokasikan Ohoi Namar sebagai lokasi pengembangan PLTBio, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Maluku Tenggara Nomor 2 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, khususnya pada pasal 18 ayat 3 poin c yang menyebutkan sistem jaringan energi pembangkit listrik PLTBio Langgur 2 di Kecamatan Manyeuw.
Malik Renfaan, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Maluku Tenggara, mengonfirmasi hal ini. Menurutnya, pemerintah daerah telah menyetujui rencana tersebut, dan PLN telah melakukan kunjungan untuk membahas lebih lanjut tentang penyediaan lahan bagi PLTBio dan penampungan bahan baku berupa kayu dan daun.
“PLN pusat pernah datang dan menyampaikan tentang rencana pembangunan PLTBio. Pemerintah kabupaten diminta untuk menyediakan lahan PLTBio sekaligus dengan lahan untuk menampung bahan bakunya,” kata Malik di ruang kerjanya pada Kamis, 8 Agustus 2024.
Ohoi Namar, yang berjarak 10,8 kilometer dari Kota Langgur, memang dikenal sebagai kawasan pertanian lahan kering. Berdasarkan peta tutupan lahan Kabupaten Maluku Tenggara milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2022, Kei Kecil, yang meliputi Ohoi Namar, didominasi oleh kawasan pertanian lahan kering bercampur semak, dengan luas total mencapai 1.438 kilometer persegi.
Rencana pengembangan PLTBio ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam mewujudkan energi terbarukan di Maluku Tenggara, sekaligus mengurangi ketergantungan pada energi fosil yang berdampak buruk pada lingkungan.
Warga di desa itu selain bertani juga nelayan. Lautnya menyediakan potensi sumber daya jenis ikan pelagis seperti ikan kakap, kerapu, tongkol, layang dan teri, abalon, teripang, kerang, kepiting.
Saat musim tertentu nelayan yang memiliki bagan akan mendapatkan hasil yang cukup melimpah. Nelayan di daerah ini juga mengandalkan metode bagan apung.
Kawasan ini juga merupakan kawasan konservasi penyu.Tahun 2023, Balai Konservasi Sumber Daya Alam telah melakukan pelepasliaran 69 ekor penyu (Eretmochelys imbricata) di daerah ini.
Menerangkan tentang Kei Kecil, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malra, Neles Retoop di ruang kerjanya, kamis (08/08/2024) mengatakan, Pulau Kei Kecil adalah dataran rendah yang didominasi batuan karang. Berada 100 meter di permukaan laut.
“Ini daerah karang, terletak 100 meter di atas permukaan laut. Kondisi ini rentan dalam kaitan terhadap bencana kekeringan dan abrasi air laut.” ucapnya.
Dia bilang soal rencana pengembangan PLTBio telah didengarnya. Hanya saja jika bahan baku PLTBm adalah vegetasi maka diperlukan kajian serius.
“Jika bahan bakarnya dari vegetasi, kayu dan lain lain maka mestilah dilakukan kajian serius karena di satu sisi kita melakukan mitigasi namun disisi lain mengakibatkan masalah baru,” ujarnya.
Dia justru menyarankan jika PLTBm menggunakan bahan baku dari sampah hal ini masih bisa di mungkinkan.
“Kabupaten Malra, sampah yang dihasilkan per hari apakah 20 ton Jika disinergikan dengan Kota Tual maka hal itu bisa memadai.” ucapnya.
Karena kondisi pulau Kei Kecil masuk dalam kategori pulau kecil, tidak diharapkan adanya pembukaan tutupan hutan. Dan pihaknya terus menyampaikan hal tersebut kepada masyarakat dalam kaitan dengan ancaman krisis air di waktu waktu akan datang.
Rencana pengembangan PLTBm di Kei Kecil dipastikan mengancam alam sekitar, lebih khusus pasokan air bersih.
Ahli lingkungan dari Universitas Pattimura, Prof. Agus Kastanya menerangkan, pihaknya selama ini menyalurkan perhatian pada realitas pembangunan di pulau-pulau kecil yang tidak memperhatikan kondisi daya tampung.
Degan ciri dan karakter Aliran Sungai (DAS) pendek yang kemudian dipengaruhi dengan aktivitas ramah lingkungan akan berdampak buruk untuk pulau itu.
Dia bilang, selisih DAS yang pendek, dan jika tutupan hutan dibuka maka lingkungan akan hancur, air akan kering di waktu panas akan terjadi erosi dan banjir, dan dampaknya terasa di kawasan pesisir dan laut.
