titastory, Sorong, Papua Barat — Ratusan pemuda, mahasiswa, dan tokoh Gereja Kristen Injili (GKI) melangsungkan aksi damai di Kota Sorong, Selasa (10/6/2025), menolak aktivitas pertambangan nikel di kawasan Raja Ampat. Mereka juga menyerukan perlindungan terhadap lahan adat dan ekosistem laut.
Pendeta Jeane Haurisa Fonataba, Ketua Klasis GKI di Sorong, hadir dan mengungkapkan komitmen gereja. “Aku mengaku mengusahakan dan memelihara Tanah Papua sebagai alam ciptaan Allah bagi kesejahteraan, keadilan, dan kebahagian umat manusia,” seru Fonataba saat orasi di halaman kantor Gubernur Papua Barat, Elysa Kambu. Ia kemudian menegaskan dukungan lemburnya kepada masyarakat lokal lewat tagar #SaveRajaAmpat,https://www.kompasiana.com/syarwanedy/68406c41c925c440df237c62/saverajaampat-menyelamatkan-surga-laut-dari-ancaman-keserakahan

Momentum aksi ini juga merupakan lanjutan rangkaian protes terhadap tambang, termasuk unjuk rasa saat Konferensi Mineral di Jakarta awal Juni 2025, yang melibatkan Greenpeace dan pemuda Papua. Mereka menyoroti hilirisasi sebagai narasi yang menyebabkan kerusakan ekologis dan sosial.
Tuntutan Aksi #SaveRajaAmpat
Dalam Aksi ini massa menuntut Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden Prabowo dan jajarannya kementerian terkait untuk mencabut semua Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat. Selain itu mereka juga menuntut agar menghentikan operasi tambang—termasuk milik PT Gag Nikel yang masih beroperasi dekat kawasan geopark.
“Lindungi hak masyarakat adat dan tanah adat mereka. Tolak rencana sawit besar-besaran di tanah Papua Barat,” kata para demonstran
Kebijakan Pemerintah
Menanggapi aksi ini, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa pemerintah telah mencabut empat izin tambang di Raja Ampat—PT Nurham, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond.
Sementara izin PT Gag Nikel tetap berlaku karena lokasinya berada di luar geopark, meski aktivitasnya dihentikan sementara untuk dilakukan evaluasi dan pengawasan ketat. https://www.antaranews.com/berita/4889153/pt-gag-diizinkan-melanjutkan-operasi-karena-di-luar-kawasan-geopark, greenpeace.org,reuters.com,theaustralian.com.au
Menurut Greenpeace dan aktivis lokal, sekitar 500 ha hutan tropis telah dibuka di beberapa pulau kecil seperti Gag, Kawe dan Manuran—yang berdampak serius pada terumbu karang Raja Ampat.en.wikipedia.org,theaustralian.com.au,
Respons Gereja dan Pemuda
Aksi di Sorong menunjukkan sinergi antara suara agama, pemuda, dan masyarakat adat dalam menentang eksploitasi ekologis yang disinyalir bagian dari monopoli modal. Pendeta Jeane Haurisa menegaskan bahwa gereja berdiri bersama masyarakat untuk generasi mendatang:
“Raja Ampat harus terbebas dari eksploitasi yang berlebihan… untuk Papua dan Raja Ampat, 20 sampai 50 tahun yang akan datang.”
Aksi ini juga mendapat sorotan ketika MenESDM Bahlil tiba dan memilih keluar lewat pintu belakang Bandara Sorong, untuk menghindari massa aksi yang menanyakan langsung komitmennya. indoleft.org
Aksi #SaveRajaAmpat mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk lebih serius melindungi keberlanjutan ekologi dan hak masyarakat adat di Papua. Revokasi empat izin tambang dinilai sebagai langkah awal, namun publik menuntut penghentian total eksploitasi, pengakuan hak adat, serta pelibatan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.
Penulis: Johan Djamanmona