Titastory.id, Ambon – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik atas Wawan Kurniawan eks Komisioner KPU Kota Tual yang kini menjabat sebagai Komisioner KPU Provinsi Maluku di Kantor Bawaslu Provinsi Maluku, Kamis (8/08/2024).
Selain Wawan Kurniawan, Ketua dan dua Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Tual juga ikut terseret dalam aduan yang dilayangkan Sudin Narwawan dalam kapasitasnya sebagai calon anggota DPRD Kota Tual Dapil 2 dari Partai Hanura.
Diketahui, empat orang ini diadukan Sudin ke DKPP atas dugaan pelanggaran kode etik pada pemilihan calon legislatif (Pileg) DPRD Kota Tual yang digelar 14 Februari lalu.
Sidang pemeriksaan yang berlangsung hampir empat jam dimulai sejak pukul 09:00 WIT tersebut mengungkap sejumlah fakta dan peristiwa atas dugaan pelanggaran etika penyelenggara khusus pada tahapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara (RHPPS) oleh KPU dan Bawaslu Kota Tual.
Dalam hal ini Majelis DKPP menyelidiki keterlibatan Wawan Kurniawan (Teradu I) atas adanya pembuatan dan penandatanganan Form Model D Kejadian Khusus diluar prosedur RHPPS.
Sementara itu, Bawaslu Kota Tual yakni Ketua Bawaslu Moh. Sofyan Rahayaan (Teradu II) dan dua Komisioner lainnya yaitu M.Thaher Jamco dan Habel Nixon Songjanan (Teradu III dan IV) diadukan ke DKPP karena telah menghentikan laporan Sudin terhadap Wawan Kurniawan dengan alasan tidak adanya bukti yang mengarah pada tindak pidana pemilu.
Rustam Herman, kuasa hukum Sudin sebagai Pengadu dalam sidang kode etik ini menyampaikan dalam pokok aduannya kepada Majelis DKPP bahwa pada tanggal 3 Maret, Wawan Kurniawan bersama Asri Sirvev yang saat itu menjabat sebagai Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Kur Selatan mengadakan pertemuan di kantor KPU Kota Tual, sebuah pertemuan yang dilaksanakan diluar jadwal pentahapan dan mekanisme formal KPU.
Pertemuan diluar jadwal itu turut dihadiri salah satu calon anggota legislatif DPRD Dapil 2 Kota Tual, Alfian Rumadan asal Partai Hanura. Terindikasi, dalam pertemuan “gelap” tersebut lahirlah satu dokumen rekayasa, sebab prosesnya tanpa sepengetahuan pihak Bawaslu, termasuk Pengadu dan sejumlah pihak yang berkompeten untuk mengetahui jenjang dan proses pentahapan pemilu.
Sehingga Pengadu menduga, hasil pertemuan “gelap” tersebut adalah cikal bakal terbitnya lembar Form Model D Kejadian Khusus yang dimunculkan tidak sesuai prosedur bahkan diduga kuat disetujui dan disaksikan Wawan Kurniawan.
“Tindakan yang dibuat berupa melahirkan dokumen D Kejadian Khusus diluar dari prosedur dan tahapan sesuai jadwal Pleno memiliki dampak pada pelanggaran kode etik penyelenggara, tentu hal itu merugikan prinsipal saya,” ucap Rustam.
Dia juga menduga, adanya konspirasi sehingga dokumen hasil rekayasa tersebut diselundupkan saat dilaksanakannya Rapat Pleno Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di tingkat KPU Kota Tual tanggal 6 Maret, serta luput dari pengawasan Bawaslu Kota Tual.
“Sayangnya peristiwa ini turut dibiarkan oleh teradu II, III dan IV dari pihak Bawaslu yang hadir mengawasi jalannya proses rekapitulasi” jelasnya.
Ironisnya, lanjut Rustam, dokumen Model D Kejadian Khusus yang dibuat diluar mekanisme pada 3 Maret itu dimanfaatkan Asri Sirvev untuk melakukan perubahan data perolehan jumlah suara pada Form D Hasil Kecamatan Kur Selatan tanggal 29 Februari 2024 saat proses Rekapitulasi di tingkat KPU Kota Tual, sehingga berdampak pada perubahan jumlah perolehan suara prinsipalnya yang semula sebanyak 182 suara turun menjadi 144 suara.
“Hasil rekayasa dokumen itu kemudian mengakibatkan berkurangnya perolehan suara dari Kecamatan Kur Selatan yang awalnya tertulis berjumlah 182 dirubah menjadi 144 suara “ papar Rustam.
