titastory, Halmahera Timur – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Halmahera Timur (Haltim) 2024 menyisakan kontroversi besar. Ubaid Yakub dan Anjas Taher, petahana yang berhasil memenangkan suara dengan 58,91 persen dalam Pilkada 27 November lalu, diduga terlibat dalam praktik pelanggaran Pemilu secara terstruktur, sistematis, dan massif (TSM). Ini mencakup keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dipaksa terlibat dalam kampanye hingga pemecatan para tenaga honorer yang dianggap mendukung pesaing.
Kontestasi Pilkada yang semula diharapkan berjalan lancar ini justru diwarnai dengan intensitas intimidasi terhadap para ASN. Sejumlah pegawai pemerintah diduga menjadi korban pemecatan dan mutasi hanya karena perbedaan pilihan politik. Tidak hanya ASN, tenaga honorer yang seharusnya fokus pada pekerjaan di sekolah-sekolah dan instansi lain juga terancam dipecat karena dianggap mendukung pasangan calon (Paslon) yang berbeda dari yang didukung oleh para pejabat setempat.
Kisah Hadija, tenaga honorer di SD Negeri Fayaul, Kecamatan Wasile Selatan, menjadi gambaran nyata dari praktik ini. Pada 14 November 2024, setelah beberapa hari absen untuk merawat anaknya yang sakit, Hadija tiba di sekolah, hanya untuk dihadapkan dengan kenyataan pahit. Kepala Sekolah, Komplianus Lemong Tjina, yang juga seorang ASN, mendatangi Hadija di ruang kelas dan menyampaikan pesan dari tim salah satu Paslon yang menuntut pemberhentian Hadija karena dicurigai mendukung Paslon lain.
“Daripada nanti dengar orang, lebih baik saya kasih tahu langsung. Tim sudah mendesak kepala sekolah untuk memberhentikan saya,” ujar Hadija, yang terpaksa menerima keputusan tersebut meski tidak merasa bersalah.
Namun, Hadija tak tinggal diam. Ia melaporkan kasus intimidasi tersebut ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwascam) pada 15 November 2024. Namun, laporan itu tak dapat dilanjutkan karena tidak ada saksi yang bersedia memberikan keterangan. Sebagian besar rekan Hadija, yang juga berstatus PNS, merasa takut untuk menjadi saksi.
Padahal, Peraturan Pemerintah tentang ASN jelas melarang keterlibatan pegawai negeri dalam politik praktis, termasuk kampanye untuk Paslon tertentu. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa intimidasi terhadap ASN dan honorer semakin marak, terutama sejak Ubaid Yakub dan Anjas Taher menjabat sebagai Bupati dan Wakil Bupati pada 2019. Ribuan tenaga honorer dilaporkan dipecat tanpa alasan yang jelas, sementara ASN yang dianggap tidak mengikuti instruksi atasan terpaksa dipindah tugas ke berbagai instansi tanpa ada penjelasan.
Fenomena ini tak hanya terjadi di kalangan tenaga honorer. ASN yang bekerja di berbagai instansi pemerintah, seperti kepala Puskesmas, camat, hingga kepala desa, diduga terlibat dalam kampanye untuk memenangkan Paslon tertentu. Bahkan, ancaman terhadap staf yang tidak mendukung Paslon yang diinginkan atasan menjadi hal biasa.
Kecamatan Wasile Selatan, khususnya, mencatatkan sejumlah pelanggaran Pemilu yang sangat mencolok. Seorang tenaga medis yang bekerja di Puskesmas Sondo-Sondo mengungkapkan bahwa Kepala Puskesmas tersebut tak segan-segan mengusir stafnya yang tak mendukung Paslon yang sama.
“Kalah jadi tawanan, menang jadi raja,” katanya, mengutip kalimat dari seorang pejabat yang mengancam akan memindahkan staf yang dianggap tidak loyal.
Praktik serupa juga terjadi di Puskesmas Nusajaya dan kantor Camat Wasile Selatan, yang dikuasai oleh anggota keluarga pejabat yang diduga sangat aktif mendukung Paslon nomor urut 2. Raihun Hi. Mahmud, istri Camat Wasile Selatan, bahkan disebut-sebut menggunakan posisinya untuk mengancam dan memecat staf yang tidak mendukung Paslon tersebut.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah berulang kali mengingatkan agar ASN, TNI, Polri, serta pejabat pemerintahan lainnya untuk tidak terlibat dalam politik praktis. Pasal 280 Undang-Undang Pemilu jelas melarang keterlibatan ASN dalam kampanye, dengan ancaman pidana yang bisa menjatuhkan hukuman penjara hingga satu tahun dan denda maksimal Rp12 juta.
Namun, kenyataannya, proses kampanye ini semakin mempengaruhi integritas Pemilu di Haltim. Banyak warga yang merasa tertekan dan takut untuk menyuarakan dukungannya kepada Paslon selain yang didukung oleh pejabat setempat.
