TITASTORY.ID – BEREDAR isu di Masyarakat pasca kemunculan pulau di tengah laut Desa Teniman, Kecamatan Wuarlabobar, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku. Tumpukan lumpur bercampur batu karang berbentuk bukit muncul di permukiman laut. Peristiwa aneh ini tentunya membuat warga setempat kuatir.
Apalagi pasca gempa bumi, beredar sejumlah pesan berantai di media sosial tentang bencana susulan dalam bentuk tsunami. Kondisi ini membuat pemerintah Desa setempat mengambil langkah untuk mengungsikan masyarakat ke lokasi yang tinggi dan aman.
Boni Kelmaskosu, Kepala Desa Teineman dalam video wawancaranya yang beredar di media sosial mengatakan gundukan tanah berlumpur yang membetuk bukit ini sebelumnya tak pernah ada di permukaan laut dekat desa mereka.
Gundukan tanah berlumpur itu katanya menyerupai bukit yang berada di tengah laut dekat Desa mereka. Peristiwa ini membuat sebagian warga panik dan mulai mengungsi ke lokasi yang lebih aman.
“Alternatif yang saya ambil, adalah mengarahkan semua masyarakat saya mengungsi ke gunung agar lebih aman, karena kejadian aneh ini mengakibatkan seluruh masyarakat ketakutan,” ungkapnya.
Dia berharap Pemerintah Daerah, Kabupaten dan Provinsi Maluku berharap fenomena aneh ini dapat ditindaklanjuti.
Menanggapi fenomena unik kemunculan pulau di tengah laut, guru besar Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Dr. Eng. Ir. Teuku Abdullah Sanny, MSc, IPU berpendapat kejadian terbentuknya gunung lumpur di daerah tersebut merupakan suatu fenomena yang sudah biasa di kepulauan tersebut.
Dikatakan, dari penelitiannya di Yamdena, salah satu pulau di Kepulauan Tanimbar, ada 3 gunung lumpur yang terbesar berbentuk lingkaran berdiameter sekitar 700 Meter, yang kedua berukuran 300 meter, dan satu lagi berukuran berkisar 50 meter.
“Ya. Saya sudah pernah dua kali ke Kepulauan Tanimbar dengan waktu yang cukup panjang sekitar 4 bulan keliling menelusuri kepulauan tersebut untuk melakukan pemetaan geologi dan eksplorasi Geofisika untuk mendapatkan prospek migas di daerah tetsebut,” kata Dosen Fakultas Teknologi Pertambangan dan Perminyakan (FTTM), Insitut Teknologi Bandung (ITB).
Menurut Dosen Fakultas Teknik Pertambangan & Perminyakan ITB ini, secara Sainstifik gunung tersebut disebut: Gunung api lumpur atau yang biasa disebut dengan mud volcanoes. Gunung tersebut, menurutnya merupakan fenomena hasil ekstrusi cairan lumpur yang merupakan cairan hidrokarbon dan gas seperti metana. Biasanya Ekstrusi lumpur ini terbentuk akibat aktivitas perpindahan cairan lumpur dari bawah dalam bumi ke permukaan melewati celah-celah batuan atau rekah (fracture).
Teuku yang juga Pengurus Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) dan Pengurus Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) juga menjelaskan bahwa, berbeda dengan gunung api yang selama ini mengeluarkan magma yang sangat panas dengan temperatur 300-700 °C, namun, suhu mud volcano ini tentunya lebih rendah. Material yang dikeluarkan mud volcano bersifat seperti butiran sangat halus berupa lumpur, lempung, dan pasir yang tersuspensi dalam cairan.
Pada umumnya, kata ahli Seismologi Eksplorasi Rekayasa ini, gas yang beserta gunung api lumpur tersebut adalah gas Methan dan kadang disertai hidrokarbon, karbondioksida dan nitrogen. Jelas keberadaan adanya aktivitas tektonik seperti gempa bumi bisa menjadi merupakan pemicu untuk terjadinya tekanan pada daerah sekitarnya sehingga terdorongnya cairan lumpur dari dalam bumi ke atas sampai kepermukaan laut bumi, membentuk gundukan sebagai gunung lumpur (mud volcanoes).