Bantah Merekayasa
Sementara itu, Wawan Kurniawan sebagai Teradu I menolak seluruh tudingan Pengadu yang mengaitkan keterlibatan dirinya dalam menerbitkan dokumen hasil rekayasa yang nyata-nyata cacat administratif dan prosedur tersebut. Wawan menyatakan dalil aduan yang dilontarkan pihak Pengadu tidak utuh dan tidak jujur.
Di ruang sidang etik DKPP dirinya menjelaskan tentang peristiwanya. Dia pun menceritakan bahwa ada lima orang anggota PPK Kecamatan Kur Selatan yang meneleponnya dan menyampaikan tentang adanya pergeseran suara antar Caleg.
Menurutnya peristiwa pergeseran suara sesuai pengakuan pihak PPK pada saat itu disebabkan oleh kondisi wilayah yang tidak memiliki sinyal (blank spot) dan jaringan listrik yang memadai hingga tidak dapat mencetak formulir D Hasil perhitungan dari Kecamatan Kur Selatan.
“Ada peristiwa yang sangat luar biasa di Pulau-Pulau pada saat itu, peristiwanya ketika mereka tidak dapat melakukan penggandaan terhadap Form D, salinan yang diberikan kepada saksi itu hanya satu lembar karena disana tidak memiliki fasilitas yang cukup untuk pendistribusian. Nanti setelah PPK sampai di Kota Tual baru mereka secara teknis mendistribusikan itu baru diketahui para Caleg yang lain bahwa ternyata ada perubahan yang dilakukan,” timpalnya di ruang sidang DKPP.
Dia pun berpendapat, apa yang dilakukan anggota PPK pada saat itu adalah sebuah kejujuran dan dapat dibuktikan.
“Saya juga menyaksikan hal tersebut dan saya membenarkan hal tersebut untuk mengembalikan hak dari para Caleg,” tegasnya.
Disisi lain, Asri Sirvev eks Ketua PPK Kur Selatan sebagai saksi fakta yang hadir secara virtual melalui aplikasi Zoom membenarkan adanya pembuatan Form D Kejadian Khusus dan/atau Keberatan Saksi KPU tanggal 3 Maret diluar jadwal Pleno.
“Siap pimpinan” responnya membenarkan pernyataan ketika dikonfrontir Subair, Anggota Majelis DKPP dari unsur Bawaslu.
Tak hanya disitu, Subair pun melontarkan pertanyaan lebih lanjut terkait mekanisme administrasi pemilu.
“Saudara tahu tidak kalau dokumen ini harusnya hanya boleh dibuat pada saat proses Pleno di tingkat PPK?”,
“Tahu pimpinan” jawab Asri.
“Itu dikonsultasikan ke pimpinan setingkat diatasnya tidak?”
“Konsultasi pimpinan”, ungkap Asri
“Kepada siapa waktu itu dikonsultasikan?” tanya Subair lagi
“Pak Wawan pimpinan” ungkap Asri.
Subair masih melontarkan pertanyaan.
“Siapa yang waktu itu yang menjadi Ketua Sidang?”
“Pada saat menjadi pimpinan sidang Pak Rifai pimpinan” akui Asri.
“Saudara menyampaikan kepada Ketua Sidang bahwa formulir keberatan dari Pak Alfian Rumadan itu dibuat diluar mekanisme Pleno?,” tanya Subair untuk meyakinkan.
”Tidak pimpinan saya hanya membacakan tapi tidak menyampaikan bahwa form keberatan itu dilakukan diluar forum Pleno pimpinan” tutur Arsi.
“Menurut saudara, Pimpinan KPU Kota Tual tahu kalau itu dibuat diluar Pleno?,” lanjut Subair menginterogasi Arsi.
“Kalau itu saya kurang tahu pimpinan yang saya tahu itu hanya salah satu anggota yaitu Pak Wawan pada saat itu yang sama-sama pimpinan” ungkap Asri apa adanya.
Cela Pelanggaran Kode Etik
Selain Subair yang mengejar kejujuran para saksi, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Ketua Majelis juga menekankan kepada para saksi senantiasa agar memberikan keterangan yang sebenarnya.
“Ini perkara yang sangat penting ya, jadi pelanggaran berat itu adalah kalau ada orang mengubah suara dengan cara yang tidak sah” tegasnya.
Terkait angka perolehan suara pihak Pengadu saat rekapitulasi di tingkat Kecamatan Kur Selatan, “Apakah jumlahnya 182 atau 144? Dan siapa yang melakukan perubahannya?” Tanya Ketua Majelis saat menengahi perbedaan pendapat antara saksi Asri dan Husein Alkatiri.
