Tak Punya Hati!!! Perusahaan Gereja Katolik di Sikka Gusur Puluhan Rumah dan Kebun Masyarakat Adat Nanghale

24/01/2025
Suasana penggusuran rumah masyarakat adat Nanghale, Sikka oleh PT Kristus Raja Maumere (Krisrama), perusahaan milik Keuskupan Maumere, menggunakan ekskavator. (Foto tangkapan layar video warga Nanghale)
  • Brutal! 50 Rumah Adat Nanghale Digusur PT Krisrama, Warga Terlantar di Tengah Malam

 

titastory, Jakarta – Penggusuran wilayah adat Nanghale di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, berlangsung dengan kekerasan pada Rabu, 22 Januari 2025. PT Kristus Raja Maumere (Krisrama), perusahaan milik Keuskupan Maumere, menggunakan ekskavator untuk menghancurkan 50 rumah warga adat Goban Runut dan Soge Natarmage. Sekitar 200 warga kini terlantar, tidur di reruntuhan rumah mereka.

“Kami mengutuk keras aksi brutal ini. Penggusuran dilakukan secara ilegal, tanpa dialog, dan melanggar hak masyarakat adat yang telah mendiami wilayah itu selama puluhan tahun,” tegas Dewi Kartika, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) bersama anggota organisasi masyarakat sipil dalam rilisnya, Kamis, 23 Januari 2025.

Suasana penggusuran rumah masyarakat adat Nanghale, Sikka oleh PT Kristus Raja Maumere (Krisrama), perusahaan milik Keuskupan Maumere, menggunakan ekskavator. (Foto tangkapan layar video warga Nanghale)

Selain menghancurkan rumah, aksi tersebut merusak lahan kebun yang menjadi sumber mata pencaharian warga. Tragisnya, penggusuran ini berlangsung saat delapan warga Nanghale menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Maumere. Mereka dikriminalisasi karena mempertahankan tanah adatnya.

Suasana penggusuran rumah masyarakat adat Nanghale, Sikka oleh PT Kristus Raja Maumere (Krisrama), perusahaan milik Keuskupan Maumere, menggunakan ekskavator. (Foto tangkapan layar video warga Nanghale)

 

HGU Bermasalah dan Keberpihakan Aparat

Penggusuran ini dilakukan atas klaim PT Krisrama yang mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) seluas 2.420 hektare. Namun, menurut KPA, HGU perusahaan tersebut cacat administratif dan tidak masuk kategori clear and clean.

“Aparat justru melindungi perusahaan daripada membela masyarakat. Polisi dan pemerintah daerah seolah menjadi pendukung utama tindakan ini,” kritik Dewi.

KPA dan organisasi masyarakat sipil menuntut pemerintah untuk segera:

  1. Menghentikan penggusuran dan segala bentuk kekerasan oleh PT Krisrama.
  2. Membebaskan delapan warga yang dikriminalisasi.
  3. Mencabut SK HGU PT Krisrama yang dinilai melanggar hukum.
  4. Memulihkan hak-hak masyarakat adat Nanghale melalui reforma agraria.

 

Rekam Konflik Agraria: 1.242 Kasus dalam Satu Dekade

KPA mencatat, sepanjang 2024, konflik agraria akibat konsesi perkebunan mencapai 111 kasus. Selama 10 tahun terakhir, jumlahnya mencapai 1.242 kasus, dengan mayoritas melibatkan masyarakat adat yang terusir dari tanah mereka.

Dewi menyerukan evaluasi menyeluruh terhadap penerbitan HGU dan pelaksanaan moratorium sebagai langkah nyata mencegah konflik berulang.

Puluhan perempuan adat Nanghale mencoba menghadang eksavator yang akan menggusur kebun dan rumah-rumah mereka. (Foto: Tangkapan layar video warga Nanghale)

 

Ironi di Balik Keuskupan

Tindakan PT Krisrama dinilai bertentangan dengan nilai-nilai gereja. “Ironi besar, perusahaan yang dimiliki Keuskupan Maumere justru menghancurkan kehidupan masyarakat yang seharusnya mereka lindungi,” ujar Dewi.

Masyarakat adat Nanghale kini menghadapi trauma akibat kekerasan ini, tetapi mereka tetap berjuang mempertahankan wilayah adatnya. “Kami tidak akan menyerah, ini tanah leluhur kami,” kata salah seorang warga yang rumahnya hancur.

Puluhan perempuan adat Nanghale mencoba menghadang eksavator yang akan menggusur kebun dan rumah-rumah mereka. (Foto: Tangkapan layar video warga Nanghale)

KPA dan organisasi masyarakat sipil berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini dan menuntut keadilan bagi masyarakat adat Nanghale.

“Kami juga menyampaikan pesan solidaritas dan dukungan sepenuhnya kepada seluruh Pejuang Agraria dan Masyarakat Adat Suku Goban Runut dan Suku Soge Natarmage atas perjuangannya mempertahankan hak atas tanah dan wilayah adatnya.”