“Aktvitasnya bisa jadi terjadi di lantai laut sehingga terjadi gundukan berbentu seperti pulau yang muncul di permukaan laut. Akan tetapi mengingat lumpur tersebut belum terkompaksi dengan baik, maka seiring berjalan dengan waktu pulau tersebut tererosi oleh ombak laut, sehingga tidak lama pulau tersebut akan menghilang kembali dari permukaan laut,” Kata lulusan Doktor of Engineering (S3), Faculty of Engineering Kyoto University, 1996.
Sementara itu pendapat ahli lainnya, Herfien Samalehu, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Maluku yang menjelaskan munculnya gundukan berbentuk pulau di permukaan laut Desa Teinamen, Kabupaten Kepulauan Tanimbar usai gempabumi selasa (10/1/2023).
Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Maluku kepada titastory jelaskan, gempa bumi yang terjadi di perairan laut Banda, selasa, adalah jenis gempa thrusting atau disebut dengan patahan naik dari subduksi laut Banda. Hal ini tentu dilihat dari analisis lokasi hiposenter dan kedalamannnya.
Dari model gempa menyebabkan kenaikan (uplift) dan penurunan (subsidence) di sisi. Dari beberapa contoh gempa bumi seperti di Aceh dan Nias. Dimana terjadi pengangkatan di sekitar Pulau Simeuleu, namun terdapat blok yang turun dari subsidence hingga satu meter sepanjang garis pantai di Aceh. Selain itu gempa di Lombok juga mengakibatkan naiknya pulau Lombok sebesar 25 cm, hal ini dilihat dari indikasi peta citra satelit yang memperlihatkan adanya kenaikan dari permukaan.
Fenomena ini kata Herfien, bisa terjadi setelah pasca gempa bumi yang menyebabkan defromasi regional.
“Kenaikan daratan di Desa Teinamen Kepulauan Tanimbar merupakan blok yang naik secara keseluruhan tentunya tidak banyak berpengaruh signifikan terhadap daerah sekitar di Tanimbar,” jelasnya.
Di laut banda dan wilayah sekitar Kepulauan Tanimbar dan Kabupaten Maluku Barat Daya, kata Harfien tergolong rawan bencana gempa bumi dan tsunami. Meski demikian Dia himbau agar masyarakat tetap tenang dan tidak terpancing dengan isu hoaks yang disebarkan orang yang tidak bertanggung jawab melalui media sosial atau pesan berantai di grup-grup whatsapp.
“Masyarakat harus tenang dan ikuti arahan dari pihak BMKG maupun BPBD setempat”
Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menganalisis kejadian gempa bumi merusak tanggal 10 januari 2023 di Laut Banda, Provinsi Maluku.
Melalui situs vsi.esdm.go.id pihak Geologi ESDM menganalisis gempa bumi yang terjadi tanggal 10 Januari 2023, pukul 00:47:34 WIB. Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), lokasi pusat gempa bumi terletak di Laut Banda pada koordinat 130,18 BT dan 7,25 LS, berjarak sekitar 151,2 km barat laut kota Saumlaki (ibu kota Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku), dengan magnitudo (M7,9) pada kedalaman 131 km.
Menurut data The United States Geological Survey (USGS) Amerika Serikat, lokasi pusat gempa bumi terletak pada koordinat 130,038 BT dan 7,049 LS dengan magnitudo (M7,6) pada kedalaman 105,1 km. Berdasarkan data dari GeoForschungsZentrum (GFZ), Jerman, lokasi pusat gempa bumi berada pada koordinat 129,98 BT dan 7,11 LS, dengan magnitudo (M7,6) pada kedalaman 108 km.
Dari kondisi Geologi dan Penyebab Gempa Bumi Wilayah yang terdekat dengan lokasi pusat gempa bumi, menurut PVMBG adalah Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Kabupaten Maluku Barat Daya.
