KPH Aru Bungkam Soal Pembalakan Liar di Hutan Produksi

30/04/2025

titastory, Kepulauan Aru – Aktivitas pembalakan liar kembali mencuat di wilayah hutan produksi yang dikonversi (HPK) di Desa Lau-Lau, Kecamatan Pulau-Pulau Aru. Warga menyebut, ratusan batang kayu ditebang dan ditarik keluar dari hutan menuju muara Sungai Sely Mar untuk kemudian dikapalkan ke Kota Dobo.

Ironisnya, otoritas kehutanan setempat, yakni Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) UPTD Kehutanan Aru, tampak tak bergeming. Laporan warga tak segera ditindaklanjuti. Kepala KPH Aru, Deny Dumgair, ketika dihubungi via WhatsApp, Rabu (30/4/2025), justru mengaku belum mengetahui aktivitas terkini di lokasi yang dimaksud.

“Saya pernah ke lokasi itu dua tahun lalu bersama pemilik petuanan, saat itu belum ada aktivitas,” ujar Deny singkat.

Rel pemuatan kayu dari dalam hutan menuju muara Labuan/Sely Mar, di desa Lau-Lau, Kecamatan Pulau-Pulau Aru, Juli 2023. Foto: Istimewa

Deny membenarkan bahwa lokasi yang dimaksud berada di sekitar Sungai Sely Mar. Ia menyebut bahwa sebelumnya memang pernah ada izin penebangan di wilayah tersebut, namun izinnya sudah lama habis. Saat ditanya soal pengawasan dan tindak lanjut terkini, Deny memilih bungkam.

Deny Dumgair selaku Kepala KPH UTPD Kehutanan Aru ketika diwawancarai oleh wartawan titastory, pada September 2024. Foto: Johan/titastory.

Izin Dipertanyakan, Kayu Tetap Mengalir

Sementara itu, pemilik UD Sinar Kasih, Bob Gaspers, mengklaim bahwa perusahaannya bersama UD Petra memiliki izin dari Pemerintah Provinsi Maluku untuk melakukan penebangan kayu di Desa Lau-Lau. Namun menurutnya, penebangan dilakukan di areal penggunaan lain (APL), bukan kawasan hutan produksi.

“Katong punya izin dari provinsi, lokasinya di APL. Mungkin cuma beta dan Buce (pemilik UD Petra) yang kerja di situ,” ujar Bob kepada titastory.id.

Bob juga mengakui bahwa izin produksi menggunakan nama UD Petra, sementara sawmill (penggergajian) yang mereka miliki digunakan bersama. Ia menyebut keduanya kerap “patungan” untuk membayar pajak sebelum memulai produksi.

Namun informasi yang disampaikan warga bertolak belakang. Aktivitas penebangan yang dilaporkan berada jauh dari APL dan diduga kuat masuk ke kawasan HPK. Kayu-kayu yang telah ditebang diangkut menggunakan rel darurat menuju sungai, lalu dikirim keluar.

Tangkapan layar aplikasi Forest Watcher pada kawasan APL di desa Lau-Lau dan Desa Gorar, Pulau-Pulau Aru.

Lemahnya Pengawasan, Potensi Kerugian Negara

Minimnya pengawasan dan respon lembaga kehutanan memperbesar dugaan adanya pembiaran terhadap aktivitas ilegal ini. Padahal kawasan HPK merupakan bagian dari kawasan hutan negara yang tidak bisa diakses sembarangan tanpa izin konversi resmi.

“Kalau benar dilakukan di luar APL, ini bukan cuma pelanggaran administratif, tapi bisa masuk kategori kejahatan kehutanan,” ujar salah satu aktivis lingkungan di Dobo yang meminta namanya tidak disebutkan.

Ia menyayangkan sikap diam Dinas Kehutanan Provinsi Maluku dan lemahnya fungsi KPH di tingkat tapak. “Jangan sampai institusi yang seharusnya menjaga hutan justru menjadi penonton ketika sumber daya kayu digerus habis,” tegasnya.

Penulis: Johan Djamanmona
error: Content is protected !!