TITASTORY.ID – Bak berbalas pantun, menanggapi cuitan Barbara J. Imenda Saiya dan kuasa hukumnya, Rony. Z. Samloy pada salah satu media online di Kota Ambon, kuat dugaan tidak berdasarkan fakta. Pasalnya pemberitaan media siber dimaksud dengan judul “Lawan Buke Tisera dan Gubernur Maluku, Dua Anak Jacobus Abner Alfons Diduga Gunakan SKAW Palsu, merupakan bentuk plintiran miring dan tidak berdasar.
“Saya sarankan, sebelum menayangkan sebuah berita dan dikonsumsi khlayak umum, mestilah dibarengi dengan referensi yang memadai dan benar, lantaran jika tidak sesuai dengan fakta, masyarakat akan menilai sampai sejauh mana kualitas karya jurnalis tersebut.” ungkap Evans Alfons menanggapi pemberitaan salah satu media siber di Kota Ambon.
Dikatakan, jika tidak salah penayangan sebuah karya jurnalis atau berita harus sesuai dengan fakta, sehingga saat dikonsumsi masyarakat mereka juga dapat mencerna itu dengan baik, karena pernanan media selain menjual isu, juga mencerdaskan masyarakat atau pembaca.
“Jika pemberitaan seperti ini, terkesan narasumber sedang curhat, apalagi yang ditonjolkan adalah opini, bukan fakta.” tegas Evans. Menyangkut subtansi pemberitaan dengan judul Lawan Buke Tisera dan Gubernur Maluku, Dua Anak Jacobus Abner Alfons Diduga Gunakan SKAW Palsu, Alfons menegaskan hal itu adalah bentuk opini tidak berkualitas, sehingga perlu untuk ditanggapi.”ucapnya.
Terangnya ,” seharusnya produk pemberitaan media juga mesti memperhatikan ruang hak jawab dan harus disampaikan ke media yang bersangkutan, namun pada website media tersebut tidak menunjukan alamat redaksi, penanggungjawab serta dewan redaksi. Sehingga bentuk tanggapan ini terpaksa harus dimuat di media lain.
“Mestinya harus ada konfirmasi atau asas perimbangan, berbeda dengan pemberitaan berkaitan dengan kejadian atau fakta yang terjadi, bukan dengan sepihak menyangkan berita pada satu sisi” ujar Evans ketika dikonfirmasi, kamis (19/8)
Dijelaskan, kuat dugaan, narasumber pada pemberitaan media ini hanya berorentasi pada opini yang sengaja digiring, dan berpotensi menjebak dirinya sendiri. Karena sumber mengatakan, pada kurun tahun 1915, 1923, 1963, 1976 dan tahun 2020 dusun dati telah berubah menjadi dusun ’ pusaka sehingga cuitan sumber pada pemberitaan media online dimaksud sangat bertolak belakang dengan putusan perkara perdata tahun 1978 s/d tahun 2021 , yang seluruh objek sengketa adalah dusun dati.
Tidaknya hanya itu, pada perkara No. 28/Pdt.G/2019/PN.Ab jo 63/PDT/2019/PT.Amb jo 2630.K/PDT/2020 , dimana Obeth Nego Alfons yang di wakili kuasa Hukumnya Ronny Zadrac Samloy mengklaim warisan yang ditinggalkan Jozias Alfons adalah dusun dati bukan dusun pusaka .
Lanjut dikatakan, terkait dengan bekas dusun dati lenyap peninggalan/warisan mendiang Jozias Alfons (alias Cia) yang adalah Kepala Soa Besar Urimessing dan Wakil Pemerintah Soya di Urimessing yang diwariksan kepada kepada dua putra kandungnya, yakni almarhum Johanis Alfons (alias Nani) dan almarhum Hentjie Alfons (alias Enci), dari tuturannya itu, sumber mengakui bahwa warisan yang ditinggalkan oleh Jozias Alfons adalah tanah Dati bukan tanah Pusaka. Karena ketika menyinggung soal tanah atau dusun pusaka, kenapa hanya diwariskan untuk dua puternya itu, padahal Jozias Alfons juga memiliki anak perempuan yang juga sudah menikah. Dan atas kedudukan yang ada sama sekali tidak berbeda dengan JMA?.
“Jika penjelasan sumber, bahwa warisan Jozias Alfons adalah dusun atau tanah pusaka maka sumber sama sekali tidak memahami subtansi dari putusan – putusan perkara perdata yang sudah berkekuatan hukum tetap,” ucapnya,
Berkaitan dengan itu pula, Evans menjelaskan, sumber dan kuasa hukumnya mestilah dapat membedakan keaslian dan atau palsunya suatu surat atau dokumen, sebagaimana dijelaskan dalam KUHPidana Pasal 263 ayat 1 dan 2. Paslanya jika tidak dapat membedakan, maka apa dampak dari sebuah pembelaan untuk kliennya. Lebih jauh Evans juga menuturkan, surat tanggal 24 Agustus 2006 yang digunakan dalam Perkara No. 62/Pdt.G/2015/PN.Amb yang telah menghasilkan putusan pengadilan dan sudah berkekuatan hukum tetap, tentunya bukan surat palsu atau surat yang dipalsukan. Lantaran surat tersebut benar dibuat oleh Jacobus Abner Alfons semasa hidupnya ditahun 2006, dimana surat tersebut secara jelas menerangkan hubungan hukum para ahliwaris dengan Jozias Alfons yang disahkan oleh Lurah Batu Gajah dan Camat Sirimau.