Wilayah tersebut tersusun oleh morfologi dataran, dataran bergelombang dan perbukitan. Batuannya tersusun oleh batuan berumur Pra Tersier berupa batuan metamorf, batuan berumur Tersier (batuan sedimen dan batugamping), endapan Kuarter berupa endapan pantai dan sungai.
Sebagian batuan berumur Pra Tersier dan Tersier tersebut telah mengalami pelapukan. Endapan Kuarter, batuan berumur Pra Tersier dan Tersier yang telah mengalami pelapukan pada umumnya bersifat lunak, lepas, belum kompak (unconsolidated) dan memperkuat efek guncangan, sehingga rawan gempa bumi. Selain itu pada morfologi perbukitan yang tersusun oleh batuan yang telah mengalami pelapukan rentan terjadi gerakan tanah yang dipicu oleh guncangan gempa bumi kuat dan curah hujan tinggi.
Berdasarkan posisi lokasi pusat gempa bumi, kedalaman, data mekanisme sumber dari BMKG, USGS Amerika Serikat dan GFZ Jerman, maka kejadian gempa bumi ini disebabkan oleh aktivitas penunjaman di Laut Banda dengan mekanisme sesar naik.
Menurut data BMKG guncangan gempa bumi di Saumlaki terasa pada skala intensitas V MMI (Modified Mercally Intensity). Menurut data Badan Geologi, sebaran permukiman penduduk yang terlanda guncangan gempa bumi terletak pada Kawasan Rawan Bencana (KRB) gempa bumi tinggi hingga rendah. Kejadian gempa bumi ini menyebabkan tsunami tercatat di Seira 9 cm, Larat 5 cm.
Menurut data Badan Geologi pantai di Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Kabupaten Maluku Barat Daya tergolong rawan tsunami, dengan potensi tinggi tsunami di garis pantai lebih dari 2 m. Menurut catatan Badan Geologi kejadian tsunami pernah melanda wilayah di sekitar Laut Banda pada tahun 1629, 1852, 1938 dan 1975.
Dari analisis Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan sejumlah rekomendasi atas kejadian gempa bumi yang terjadi di wilayah Kepulauan Tanimbar dan Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku pada tanggal 10 januari 2022
Pertama, Masyarakat dihimbau untuk tetap tenang dan mengikuti arahan serta informasi dari petugas BPBD setempat dan tetap waspada dengan kejadian gempa bumi susulan. Jangan terpancing isu yang tidak bertanggung jawab mengenai gempa bumi dan tsunami;
Kedua, Bangunan di Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Kabupaten Maluku Barat Daya, agar dibangun menggunakan konstruksi bangunan tahan gempa bumi dan harus dilengkapi dengan jalur dan tempat evakuasi;
Ketiga, Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Kabupaten Maluku Barat Daya tergolong rawan bencana gempa bumi dan tsunami, oleh karena itu direkomendasikan agar meningkatkan upaya mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami melalui mitigasi struktural dan mitigasi nonstructural;
Keempat, Kejadian gempa bumi ini diperkirakan tidak berpotensi mengakibatkan terjadinya bahaya ikutan (collateral hazard) berupa retakan tanah, gerakan tanah dan likuifaksi (tanah amblas).
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Geofisika Geofisika Ambon dalam rilis resminya menjelaskan dari hasil monitoring BMKG rabu 11 januari 2023 pukul 11.00 WIT, telah terjadi gempa bumi susulan sebanyak 19 kali, dengan kekuatan gempa susulan terkecil 3,7 dan kekuatan gempa susulan terbesar 5,7.
Soal sebaran informasi berkaitan dengan peristiwa longsoran bawah laut dan tsunami merupakan merupakan dampak ikutan dari gempa bumi.
“Perlu diketahui bahwa sampai saat ini belum ada teknologi yang dapat memprediksi dengan tepat, kapan, dimana, dan berapa kekuatan gempa bumi yang terjadi,” ungkap Djati Cipta Kuncoro, Kepala Stasiun Geofisika Ambon BKMG dalam rilisnya.
Untuk itu masyarakat dihimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. (TS-01)
Discussion about this post