titastory.id, jakarta Reaksi atas peristiwa banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Halmahera Provinsi Maluku Utara disuarakan Solidaritas Masyarakat Sipil yang bergabung dalam Jaringan Tambang Nasional (JATAM), Front Mahasiswa Nasional (FVN), Serikat Pemuda Nusa Tenggara Timur (SP-NTT) dan masyarakat Maluku.
Reaksi berupa orasi terbuka meminta agar PT IWIP harus bertanggung jawab atas kerusakan di Halmahera disampaikan saat menggeruduk PT Indonesia Weda Bay Industrial Park ( IWIP), Jumat (2/08/2024).
Selain mendesak pertanggungjawaban PT IWIP atas kerusakan ekologis yang telah mengakibatkan banjir bandang, solidaritas masyarakat sipil juga menolak rencana perluasan ekstraksi pertambangan nikel, karena bencana lebih besar bakal terjadi dan semakin merugikan masyarakat adat setempat.
Aksi ini merupakan bentuk kemarahan atas kerusakan hutan yang berdampak pada ekosistem kehidupan masyarakat secara berkelanjutan di Halmahera.
Ekstraksi pertambangan ini juga mengorbankan hutan Halmahera, yang kini semakin berkurang. Ruang hidup petani dan nelayan juga akan semakin dipersempit karena fungsi hutan mengalami penurunan, hingga mengakibatkan banjir bandang.
Banjir mengakibatkan kerugian pada kehidupan sosial, politik,ekonomi budaya dan keamanan serta ketentraman masyarakat adat Halmahera, Maluku Utara.
Menyikapi hal itu, Solidaritas Masyarakat Sipil dengan tegas menyampaikan penolakan atas rencana perluasan ekstraksi pertambangan nikel demi untuk agenda hilirisasi nikel oleh PT Indonesia Weda Bay Industrial Park ( IWIP).
JATAM juga menegaskan, PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) harus bertanggung jawab atas banjir bandang yang terjadi di Halmahera atas penggundulan hutan. Praktik-praktik pelanggaran HAM atas kematian yang terjadi pada pekerja merupakan dosa IWIP yang harus dihentikan.
JATAM menilai , kerusakan ekologis telah meluluhlantakkan ruang hidup masyarakat di Halmahera terjadi diduga karena Menteri Bahlil Dahlia dan Luhut Binzar Panjaitan dan Presiden Joko Widodo dengan praktik perselingkuhan dengan korporasi untuk membabat habis hutan hujan Halmahera sehingga komitmen kedaulatan rakyat semakin dikebiri oleh semangat neoimperialisme modal.
Front Mahasiswa Nasional (FVN) mengungkapkan, eksploitasi pertambangan secara membabi buta adalah bentuk nyata kepalsuan dari modus energi terbarukan, rancangan oligarki. FVN menilai eksploitasi tanah oleh kaum bermodal dari para petani di Indonesia mengakibatkan petani dan nelayan kehilangan pekerjaan.
Veronika Latbual Nurlatu dalam orasinya mengatakan, kendaraan listrik yang menjadi trend dari berbagai belahan negara, berdiri di atas darah dan air mata masyarakat Halmahera.
“ Hutan dibabat habis tanpa memikirkan keberlanjutan hidup masyarakat adat yang di hidup di Halmahera. Sungai-sungai tercemar karena limbah sedimentasi penambangan nikel adalah dosa yang diwariskan kepada generasi penerus di Halmahera,” tukas Nurlatu. (TS-03)
Discussion about this post