Keberadaan pulau kecil, dalam kaitan dengan perubahan iklim sedang diintip bahaya. Bahaya yang dimaksudkan adalah terjadinya kenaikan muka air laut, naiknya temperatur dan terjadinya badai tropis dan memicu abrasi pantai yang cukup masif.
Dengan situasi global yang ada skema mitigasi pada sektor energi, yaitu energi fosil harus dialihkan ke energi terbarukan termasuk bio energi, angin, matahari, arus laut dan sebagainya.
“Dalam kaitan dengan bio energi atau energi dari biomassa itukan memanfaatkan bahan baku dari vegetasi. Nah dalam kaitan dengan kondisi pulau kecil dengan segala daya dukung terbatas, pengelolaan dan pemanfaatannya harus menjaga kemampuan dan daya dukung’,” jelasnya.
Kastanya berpendapat pemanfaatan sumber energi hutan (biomassa atau bioenergi) yang bersifat monokultur untuk bahan baku akan memicu masalah lingkungan. Dia menekankan pemanfaatan energi berpola hutan energi tidak bisa di anjurkan untuk pulau kecil. Itu berbahaya.
Sebab dengan sifat monokultur dalam pemanfaatan yang tidak sesuai berdampak pada serangan penyakit dan sebagainya.
“Jadi sekali kali jangan melakukan program seperti itu di pulau kecil,” tegas Kastanya.
Ditegaskan, Kei Kecil pulau yang sangat kecil. Merupakan daerah karang yang menyimpan karbon yang cukup tinggi dan karang juga menyimpan air.
“Di Kei Kecil itukan ada semacam danau, dan dijadikan sebagai sumber air bersih dan itu yang harus di jaga.” ucapnya.
Untuk menjaga, harus dibangun sistem perbandingan, terutama agro industri yang berasal dari tanaman yang sudah berkembang di situ yaitu Smart Agroforestri (Agroforestri cerdas) dalam kaitan dengan ketahanan iklim.
” Untuk pulau kecil jangan dibangun industri energi biomassa atau bioenergi yang tidak menjamin kelestarian lingkungan karena untuk hal itu membutuhkan lahan dan ruang yang cukup luas.” terangnya.
Sehingga sedapat mungkin energi yang lain dapat dimanfaatkan dan tetap fokus pada Smart agroforestry demi ketersediaan sumber air sebagai bentuk mitigasi dan adaptasi kondisi lingkungan di Pulau Kei Kecil.
Perlu diwaspadai, berkaitan dengan perubahan iklim dengan langkah mitigasi dengan sumber energi namun bisa menciptakan dampak kerusakan yang lain atau menciptakan masalah baru.
Dia pun menerangkan, penggunaan tanaman energi tentunya perlu diperhatikan serius, sebab dengan tipikal pulau kecil dan rentan terhadap air adalah tantangan. Sebab prosesnya adalah proses hilangnya air dari tanaman melalui stomata atau transpirasi dalam jumlah yang banyak akan menjadi masalah terkait ketersediaan air bersih.
Stomata adalah lubang mikro yang ditemukan pada daun, menghubungkan ke jaringan tanaman. Pada kebanyakan vegetasi, transpirasi bersifat pasif karena dikontrol oleh kelembaban atmosfer dan tanah.
Dilansir dari Mongabay Indonesia, negara ini akan menjadi satu dari banyak negara pulau dan kepulauan di dunia yang merasakan dampak dari perubahan iklim di kawasan pesisir.
Dalam hitungan 15 tahun ke depan, dampak tersebut akan mengakibatkan terjadinya kenaikan permukaan air laut sampai kenaikan gelombang pasang. Pada kurun waktu tersebut, Indonesia Timur diprediksi akan menjadi wilayah terparah yang terkena dampak.
Kepala Sub Direktorat Perubahan Iklim Badan Pembangunan dan Perencanaan Nasional (BAPPENAS) Sudhiani Pratiwi saat memberikan penjelasan ke Mongabay mengatakan, perubahan iklim tak hanya berdampak pada kehidupan biota laut beserta perairannya saja, berdampak juga pada sosial ekonomi masyarakat yang ada di kawasan pesisir.
Asmar Exwar, Dinamisator Jaring Nusa dalam keterangan pers yang di terima titastory.id, Kamis (12/09/2024) menjelaskan, Indonesia merupakan negara kepulauan yang tentunya pemerintahan ke depan harus dengan sungguh merumuskan dan mengeluarkan produk kebijakan yang memberikan jaminan dan kepastian terhadap perlindungan dan pengakuan wilayah kelola rakyat di pesisir, laut dan pulau kecil.
