titastory.id,ambon – Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku mengalami perlambatan pada triwulan II 2024 dari 5,41 pada capaian triwulan sebelumnya menjadi hanya 3.12 persen sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS). Meski demikian kondisi tersebut tidak mempengaruhi kinerja sektor jasa keuangan di Maluku yang tingkat resikonya masih dapat dikendalikan di tengah perlambatan ekonomi.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Maluku, Andi M. Yusuf dalam agenda OJK Maluku Bastori di hadapan wartawan pada sesi penyampaian informasi terkait perkembangan dan kebijakan sektor jasa keuangan di Kantor OJK Provinsi Maluku, Senin (12/08/2024) mengatakan, kendati mengalami perlambatan namun sektor jasa keuangan masih terjaga stabil.
Menurutnya kestabilan itu tercermin dari penyaluran kredit perbankan di Provinsi Maluku sebesar Rp 23,01 triliun dengan pertumbuhan 7,25 persen dari tahun ke tahun.
Dijelaskan, sesuai jenis penggunaan, kredit investasi tumbuh tertinggi sebesar 36,12 persen, sementara nominal terbesar ada pada kredit konsumsi mencapai Rp15.86 triliun dengan porsi 68,95 persen.
“Pertumbuhan ekonomi di Maluku triwulan I relatif tumbuh di atas angka nasional yaitu 5.41 persen namun di triwulan II alami perlambatan di angka 3,12 persen,” ucapnya.
Dijelaskan, berdasarkan data OJK, pertumbuhan ekonomi tertinggi triwulan II tahun 2024 ada di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) angka yang dicapai adalah 24.9 persen, Kota Ambon berada pada angka 4,5 persen, Kabupaten Maluku Tengah 4.4 persen, Kota Tual sebesar 5.8 persen dan terendah di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) hanya mencapai 3.9 persen.
Yusuf menjelaskan, kontribusi terbesar yang mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku berasal dari distribusi sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 23,05 persen, sektor administrasi pemerintahan sebesar 22.18 persen, perdagangan mencapai 13,93 persen, konstruksi 7,80 persen serta kontribusi dari sektor lainnya.
“Ternyata sektor pertanian, perikanan, administrasi pemerintah dan perdagangan menjadi sumbangsih dominan yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Maluku” jelas Yusuf.
Dia melanjutkan, kinerja OJK menghasilkan dampak positif sehingga perlambatan pertumbuhan ekonomi tidak mempengaruhi kualitas kredit dengan rasio NPL Gross sebesar 2,52 persen. Artinya, resiko pinjaman gagal bayar menunjukkan tren penurunan sebesar 6,35 persen dari triwulan II 2023 sebesar 16,73 persen.
Dimana total penyaluran kredit perbankan lebih tinggi jika dibandingkan dengan total penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tercatat sebesar Rp 18,37 trilliun, sehingga indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan di Maluku mencapai 105,16 persen.
Katanya, hal dimaksud dipengaruhi oleh relatif baiknya permintaan kredit di Maluku, terutama pada sektor UMKM yang mengalami pertumbuhan double digit 10 persen dari tahun ke tahun. Penyaluran kredit UMKM tersebut ditopang oleh realisasi KUR Semester I 2024 di Maluku yang menyasar 12.200 pelaku UMKM dengan capaian nominal Rp558,07 miliar atau 54,67 persen dari target penyaluran KUR di Maluku tahun 2024 yang sebesar Rp 1,02 triliun.
“Namun penyaluran kredit UMKM Maluku masih terkonsentrasi di Kota Ambon dan Maluku Tengah. Kedepannya perlu upaya untuk mendorong penyaluran kredit pada kabupaten kota lainnya yang penyaluran kredit UMKM-nya masih rendah” ungkapnya.
Disamping itu, lanjutnya, perusahaan pembiayaan dan Fintech P2P juga mengalami pertumbuhan, yang awalnya sebesar Rp250,48 miliar atau 21,27 persen menjadi Rp1,43 triliun yang didominasi pada sektor Perdagangan Besar mencapai Rp233,00 miliar (16,32 persen), Bukan Lapangan Usaha Lainnya sebesar Rp224,39 miliar (15,72 persen) serta Pertambangan dan Penggalian sebesar Rp131,40 miliar (9,20 persen) dengan rasio non performing financing yang terjaga di angka 1,23 persen. (TS-04)
Discussion about this post