Menurutnya tidaklah mungkin perolehan suara Pengadu di sistem itu berubah sendiri. Kecuali saat rekap di Kecamatan hasilnya tidak di print dan hanya dicatat secara manual sehingga, kata I Dewa penting untuk memastikan jumlah perolehan suara Pengadu di tingkat Kecamatan Kur Selatan.
Sementara itu, Husein Alkatiri yang merupakan salah satu anggota PPK Kur Selatan juga telah memberikan kesaksiannya terkait jumlah perolehan suara yang diperoleh Pengadu dalam sidang tersebut.
Husein mengungkap dalam Form D Hasil Kecamatan Kur Selatan yang digandakan saat berada di Kota Tual, suara yang terkonfirmasi milik Pengadu adalah 182 suara, namun berubah pada jumlah 144 suara.
“Digandakan saja pimpinan, terkonfirmasi nilai yang diperoleh Pak Sudin itu 182 itu hasil daripada penggandaan namun sebenarnya kan 144” akuinya.
Disinggung soal PPK Kur Selatan yang melakukan tindakan diluar prosedur, Wawan Kurniawan saat diwawancarai terpisah pasca sidang kode etik mengatakan langkah yang dilakukan oleh Asri dan rekan-rekannya untuk mengambil inisiatif menerbitkan keberatan itu akibat dari adanya kelalaian mereka pada saat mereka menerbitkan Berita Acara.
“Ternyata hasil perolehan suara itu tidak sesuai dengan Formulir C salinan yang diperoleh oleh saksi Parpol di tingkat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di KPU Kota Tual,” katanya.
Dijelaskan, berpatokan pada tata cara pelaksanaan sesuai Peraturan KPU Nomor 5 tahun 2024 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum telah diatur dalam Pasal 10 sampai pada Pasal 25 PKPU Nomor 5/2024.
“Pasal 24 itu PPK melakukan salah penafsiran bahwa ketika terjadi keberatan dari saksi terkait dengan angka-angka maka seketika itu dilakukan perubahan, sementara secara prosedur itu tidak dijelaskan lebih rigid apakah itu dilaksanakan di ruang Pleno ataukah ketika PPK melakukan kesalahan itu” paparnya.
Tak hanya itu, menurut Wawan, Majelis sidang kode etik juga perlu mempertimbangkan situasi yang mengancam jiwa dan keselamatan anggota PPK karena pada saat itu terjadi kerusuhan hingga pengeboman sebagai imbas dari adanya perubahan suara antar Caleg.
“Karena mereka mendapatkan satu peristiwa yang sangat luar biasa berupa tekanan, hingga ancaman intimidasi dan anggota PPK Dulah Utara juga kena imbas, diancam untuk dibunuh pada saat itu karena memang mereka sudah lakukan pengeboman terhadap teman-teman PPK Dulah Utara yang membuat saya harus pergi mengevakuasi mereka” pungkasnya.
Disisi lain, Rustam Herman saat ditemui titastory.id mengatakan dalil bantahan Wawan di forum sidang pemeriksaan kode etik hanyalah bersifat asumsi belaka. Rustam menilai eks anggota KPU Kota Tual tersebut terkesan seperti tidak memahami mekanisme aturan yang menjadi acuan kinerja mereka.
“Kalau misalnya terjadi selisih jumlah perolehan suara antar Caleg, sesuai dengan ketentuan aturan mestinya tindakan yang perlu dilakukan oleh saudara Wawan pada saat itu adalah menyarankan kepada PPK berkoordinasi dengan pihak Panwascam lalu kemudian berkoordinasi dengan Bawaslu untuk mencocokkan data yang ada sehingga nanti pada saat Rapat Pleno di tanggal 6 Maret itu pihak Bawaslu atau Panwascamlah yang menyampaikan ada keadaan demikian yang perlu diperbaiki” terang Rustam.
Ketua Young Lawyers Committee (YLC) di DPC Peradi Ambon ini juga menjelaskan berdasarkan ketentuan, koreksi atau perubahan dokumen hanya diperbolehkan pada saat proses Pleno bukan diluar dari proses Pleno, “Apalagi dilakukan dengan cara mengada-adakan dokumen keberatan sebagai siasat untuk melakukan perubahan hasil suara saat Pleno di tingkat KPU Kota Tual, apa maksudnya?,” responnya.
Tentu disana bisa disimpulkan ada tujuan lain, kata dia, yang mengarah kepada kepentingan orang atau kelompok tertentu apalagi yang dilibatkan hanya saudara Alfian Rumadan yang mendapat keuntungan dari proses yang tidak prosedural ini. (TS-04)
Discussion about this post