titastory, Papua – Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) melaporkan bahwa serangan udara yang dilakukan oleh militer Indonesia di Ilaga, Kabupaten Puncak, pada Selasa (6/5/2025), menewaskan satu warga sipil dan melukai satu lainnya. Kedua korban disebut bukan bagian dari kelompok bersenjata.
Dalam siaran pers yang diterbitkan oleh Manajemen Markas Pusat Komnas TPNPB pada 7 Mei 2025, disebutkan bahwa serangan bom dari helikopter dan jet tempur milik TNI dilakukan pada pukul 09.25 WIT, dengan target markas Mayor TPNPB Numbuk Telenggen di Kampung Kelanungin, Distrik Gome. Namun, serangan tersebut diklaim meleset dan menghantam pemukiman warga.
Akibat serangan itu, Deris Kogoya (18), siswa SMP Negeri 1 Ilaga, dinyatakan tewas. Sementara rekannya, Jimmy Waker (Jemi Alom Waker) mengalami luka-luka. Deris dilaporkan telah dikremasi di kampungnya usai kesepakatan dengan pihak keluarga.
“Kami tegaskan bahwa Deris dan Jimmy bukan anggota TPNPB-OPM. Mereka adalah warga sipil. Kami minta militer Indonesia berhenti membunuh orang Papua sembarangan. Jika ingin mencari kami, lakukan dengan cara yang benar,” ujar Mayor Numbuk Telenggen dalam keterangannya.

Juru Bicara TPNPB, Sebby Sambom, juga mengecam tindakan tersebut dan menuding TNI-Polri melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Ia menantang pemerintah Indonesia untuk bertempur langsung di medan perang jika ingin menghadapi TPNPB.
“Jika militer Indonesia ingin melawan kami, silakan hadapi di medan perang. Jangan libatkan warga sipil. Senjata lawan senjata!” tegas Sebby seperti dikutip dari galeri-papua.com.
Manajemen Markas Pusat Komnas TPNPB dalam pernyataannya juga menyerukan kepada Presiden Prabowo Subianto dan Panglima TNI untuk segera menghentikan penggunaan bom dan roket di luar wilayah perang. Mereka menilai, pendekatan semacam itu hanya akan memperbesar korban dari kalangan masyarakat sipil.
“Ini adalah laporan resmi langsung dari lapangan, dikirim oleh Mayor Numbuk Telenggen dari Ilaga, Papua,” tulis siaran pers tersebut, yang disebarkan kepada media sebagai bentuk pengaduan terhadap insiden 6 Mei 2025 itu.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak militer Indonesia terkait klaim tersebut.