titastory, Mamuju — Ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sulbar Tolak Tambang mengepung kantor Gubernur Sulawesi Barat, Senin, 5 Mei 2025. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes atas diterbitkannya Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk PT Alam Sumber Rezeki (ASR), yang dinilai mengancam pesisir dan muara sungai di wilayah mereka.
Massa aksi berasal dari berbagai desa terdampak, di antaranya Desa Karossa (Mamuju Tengah), Desa Sarassa (Pasangkayu), serta Desa Kalukku Barat dan Beru-Beruh (Mamuju). Mereka mulai berdatangan sejak pukul 10.00 WITA, mengendarai mobil dan sepeda motor, sambil membawa spanduk dan petaka berisi tuntutan pencabutan izin tambang.
Setibanya di lokasi, massa langsung berorasi di depan gerbang kantor Gubernur Sulbar. Namun, gerbang telah dijaga ketat oleh puluhan personel Kepolisian dari Polda Sulbar dan Polres Mamuju. “Kami hanya ingin bertemu langsung dengan Gubernur Suhardi Duka. Ini soal nasib kampung kami,” teriak Zulkarnain, koordinator aksi.
Zulkarnain menegaskan, warga akan bertahan dan bahkan menginap di halaman kantor gubernur jika permintaan mereka untuk bertemu tidak dipenuhi. “Kami memilih pemimpin daerah ini, tapi sekarang sekadar bertemu pun sulit. Apa gunanya demokrasi jika suara rakyat tidak didengar?” katanya lantang.

Setelah tiga jam tanpa tanggapan dari pemerintah, massa mencoba menerobos gerbang. Aksi saling dorong dengan aparat pun terjadi dan berlangsung selama hampir satu jam. Setelah gerbang terbuka, aparat bersenjata lengkap menghadang massa, dibarengi semprotan air dari mobil water cannon milik Polda Sulbar yang sudah bersiaga sejak pagi.
“Kalau pemerintah dari awal mau dengar suara kami, tak mungkin kami datang jauh-jauh begini. Kami bukan penjahat, kami hanya ingin melindungi kampung kami,” ujar Mama Indah, salah satu peserta aksi dari Desa Karossa.
Aksi ini bukan yang pertama. Warga telah berulang kali menyuarakan penolakan melalui berbagai kanal: dari forum di desa hingga Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPRD Provinsi Sulbar, bersama perwakilan PT ASR. Namun suara mereka tak kunjung digubris.
Ironisnya, IUP untuk PT Alam Sumber Rezeki justru diterbitkan pada 21 Maret 2024 oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Barat atas nama Gubernur. Izin ini mencakup kegiatan tambang pasir di Sungai Benggaulu, Desa Karossa—di tengah gelombang penolakan warga.
Sejak saat itu, konflik antara warga dan perusahaan kian memanas. Sebanyak 11 warga dilaporkan ke Polda Sulbar karena terlibat dalam aksi penolakan. Situasi memuncak ketika video pembacokan terkait konflik tambang beredar di media sosial. Menanggapi itu, Gubernur Sulbar Suhardi Duka justru merilis video pendek yang menegaskan bahwa warga tidak boleh menghalangi aktivitas perusahaan yang telah memiliki izin.
Hingga berita ini diturunkan, warga masih bertahan di halaman kantor Gubernur Sulbar. Mereka menegaskan tidak akan meninggalkan lokasi sebelum bertemu langsung dengan Suhardi Duka dan mendengar komitmen pencabutan izin tambang yang mereka anggap merusak ruang hidup mereka.