titastory.com,ambon-Aksi unjuk rasa masyarakat adat Sabuai, kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur, memprotes pembalakan kayu secara liar di hutan adat Sabuai berakhir ricuh, di depan gerbang kantor gubernur Maluku, Kamis (27/2/2020) siang.
Kericuhan terjadi antara petugas Satpol Pamong Praja kantor Gubernur Maluku dengan demonstran Masyarakat Adat Sabuai.
Kericuhan pecah setelah keinginan massa bertemu Gubernur Maluku Murad Ismail sempat ditolak petugas Satpol PP yang berjaga di depan pintu gerbang kantor gubernur. Massa sempat bertahan dan berorasi di depan gerbang selama 2 jam.
Namun merasa dihalangi, massa yang didominasi mahasiswa itu langsung menerobos barikade Satpol PP. Aksi saling dorong tak dapat dihindari. Sekitar 10 menit berjibaku, massa merangsek masuk ke dalam Kantor Gubernur Maluku. Pagar besi gerbang kantor gubernur dirusaki massa.
Kericuhan ini pun berakhir setelah polisi mencoba menenangkan kedua pihak. Masyarakat pun diizinkan masuk ke dalam halaman kantor gubernur Maluku.
Para pengunjuk rasa bergantian berorasi di halaman kantor gubernur Maluku. Mereka meminta Pemerintah Provinsi mencabut izin operasi perusahaan yang beroperasi di hutan adat Desa Sabuai.
Perusahaan CV. Sumber Berkat Makmur (SBM) itu diduga menebang pohon dan merusak hutan padahal tak mengantongi izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK). Demonstran juga mendesak pembebasan dua warga Desa Sabuai yang ditetapkan sebagai tersangka karena memprotes kebaradaan perusahaan itu.
Tak berapa lama berorasi, Kepala Bidang Penanganan Konflik Kesabangpol Maluku Sam Sialana datang menemui demonstran. namun, kedatangan Sam ditolak oleh masyarakat ini.
“Kami ingin Gubernur Maluku yang datang kesini, bukan bapak,” kata Para pengunjuk rasa serentak.
Setelah berorasi selama 3 jam , Sekda Maluku Kasrul Selang akhirnya menemui demonstran sekitar pukul 14.11 WIT. Para pendemo langsung menyerahkan tuntutan mereka kepada Kasrul.
Kasrul pun menjamin pemerintah tak diam dengan masalah tersebut. Saat ini, kata dia, Pemprov Maluku sedang mengevaluasi keberadaan perusahaan tersebut.
“Desa Sabuai sedang dievaluasi nanti hasilnya akan disampaikan terbuka di DPRD dan masyarakat,” jelasnya.
Menurut Kasrul, Gubernur Maluku telah memoratorium 13 HPH yang beroperasi di Maluku. Langkah itu diambil untuk mengevaluasi perusahan pemegang HPH yang tidak taat aturan. “Dan minggu ini kita kasih kesempatan penyelidikan dan evaluasi.
Kalau HPH tidak lakukan rekomendasi maka izin ditutup. Jadi kita di daerah punya kewajiban untuk mengawasi dan kami harap adik-adik menjadi mata dan telinga bagi kita. Karena tuntutan adik-adik sejalan dengan visi misi kita menjaga sumber daya alam,” jelas Sekda Maluku itu.
Sebelumnya Massa yang merupakan gabungan dari Warga Adat Sabuai dan mahasiswa adat Welyhata Maluku menggelar aksi unjuk rasa di Kantor DPRD Provinsi Maluku, Kamis (27/2/2020) pagi.
Massa yang turun melakukan aksi ini dengan menggunakan atribut pakaian adat merah dan kain berang merah yang diikatkan di kepala dan leher serta membawa sejumlah spanduk bertuliskan selamtakan hutan adat, tolak perusahan CV. SBM dan harus angkat kaki, lawan penjajahan model baru nusa ina dilacuri,stop politisasi masyarakat adat, mendesak pihak keamanan berlaku adil, dan bebaskan 2 warga yang ditetapkan sebagai tersangka.