Ia menerangkan, pemerintah wajib memberikan jaminan perlindungan terhadap masyarakat yang ada di desa-desa pesisir dan wilayah adat yang terancam oleh dampak krisis iklim.
“Adanya tekanan dinamis, kebijakan pembangunan yang berdampak negatif secara langsung, sektoralisme pembangunan dan pengurusan sumber daya alam selama ini telah menempatkan wilayah pesisir dan kepulauan sebagai objek eksploitasi dan memunculkan multi ancaman dan kerentanan tinggi terhadap risiko bencana ekologi,” jelasnya.
Menurutnya, kepedulian dan keseriusan pemerintah terhadap pengelolaan wilayah pesisir dan kepulauan yang adil akan tercermin dari produk kebijakan yang dihasilkan.
Apakah pro terhadap masyarakat pesisir dan kepulauan serta keberlanjutan ruang hidup atau kepada investasi padat modal atau menimbulkan kerentanan dan bencana bagi kehidupan Masyarakat?
Tentang PLTBMBio
Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) diketahui merupakan pembangkit listrik yang memanfaatkan energi biomassa.
Biomassa sendiri diartikan sebagai bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetik, baik berupa produk atau buangan seperti tumbuhan, kotoran, limbah pertanian, dan sebagainya.
Dalam teori, Biomassa dapat dijadikan sebagai sumber energi terbarukan. Keberadaannya dipercayai bersifat berkelanjutan sehingga bisa digunakan sebagai pembangkit listrik menggunakan bahan bakar sebagai hasil konversi bahan biologis dan organik pengganti bahan bakar fosil, dan dapat berkontribusi pada perlindungan iklim.
Data Direktorat Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM dalam kaitan dengan proyek usulan RUPTL untuk PLTBm di Provinsi Maluku dalam rencananya akan dikembangkan di empat kawasan.
Empat kawasan tersebut adalah, Langgur, Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) berkapasitas 10 MW, Amahai, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) berkapasitas 6 MW, Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru berkapasitas 10 MW dan Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) berkapasitas 10 MW.
Data ini juga mengisyaratkan tentang rencana realisasi di tahun 2024 dan pengembangan PLTBm nya diserahkan pengelolaan ke Independent Power Producer (IPP) sebagai pelaksana proyek, sementara PLN berposisi sebagai pembeli daya listrik.
Sayangnya dibalik upaya untuk mengandalkan energi biomassa karena kelimpahan potensinya namun ada efek samping yang perlu dipertimbangkan dengan melihat postur kewilayahan karena teknologi ini membutuhkan banyak ruang, memiliki tingkat kemahalan dan dapat menghasilkan gas rumah kaca sebagai hasil dari proses pembakaran.
Sesuai rencana, pengembangan PLBm ada di medio Kota Langgur, Ibu Kota Kabupaten Maluku Tenggara sebagaimana data Direktorat Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM.
Tentunya rencana ini butuh penerawangan, karena Langgur (Kei Kecil ) adalah kawasan yang memiliki topografi dengan ketinggian 100 M diatas permukaan laut.
Berbeda dengan Pulau Kei Besar yang berbukit dan bergunung yang membujur sepanjang pulau dengan ketinggian rata rata 500-800 M, dengan gunung sebagai puncak tertinggi.
Sesuai peta Geologi Indonesia 1965, kepulauan di Maluku Tenggara terbentuk dari tanah dan batuan yang tercatat sebanyak 3 jenis tanah (podsolik, rensina, latosol) dan 5 jenis batuan (aluvium undak, terumbu koral, seklis habluk, paleogen, ulagan paleozoikum).
Iklim dan Cuaca Iklim wilayah kabupaten Maluku Tenggara dipengaruhi oleh Laut Banda, Laut Arafura, dan Samudra Indonesia yang dibayangi oleh pulau Irian di bagian Timur dan benua Australia di bagian Selatan, sehingga perubahan iklim dapat terjadi sewaktu waktu.
Tipe iklim berdasarkan klasifikasi agroklimat, kabupaten ini termasuk dalam Zona agroklimat C2 di mana bulan basah terjadi selama5-6 bulan dan bulan kering terjadi selama 4-5 bulan.
