titastory.id,-Meski telah di vonis bersalah oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Saumlaki, namun terdakwa tindak asusila itu masih mengelak. Ia masih berupaya lolos dari jeretan hukum Pengadilan.
Namanya, Nditjomas alias Poli. Hakim tunggal di PN Saumlaki, Kabupaten KKT itu, menyatakan Poli terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, melakukan kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa, melakukan tipu muslihat atau serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan perbuatan cabul secara berlanjut.
13 tahun pidana penjara pun diberikan hakim kepadanya, hanya berbedah dua tahun dengan tuntutan Jaksa, yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 15 tahun kurungan.
Terdakwa tak terima. Menurut kuasa hukumnya, Marnex F Salmon, putusan hakim tidak sesuai fakta. Pasalnya, dalam proses pembuktian perkara perbuatan kejih yang dilakukan olehnya terdakwa, telah diungkap dalam persiangan. Baik pembuktian keterangan saksi maupun bukti surat lainnya.
Misalkan, dalam STPL dan Surat penahanan tingkat penuntutan, memuay perbuatan terdakwa terjadi pada 17 April 2019 sekitar pukul 13.30 Wit, saat korban pulang sekolah, tepatnya di Perumahan Guru, Desa Alusi Batjas. Bahkan kasus tersebut baru dilaporkan 6 Juni 2019
Selain itu, ada juga laporan korban dan keluarganya di Inspektorat Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar tertanggal 10 Juni 2019 bahwa, peristiwa pidana Pelecehan seksual terjadi pada tanggal 6 Juni 2019 dan bukti-bukti suratnya telah di buktikan di persidangan.
“Bahwa kasus ini ibarat, hanya terdakwa, korban dan Tuhan saja yang tahu benar atau tidaknya dugaan tindak pidana itu,” ucap Salmon kepada media ini, malam tadi, Rabu (15/7/2020).
Salmon mengatakan, saat kasus tersebut ditingkat penyidikan Polres KKT, terdakwa tak ditahan. Ia baru di tahan, ketika perkaranya di limpahkan ke Kejari Saumlaki.
Sesuai fakta persidangan, masih kata Salmon, korban dan keluarganya mengelak dan lebih mengikuti dakwaan JPU yang menyebut, kejadiannya setidak-tidaknya pada April 2019 ketimbang keterangan saksi yang menyebut tindak pidana tersebut dilaporkan dengan tempus kejadian 17 April 2019 bertepatan dengan Pemilu Presiden dan Wapres, DPR RI, DPRD Prov dan Kab/Kota.
“Lantas atas dasar apa STPL dan Surat Perintah Penahanan tingkat Penuntut Umum dibuat dengan Kronologis kejadian tertanggal 17 April 2019?. Terus dalam persidangan juga, JPU menghadirkan ahli yang mengatakan bahwa korban kemungkinan besar baru berhubungan badan sebanyak 1 kali,” ujar Salmon.
Atas keterangan ahli itu, lanjut Salmon, pihaknya menghadirkan mantan pacar korban yang menerangkan bahwa, selama berpacaran dengan korban, keduanya telah melakukan hubungan badan layak suami istri kurang lebih 6 kali, itu pun sebelumnya korban sudah berhubungan dengan org lain.
“Namun fakta-fakta ini, tidak dipertimbangkan sama sekali oleh Hakim Tunggal yang memeriksa perkara ini dan cenderung mengikuti tuntutan JPU yang awalnya menuntut agar hakim tunggal memutus bersalah terdakwa dengan ancaman 15 tahun, lantas Hakim Tunggal memutus bersalah terdakwa dengan pidana penjara selama 13 tahun, denda sebesar Rp. 100 juta subsider 6 bulan,” terang Salmon.
“Atas putusan itu saya mengajukan upaya hukum banding, karena saya merasa putusan itu tidak memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum bagi klien saya,” tambah pria berkepala plontos itu. (TS-06)
Discussion about this post