Serangan Brutal di Negeri Masihulan: Rumah Dibakar, Bom dan Senjata Api Digunakan, Diduga Ada Pembiaran Aparat
titastory, Seram Utara – Sebuah serangan bersenjata yang brutal mengguncang Negeri Masihulan, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, pada awal April 2025. Puluhan rumah dibakar, fasilitas umum dihancurkan, dan trauma menyelimuti warga. Aparat keamanan dinilai terlambat hadir, sementara massa penyerang dari Negeri Sawai diduga membawa senjata api, bom, hingga peluncur proyektil.
Peristiwa ini resmi dilaporkan ke Polres Maluku Tengah oleh Kepala Pemerintahan Negeri Administrasi Masihulan, Yundri Patalatu, pada Senin, 26 Mei 2025. Dalam laporannya, ia membeberkan kronologi, dampak, dan tuntutan warga terhadap pelaku yang disebut telah melanggar hukum berat.
Laporan tersebut mencakup penggunaan senjata tajam, gas air mata, hingga dugaan penggunaan bom dan peluncur oleh sekelompok massa yang diduga berasal dari Negeri Sawai.
Awal Mula Konflik
Menurut keterangan sejumlah saksi, dalam laporan in menyebutkan, insiden bermula pada 3 April 2025 sekitar pukul 08.00 WIT. Seorang warga Masihulan, Nikanor Samasal, yang melintas di pertigaan Negeri Sawai dan Dusun Rumah Olat, dicegat dan nyaris ditebas dengan parang oleh pria tak dikenal yang menutupi wajahnya. Nikanor melarikan diri ke Dusun Rumah Olat, sebelum kembali ke Masihulan.
Sekitar satu jam kemudian, warga Masihulan diserang oleh sekelompok massa yang diduga berasal dari Negeri Sawai. Jumlah mereka jauh lebih besar dari warga Masihulan yang mencoba bertahan. Saat mundur, warga justru dihujani tembakan gas air mata.
“Warga kami diserang dan mencoba bertahan. Tapi karena jumlah massa sangat besar, warga mundur dan malah ditembaki gas air mata,” kata Yundri Patalatu.
Puncak serangan terjadi sekitar pukul 13.00 WIT, saat massa memasuki Masihulan dan membakar sejumlah bangunan.Meskipun aparat keamanan TNI-Polri berada di lokasi, mereka kesulitan mengendalikan situasi. Massa akhirnya mundur ke Negeri Sawai sekitar pukul 17.00 WIT.

Ledakan, Pembakaran, dan Kepanikan
Sekitar pukul 13.00 WIT, serangan meningkat. Massa penyerang mulai membakar rumah warga. Suara rentetan tembakan, ledakan bom, dan peluncur proyektil menggema di dalam Negeri Masihulan. Satu per satu rumah dan fasilitas publik dilalap api. Warga panik dan melarikan diri. Sore harinya, sekitar pukul 17.00 WIT, massa kembali ke Negeri Sawai.
“Jumlah aparat saat kejadian tidak sebanding. Kami merasa seperti dibiarkan begitu saja,” ujar Yundri.
Aparat keamanan baru tiba beberapa jam setelah massa mundur.
Akibat penyerangan tersebut, sebanyak 64 unit rumah warga, satu gereja lama, 31 unit sepeda motor, empat kios, satu sekolah dasar, rumah dinas guru, pastori, dan sekretariat ekowisata mengalami kerusakan atau terbakar.
Tidak ada laporan korban jiwa, namun banyak warga mengalami trauma, terutama anak-anak, perempuan, dan lansia.

Seruan Penegakan Hukum
Yundri menyebut serangan ini terstruktur dan diduga direncanakan. Mobilisasi massa, penggunaan senjata api dan bahan peledak, serta pembiaran oleh pihak yang seharusnya mencegah menjadi alasan warga mendesak proses hukum segera dilakukan.
“Ini bukan sekadar bentrokan biasa. Ada unsur pelanggaran UU Darurat karena penggunaan senjata dan bahan peledak oleh warga sipil,” ujarnya.
Dalam laporannya, Yundri menuntut:
- Polisi memproses pelaku pembakaran dan penyerangan berdasarkan bukti foto/video.
- Menindak sopir dan pemilik kendaraan yang mengangkut massa penyerang.
- Memeriksa Pemerintah Negeri Sawai yang diduga mengetahui dan tidak mencegah penyerangan.
- Menyelidiki pemilik senjata ilegal, bom, dan peluncur proyektil.
- Melakukan swiping di Negeri Sawai untuk memastikan tidak ada senjata ilegal beredar.
Patalatu menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap pelaku dan pihak yang membantu aksi penyerangan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Warga butuh keadilan. Kami minta aparat hukum bertindak cepat dan tegas,” tegasnya.
Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari aparat kepolisian terkait perkembangan penyelidikan kasus ini.