Dialiri sungai dan danau yang berair sepanjang tahun tercatat berjumlah 7 buah. Di pulau Kei kecil ada 3 buah sungai yaitu Evu, Semawi, dan Uf, sedangkan di Kei Besar memiliki 4 buah sungai yaitu Holay,Wetuar, Ur, Weduar.
Sementara terdapat 2 buah danau di pulau Kei kecil yaitu danau Ablel dan Wearlaai.
Demografis penduduknya sesuai data Dinas Kependudukan dan Catatan sipil, penduduk Maluku Tenggara pada tahun 2020 adalah berjumlah 121.511 jiwa, yang terdiri dari 60,488 laki-laki dan 61.023 perempuan, yang tersebar di 11 kecamatan dengan kepadatan sebesar 124 jiwa per km persegi.
Jumlah penduduk di kecamatan Kei kecil merupakan yang terbanyak di antara 11 kecamatan yaitu: 33.987 jiwa karena kecamatan ini menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian.
Sedangkan yang mendapatkan distribusi penduduk paling sedikit adalah: kecamatan Kei Besar Selatan Barat dengan Jumlah Penduduk sebesar 3.486 jiwa.
Kajian Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) tentang pemanfaatan energi hijau dalam industri perikanan guna mendukung Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional menguraikan tentang transisi energi merupakan kebutuhan terkait transisi energi dari energi fosil menuju energi hijau yang ramah lingkungan.
Ini demi meningkatkan permintaan energi yang kian besar serta kebutuhan akan kelestarian alam.
Energi menjadi kebutuhan dasar dan menjadi ukuran kemakmuran
Diperhadapkan dengan ancaman krisis energi fosil dan menyusutnya cadangan energi yang diprediksi bahwa minyak akan habis pada 2025, gas 2060 dan batu bara 2090.
Ketergantungan pada energi fosil yang kian menipis dan berdampak pada krisis lingkungan salah satunya adalah emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim.
Kini perubahan iklim telah menjadi isu global yang membutuhkan tindakan bersama untuk mengatasinya sehingga muncul kesepakatan Paris Agreement yakni traktat atau perjanjian internasional tentang mitigasi, adaptasi dan pendanaan perubahan iklim.
Kesepakatan kunci Paris Agreement adalah menahan laju kenaikan suhu rata rata global dibawa 2 derajat Celsius, membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celcius, mengingatkan kemampuan adaptasi terhadap perubahan iklim, dan mendorong ketahanan iklim serta melakukan pembangunan rendah emisi gas rumah kaca, membuat aliran dana yang konsisten dengan arah pembangunan yang rendah emisi dan berketahanan iklim.
Perjanjian ini pun dalam penjelasan Lemhanas akan dievaluasi tiap lima tahun.
Hasilnya, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement menjadi UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang pengesahan Paris Agreement to the United Framewor Convetion of Cimate Change, yang kemudian mengharuskan Indonesia untuk menguraikan serta mengkomunikasikan aksi ketahanan iklim pasca 2020 dan dokumen Nationally Determined Contribusion (NDC) yang diserahkan ke Sekretarian UNFCC.
Dokumen NDC tahun 2022, Indonesia menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca di Indonesia di tahun 20230 sebesar 31,98 persen tanpa syarat atau dengan usaha sendiri dan 43,20 persen bersyarat atau dukungan internasional.
Dengan kebutuhan energi dan upaya pengurangan gas rumah kaca maka transisi energi itu pun digalahkan untuk menjawab kebutuhan energi yang oleh Dewan Energi Indonesia dalam proyeksi menjelaskan permintaan energi Indonesia akan meningkat 5,0 persen per tahun.
Dan tahun 20250 akan mencapai persentase 548,8 milion tonne oil equivalent (MTOE).
Untuk diketahui, 83 persen sumber energi listrik di Indonesia menggunakan energi fosil dan masuk dalam negara penyumbang CO2 teratas di Dunia yang harus bertanggung jawab atas emisi global pada sektor kelistrikan.
Dengan skema energi terbarukan berupa energi hijau sebagai sumber energi listrik yang sesuai hasil pemerataan total potensi energi hijau untuk pembangkit listrik mencapai 3.643 GW dan tersebar merata di seluruh Indonesia, sehingga pemanfaatannya dianggap memiliki nilai penting untuk pemerataan pembangunan di bidang energi.