Aksi unjuk rasa tersebut dilakukan untuk memprotes praktik pembabatan hutan adat di Desa Sabuai, Kabupaten Seram Bagian Timur, yang diduga dilakukan perusahan Sumber Berkat Makmur (SBM).
Kehadiran para pendemo dalam aksi itu, para pendemo juga memprotes penahanan dan penetapan tersangka sejumlah warga adat Sabuai oleh polisi.
Yosua Ahwalam selaku Koordinator aksi dalam orasinya menegaskan kehadiran mereka untuk memprotes DPRD Maluku untuk mengambil sikap tegas terhadap aksi pembalakan kayu di hutan adat milik masyarakat adat Sabuai.
Yosua juga dalam orasinya menegaskan, penahanan warga Sabuai pada tanggal 17 februari 2020 lalu disebut karena menentang aktivitas perusahan yang dinilai telah merusak hutan adat di desa mereka.
“Kami minta agar perusahan yang membabat hutan adat di Desa adat Sabuai segera angkat kaki dari wilayah tersebut,” ujar Yoshua Ahwalam saat menyampaikan orasinya.
Dirinya menilai, CV Sumber Berkat Makmur (SBM) yang beroperasi di desa tersebut telah menghancurkan hutan adat di Desa Sabuai.
Perusahaan disebut membabat berbagai jenis kayu tanpa mengantongi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu. Untuk itu, gabungan masyarakat adat Sabuai ini meminta DPRD Maluku untuk segera mengambil langkah tegas dalam menghentikan aktivitas ilegal perusahan tersebut.
“Perusahan tidak memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, tapi herannya mereka dengan bebas membabat semua kayu dan merusak hutan adat di Desa Sabuai,” kata salah satu pengunjuk rasa.
“Atas nama keadilan, kami minta Bapak Kapolda Maluku segera mencabut status tersangka terhadap dua warga Sabuai yang saat ini ditahan di Polsek Werinama dan segera membebaskan mereka,” ujar para pendemo.
Ika Hattu, pendemo yang berasal dari aliansi mahasiswa adat Welyhata Maluku dalam orasinya mengatakan, masyarakat adat Sabuai telah menjadi korban saat membela tanah ulayatnya sendiri. Dirinya mengatakan Sabuai sebagai pemilik hutan tak seharusnya dipolisikan oleh perusahan yang mencuri kayu mereka.
“ Hutan dibabat, Tuan Rumah dipenjara. Tamu yang penjarakan pemilik hutan adat. Polisi pun tidak menyelidiki. Pemerintah Daerah diduga keras terlibat,”teriak Ika dalam orasinya di depan ketua DPRD Maluku.
Atas kehadiran massa pengunjuk rasa ini, Ketua DPRD Provinsi Maluku Lucky Wattimury, mengatakan, terkait persoalan itu, Dinas Kehutanan Maluku telah mengeluarkan surat izin operasi untuk CV Sumber Berkat Makmur di wilayah tersebut. Lucky mengatakan, dalam waktu dekat DPRD Maluku juga akan meninjau Desa Sabuai untuk melihat langsung kondisi hutan di desa tersebut.
DPRD Maluku juga akan memastikan apakah perusahan tersebut telah berhenti beroperasi atau tidak. “Sabtu pekan depan, Dewan akan lakukan pengecekan di lapangan, apakah surat penghentian jalan atau tidak. Karena gubernur sudah keluarkan surat moratorium bagi 13 HPH. Itu berarti Pemda (Maluku) sangat serius,” kata Lucky.
Sementara itu, terkait warga yang ditahan polisi, Lucky mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak berwenang. “Kalau ada masyarakat yang masih ditahan, kami akan bicarakan dengan pihak terkait,” ujar Lucky. (TS-01)
Discussion about this post