Dalam kasus Hadija, meskipun laporan telah diajukan, intimidasi terus berlanjut. Pada 16 November 2024, Hadija kembali didatangi oleh Kepala Sekolah dengan surat panggilan untuk kembali mengajar. Ia merasa terpojok, dihadapkan pada dilema antara tetap bekerja atau menghadapi ancaman lebih lanjut.
Hadija Terdesak, Politik Pilkada Masuk ke Ruang Kelas
Saat sibuk menulis soal ujian di ruang kelas, Hadija, seorang guru honorer, tiba-tiba dikejutkan oleh kedatangan Kepala Sekolah, Komplianus Lemong Tjina. Dengan seragam dinas ASN-nya, Komplianus membawa pesan yang berat—pesan dari tim salah satu pasangan calon (Paslon) Pilkada Haltim.
“Daripada nanti ngana dengar dari orang lain, lebih baik saya kasih tahu langsung,” ujar Komplianus dengan nada rendah, tapi sarat tekanan. “Tim dong su desak supaya saya kasi barenti ngana mengajar. Saya juga dapa tekan, to.”
Hadija hanya bisa terdiam, menyadari bahwa keberpihakan politik telah menyeretnya ke dalam badai yang tak pernah ia minta. Tuduhan menjadi pendukung Paslon lawan cukup untuk menjadikannya sasaran, meski ia hanya seorang guru honorer.
“Tidak apa-apa, Pak. Saya paham. Pak juga atasan saya,” jawab Hadija dengan tenang, meski hatinya remuk. “Soal-soal ujian saya sudah selesai. Biarkan saya kasih ke Ibu Novrida untuk diketik.”
Di tengah tekanan politik yang menyusup hingga ruang kelas, Hadija mencoba tetap profesional, namun pemberhentiannya terasa seperti bukti nyata betapa dalam Pilkada Haltim telah mencemari ranah pendidikan.
Intimidasi politik terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) dan tenaga honorer di Halmahera Timur (Haltim) semakin terang-terangan. Dalam lima tahun terakhir, fenomena ini dianggap “biasa” oleh sebagian pihak, meski dampaknya merusak integritas birokrasi dan menghancurkan karier ratusan orang yang dianggap berbeda pilihan politik.
Sejak 2020, di masa kepemimpinan Bupati Ubaid Yakub dan Wakil Bupati Taher Anjas, praktik intimidasi ini diduga menguat. Seorang ASN yang tidak bersedia disebutkan namanya mengungkapkan bahwa “siapa pun yang tidak tunduk pada instruksi memilih pasangan calon (Paslon) yang didukung atasan, pasti diancam mutasi.”
Pemecatan dan Mutasi Massal
Dari informasi yang diperoleh titastory dari warga, hingga 2024, lebih dari 300 tenaga honorer yang telah mengabdi bertahun-tahun dilaporkan dipecat secara sepihak. Selain itu, ratusan ASN dari berbagai instansi dimutasi tanpa alasan jelas. “Ada yang sampai tiga kali dimutasi dalam setahun ke instansi yang berbeda,” kata narasumber yang juga ASN.
Mutasi tersebut sering digunakan sebagai bentuk hukuman politik, terutama di wilayah-wilayah strategis seperti Kecamatan Wasile Selatan, yang menjadi medan sengketa politik paling panas.
Keterlibatan Aparatur Hingga Tingkat Desa
Keterangan sejumlah sumber mengungkapkan bahwa dugaan pelanggaran Pemilu ini melibatkan struktur pemerintahan dari tingkat atas hingga akar rumput. “Kepala OPD, jajaran SKPD, kepala Puskesmas, Camat, hingga Kepala Desa dikerahkan untuk memenangkan Paslon tertentu,” ujarnya.
Di Puskesmas Sondo-Sondo, Wasile Selatan, seorang tenaga medis mengaku kerap menjadi sasaran kemarahan kepala Puskesmas. “Kami dicurigai mendukung lawan politik mereka. Tidak segan-segan kepala Puskesmas mengusir staf keluar dari ruang kerja,” katanya.
Sementara itu, di Puskesmas Nusajaya, ancaman mutasi menjadi senjata favorit. “Kalah jadi tawanan, menang jadi raja,”ucap Kepala Puskesmas Nusajaya di Grup WhatsApp PKK Kecamatan, Kamis (12/12), seolah menegaskan atmosfer permusuhan yang mencekik para ASN dan honorer.
Situasi ini mencerminkan betapa rapuhnya netralitas ASN dan bagaimana politik praktis yang masuk ke dalam ranah pemerintahan dapat mengancam integritas demokrasi itu sendiri. Pada akhirnya, Pilkada Haltim 2024 menjadi simbol dari upaya politik yang melibatkan aparatur negara dalam mendukung kepentingan pihak tertentu, di mana kemenangan bukan lagi sekadar soal pilihan rakyat, melainkan soal kuasa yang menekan dan mengendalikan segalanya. (TS-05)
VIDEO:
Discussion about this post