Di Maluku konsumsi listrik ada pada angka 2,5 persen jauh dari Sulawesi, Kalimantan yang ada pada posisi 4,6 dan 4,5 persen. Maluku dari rasio elektrifikasi ideal masih tertinggal sehingga menghambat pembangunan daerah serta optimalisasi potensi sektor unggulan yakni perikanan.
Manajer Kampanye dan Intervensi Kebijakan Forest Watch Indonesia (FWI) Anggi Putra Prayoga menyampaikan, Transisi energi bisa jadi pemicu baru kerusakan sumber daya alam Indonesia sebab proyeksi deforestasi untuk pemenuhan biomassa sangat besar.
Menurut Anggi, kebijakan transisi energi yang telah dimulai sejak 2014 perlu dievaluasi untuk memastikan bahwa proyek-proyek transisi energi yang dijalankan selama ini betul-betul merupakan energi baru terbarukan.
”Selama ini kita selalu termakan konsep bahwa bioenergi itu sudah pasti energi terbarukan. Semua konsep itu harusnya diuji dalam implementasi di lapangan,” ujarnya.
Secara geografis Maluku berada pada pusat sabuk segitiga emas terumbu karang dunia sehingga kaya sumber daya perikanan yang ada pada wilayah Pengelolaan Perikanan WPP 714 dan WPP 718.
Wikipedia bahasa Indonesia dengan sajian data dari Kementerian Dalam Negeri tahun 2020 mencatat penduduk Langgur berjumlah 12.215 jiwa, dimana laki laki berjumlah 5.911 jiwa dan perempuan berjumlah 6.304 jiwa. Memiliki luas wilayah sekitar 4,54 km2, dengan kepadatan penduduk 2.690,53 jiwa/km2.
Secara astronomi Kabupaten Maluku Tenggara terbentang pada koordinat 5º- 6º Lintang Selatan dan 131º- 133,5º Bujur Timur dan secara geografis, Kabupaten Maluku Tenggara mempunyai batas-batas wilayah sebelah utara dengan Laut Banda dan Provinsi Papua, sebelah selatan dengan Laut Arafura dan Kabupaten MTB, sebelah barat Laut Banda sebelah timur dengan Kabupaten Kepulauan Aru.
Direncanakan PT. PLN (Persero) membangun Pusat Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) berkapasitas 10 MW di Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat(MTB), Namlea Kabupaten Buru, Langgur (Maluku Tenggara) dan Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru.
Rencananya sudah sejak tahun 2016. Hal ini terungkap dalam rapat kerja dengan komisi B DPRD Maluku tanggal 3 September 2016 dimana Tri Haryanto saat itu menjabat selaku Manajer PT. PLN (Persero) Unit Instalasi Pembangkit XIV UPK Pembangkit dan Jaringan Papua-Maluku-2 Ambon.
Dilansir dari Website pln.co.id, potensi sumber energi listrik yang tersedia di Maluku terdiri dari tenaga surya, angin,air, panas bumi, bio energi,arus laut dan gas bumi. Diperkirakan sumber tenaga hybrid mencapai 56 MW dan tersebar di 7 lokasi.
Penjelasan dari situs PLN ini pada tabel Rincian Rencana Pengembangan Pembangkit listrik tahun 2024 dengan proyeksi pengembangan Langgur 2 berkapasitas 10 MW yakni jenis PLTBio yang pengembangannya oleh IPP.
Dia juga menerangkan, hadirnya perusahaan di kawasan Namar dan sekitarnya mesti juga memperhitungkan kondisi dalam kaitan dengan ketersediaan air bersih, karena warga di enam desa juga bergantung pada salah salah satu danau di tengah pulau di Kei Kecil.
“ Ada danau namanya Ablel Ohoi Namar. Danau itu menjadi sumber air bersih untuk warga di Kepulauan Kei Kecil. Danau itu digunakan pihak PDAM dan warga untuk kebutuhan hari hari. Jika nantinya ada investasi perusahaan di lokasi Namar dan sekitarnya persoalan air bersih juga pun harus diperhatikan secara serius.“ tekannya.
Pantuan di kawasan Danau Ablel Ohoi Namar, kawasannya masih terjaga. Hamparan pepohonan dan sekumpulan pohon sagu. Disana telah didirikan instalasi perpipaan milik PDM. Suara mesin terdengar dari kamar mesin untuk memompa air ke kawasan Pulau Kei Kecil, Kota Langgur dan warga di Kecamatan Manyeuw. (**)
Liputan ini didukung oleh Forest Watch Indonesia (FWI), melalui program Forest Watch Journalist Fellowship tahun 2024.