“Didalam surat tersebut tertulis juga nama Josina Magdalena Alfons yang telah diberi keterangan menikah atau kawin keluar, dan jika sudah menikah atau kawin keluar apakah bisa Barbara Jacqualine Imelda yang juga sudah kawin keluar dengan Samuel F Saiya tahun 2005 harus ditarik kembali masuk sebagai ahliwaris sama atau sederajat dengan marga Alfons ? “ terang Evans.
Jangan “ kata Evans mengingatkan,” bahwa tudingan menghilangkan nama Barbara saat surat keterangan ahliwaris dibuat oleh Jacobus Abner Alfons tahun 2006, tidak tertera namanyanya, sehingga tuduhan menghilangkan/menggelapkan nama atau asal-usul Barbara tidak berdasar.
“ Saat surat ahliwaris dibuat oleh Ayah kami tahun 2006, nama Barbara Jaqualine Imelda Saiya tidak tercantumkan, sehingga bentuk menghilangkan, menggelapkan nama atau asal usul itu klausalnya ada di mana?, tanyanya.
Justeru, terncantumnya nama Vera Juliana Suitela karena dia adalah istri sah dari Jacobus Abner Alfons, sehigga sangatlah pantas dimasukan juga sebagai ahli waris Jozias Alfons.
“Jika nama ibu saya dipersoalkan, mengapa pihak Barbara Cs tidak mempersoalkan Mitji Muskitta dan Barbalina Mainake ?” apakah ini juga bagian dari opini? “ terang Evans.
Saat yang sama, Evans juga menerangkan terkait dengan status Rony Zadrac Samloy, dimana dalam perkara No . 96/Pdt.G/2017/PN.Amb, No. 124/Pdt.G/2018/PN.Amb, No. 234/Pdt.G/2017/PN.Amb dan No 33/Pdt.G/2018/PN.Amb , dirinya adalah Kuasa Hukum Evans Cs. Sehingga tuduhan bahwa Evans menggunakan surat palsu adalah tuduhan yang tidak pantas.
“Kami menduga, baik Barbara dan kuasa hukumnya lagi terpukul lantaran pada persiadangan tanggal 18 Agustus 2021, mereka terindikasi atau diduga mengajukan Surat Keterangan palsu, sebab mantan Ketua RT.004/RW.01 Kelurahan Batu Gajah periode tahun 1992 s/d 2003 Bpk Charel Ellias di hadapan pengadilan menyatakan bahwa pihaknya tidak pernah menerbitkan surat keterangan pengampuan anak yang dijadikan bukti oleh Barbara Cs, “pungkasnya.
Untuk itu, “kata Evans pihaknya sudah memproses dengan melakukan laporan pidana, dan jika terbukti, maka, baik Barbara, semua komplotan yang juga turut menggunakan surat pengampuan palsu tersebut akan diseret dan akan mempertangungjawabkan perbuatannya dimata hukum sesuai KUHPidana Pasal 263 ayat 1 dan 2 dengan ancaman hukuman paling lama 6 tahun.
“Tentunya proses hukum adalah solusi dan jalan terbaik, jika terbukti surat pengampuan tersebut palsu”
Keterangan Charles Ellias
Sementara itu, mantan ketua RT.004/RW.01 Kelurahan Batu Gajah periode tahun 1992 – 2003 Charel Ellias di Keluarahan Batu Gajah, jumat (20/8) malam kepada titastory.id menyampaikan, bahwa dirinya tidak pernah mengeluarkan surat pengampuan atau pengakuan anak yang dijadikan bukti di Pengadilan Negeri Ambon.
“Saya tidak pernah mengeluarkan surat tersebut semasa saya menjabat sebagai ketua RT RT.004/RW.01 Kelurahan Batu Gajah periode tahun 1992 – 2003, dan sebagai ketua RT tidak memiliki kewenangan untuk megeluarkan surat tersebut, ” ucapnya tegas.
Saat ditanyai terkait dengan rencana laporan polisi karena dirinya dituduh sudah memberikan keterangan palsu di pengadilan, Ellias menegaskan itu hak mereka. Namun dirinya memastikan bahwa keterangan di Pengadilan dan di bawa sumpah dapat dipertangungjawabkan bahkan untuk hak itu, pekan depan dirinya juga akan melayangkan laporan terkait penggunaan surat palsu dipengadilan.
“Saya sudah memberikan keterangan di pengadilan, dan itu dilakukan di bawa sumpah sehingga bisa dipertangungjawabkan, dan jika mereka ingin melaporkan silahkan, namun yang pasti, Senin pekan depan saya akan melayangkan laporan ke pihak berwajib atas penggunaan surat palsu tersebut. (T 02)
Discussion about this post