Suara Rakyat Desa Bobo: Tolak PT IMS, Pertahankan Lingkungan Hidup

28/04/2025
gambar udara kawasan permukiman warga Desa Bobo, di Pulau Obi Halmahera Selatan. Foto: Jatam

titastory, Halmahera Selatan — Warga Desa Bobo, Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, menyatakan penolakan total terhadap kehadiran PT Intim Mining Sentosa (IMS). Perusahaan tambang nikel ini mengantongi konsesi seluas 3.185 hektare di wilayah mereka.

Masyarakat Desa Bobo menyerukan kepada pemerintah pusat dan daerah untuk menghormati hak-hak masyarakat lokal, menghentikan seluruh aktivitas paksa pertambangan, dan memastikan masa depan ruang hidup mereka tetap lestari. Foto: Ist

Penolakan ini mencuat setelah PT IMS menggelar pertemuan tertutup di sebuah hotel di Ternate, Kamis (24/4/2025), bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Inspektur Tambang Maluku Utara, serta Kepala Desa Fluk dan Kepala Desa Bobo. Pertemuan itu dilaksanakan tanpa pemberitahuan atau konsultasi yang layak kepada masyarakat Desa Bobo.

Warga menilai praktik ini mencerminkan pengabaian prinsip partisipasi publik dan melanggengkan pola negara-korporasi yang kerap menempatkan masyarakat lokal sebagai korban.

Sejumlah alat berat milik PT IMS ditarik keluar dari camp perusahaan usai aksi protes warga. foto: warga Bobo

Klaim Pertambangan Ramah Lingkungan Ditolak

Dalam pertemuan tersebut, PT IMS mengklaim akan menerapkan praktik pertambangan yang “bertanggung jawab” dan telah melengkapi seluruh dokumen perizinan, termasuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).

Namun, masyarakat Desa Bobo bersama Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Maluku Utara menegaskan penolakan mereka dengan sejumlah alasan:

  1. Menolak Pertambangan yang Merusak Sosial dan Ekologi
    Warga menyebut operasi tambang selalu berujung pada kerusakan hutan, pencemaran sungai dan laut, hilangnya kebun rakyat, serta memburuknya kesehatan masyarakat. Klaim pertambangan ramah lingkungan dianggap sebagai ilusi untuk mengelabui publik.
  2. Tambang Tidak Membawa Kesejahteraan
    Pulau Obi dan Maluku Utara telah lama menjadi saksi bahwa kehadiran tambang hanya memperparah kemiskinan. Penghidupan tradisional warga—seperti berkebun dan melaut—hancur, sementara keuntungan hanya dinikmati segelintir elit.
  3. Persoalan Bukan Sekadar Administrasi
    Warga menolak pendekatan yang menyederhanakan pertambangan sebagai urusan dokumen izin semata. Hak atas tanah, air, udara bersih, dan masa depan generasi tidak bisa dipertukarkan dengan selembar izin legal.
  4. Tuntutan Atas Lingkungan Hidup yang Bersih dan Lestari
    Penolakan warga didasari hak fundamental yang dijamin Konstitusi untuk hidup di lingkungan yang sehat dan layak.
  5. Belajar dari Luka Kawasi
    Warga mengingat tragedi ekologis dan sosial di Kawasi, Pulau Obi, sebagai contoh nyata kehancuran akibat industri nikel. Mereka menegaskan tidak ingin menjadi korban berikutnya.
Peta PT Intim Mining Sentosa. Foto: Ist

Desakan Kepada Pemerintah

Masyarakat Desa Bobo menyerukan kepada pemerintah pusat dan daerah untuk menghormati hak-hak masyarakat lokal, menghentikan seluruh aktivitas paksa pertambangan, dan memastikan masa depan ruang hidup mereka tetap lestari.

“Penolakan ini bersifat total, tanpa syarat, dan tidak dapat dinegosiasikan,” tegas warga dalam pernyataan sikap resmi.

Masyarakat Desa Bobo menyerukan kepada pemerintah pusat dan daerah untuk menghormati hak-hak masyarakat lokal, menghentikan seluruh aktivitas paksa pertambangan, dan memastikan masa depan ruang hidup mereka tetap lestari. Foto: Ist
error: Content is protected !!