Berikut Organisasi Sipil yang  Mendesak Penghentian Penggusuran Wilayah Adat Nanghale oleh PT Krisrama:

  1. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
  2. Serikat Petani Pasundan (SPP) Garut,
  3. Serikat Petani Pasundan (SPP) Tasikmalaya,
  4. Serikat Petani Pasundan (SPP) Ciamis,
  5. Serikat Petani Pasundan (SPP) Pangandaran,
  6. Forum Pemuda Pelajar Mahasiswa Garut (FPPMG),
  7. Forum Pemuda dan Mahasiswa untuk Rakyat Tasikmalaya (FPMR),
  8. Forum Aspirasi Rakyat dan Mahasiswa Ciamis (FARMACI),
  9. Serikat Petani Badega (SPB),
  10. Serikat Tani Kerakyatan Sumedang (STKS),
  11. Serikat Tani Indramayu (STI),
  12. Serikat Petani Majalengka (SPM),
  13. Serikat Nelayan Indonesia,
  14. Paguyuban Petani Cianjur (PPC),
  15. Persaudaraan Petani Suryakencana Sukabumi (PPSS),
  16. Forum Perjuangan Petani Batang (FPPB),
  17. Serikat Tani Amanat Penderitaan Rakyat (STAN AMPERA),
  18. Forum Persaudaraan Petani Kendal (FPPK),
  19. Lidah Tani,
  20. Serikat Tani Independen Pemalang (STIP),
  21. Serikat Tani Mandiri (SETAM),
  22. Himpunan Tani Masyarakat Banjarnegara (HITAMBARA),
  23. Forum Peduli Kebenaran dan Keadilan Sambirejo (FPKKS),
  24. Yayasan YAPHI Surakarta 29. Serikat Tani Independen (SEKTI),
  25. Payuguban Petani Aryo Blitar (PPAB),
  26. Serikat Rakyat Kediri Berdaulat (SRKB),
  27. CUG Pawartaku,
  28. Serikat Tani Buleleng (STB),
  29. Perkumpulan Bantuan Hukum Nusa Tenggara (PBH NUSRA),
  30. Wahana Tani Mandiri (WTM),
  31. Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Timor,
  32. Serikat Petani Likudengen,
  33. Perkumpulan Wahana Lingkungan Lestari Celebes Area (Wallacea),
  34. Perserikatan Petani Sulawesi Selatan,
  35. Forum Petani Merdeka (FPM),
  36. Serikat Perjuangan Tani Nelayan Tolitoli (SPTNT),
  37. Forum Petani Cengkeh Tolitoli (FPCT),
  38. Serikat Nelayan Teluk Palu (SNTP),
  39. Serikat Tani Sigi (STS),
  40. LBH Progresif Tolitoli (LBHP),
  41. Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR),
  42. Yayasan Tanah Merdeka (YTM),
  43. LBH Sulteng-Palu,
  44. Solidaritas Perempuan Sintuwu Raya Poso,
  45. Lembaga Adat Adati Totongano Wonua Kampo Hukaea-laea,
  46. Forum Swadaya Masyarakat Daerah (ForSDa),
  47. Serikat Tani Mekongga Timur,
  48. Serikat Tani Mekongga,
  49. Serikat Petani Minahasa Tenggara (SPMT),
  50. Serikat Petani Minahasa Selatan (SPMS),
  51. Serikat Petani Minahasa,
  52. Perkumpulan Petani Kelapa Sawit (PPKS),
  53. Institut Dayakologi,
  54. Serikat Petani Tambak (SPT),
  55. Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI),
  56. Pergerakan Petani Banten (P2B),
  57. Yayasan Rumpun Bambu Indonesia (YRBI),
  58. Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI),
  59. Serikat Rakyat Binjai-Langkat,
  60. Forum Tani Sejahtera Indonesia (FUTASI),
  61. Serikat Petani Serdang Bedagai (SPSB),
  62. Persatuan Petani Siantar Simalungun (PPSS),
  63. Yayasan Bitra Indonesia,
  64. Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM),
  65. Perstuan Petani Jambi (PPJ),
  66. Serikat Tani Tebo (STT),
  67. Serikat Tani Batanghari (STB),
  68. Yayasan Lembaga Ekonomi Mandiri Sukses Bersama,
  69. Serikat Petani Sriwijaya (SPS) Kab. Muba,
  70. Serikat Petani Sriwijaya (SPS) Kab. Ogan Komerin Ilir,
  71. Serikat Petani Sriwijaya (SPS) Banyu Asin,
  72. PerkumpulanTanah Air (PeTA),
  73. Forum Masyarakat Anti Status Register (FORMASTER),
  74. Serikat Tani Kerja Gerak Bersama (STKGB),
  75. Serikat Tani Bengkulu (StaB),
  76. LBH Bina Karya Utama Lampung,
  77. Rukun Tani Indonesia (RTI),
  78. FSBKU, Lampung,
  79. SUNSPIRIT,
  80. Sajogyo Institut (SAINS),
  81. Rimbawan Muda Indonesia (RMI),
  82. Solidaritas Perempuan
Penulis: Redaksi
error: Content is protected !!