titastory.com,nusa ina– Buntut penahanan 26 warga masyarakat adat negeri Sabuai, Kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku, senin ( 17/2/ 2020 ) lalu, berakhir dengan penetapan 2 tersangka.
Polsek Werinama, menetapkan 2 warga negeri Sabuai berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik. Keduanya diduga merupakan otak dari aksi pengrusakan alat berat milik perusahan CV. Sumber berkat Makmur, di Hutan Gunung Ahwale.
Kapolsek Werinama, Polres Seram Timur, Iptu Sanusi Tianotak, membenarkan, Polres Seram Timur telah menetapkan 2 warga adat Sabuai sebagai tersangka.
Menurutnya, 26 warga adat tersebut sempat ditangkap dan diamankan di Polsek Werinama saat pihak perusahaan tuntut ganti rugi alat berat yang dirusaki warga.
“Namun karna pertimbangan keamanan 26 warga ada terpaksa dibawa ke Polres Seram Timur di Bula untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut,” ucapnya saat di konfirmasi via telepon, Minggu (23/2).
Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Seram Bagian Timur AKBP Adolof Bormasa mengatakan pihaknya menetapkan 2 warga adat Sabuai sebagai tersangka karena terbukti melakukan tindak pidana kekerasan dan pengrusakan sejumlah alat berat milik CV. Sumber Berkat Makmur (SBM) di lokasi pembalakan gunung Ahwale.
“Dua warga adat, kita tetapkan sebagai tersangka setelah dilakukan penyidikan aparat polsek werinama. Meraka dikenai pasal 170 ayat (2) Ke-1 KUHPidana dan atau pasal 406 ayat (1) KUHPidana,” ujar Bormasa.
Ia mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 26 saksi, masyarakat adat Sabuai dengan barang bukti serta alat bukti lainnya. Maka kata dia, kuat dugaan tersangka melakukan tindakan kriminal dengan melakukan pengrusakan, sehingga statusnya dari saksi ditingkatkan jadi tersangka.
“Dari 26 warga adat yang diperiksa, 2 kami tetapkan tersangka namun tidak ditahan,”kata Bormasa dalam keterangan tertulis, Minggu (23/2).
“keduanya adalah Khaleb Yamarua alias Kal dan Stevanus Ahwalam alias Panus,”tambahnya.
Secara terpisah, ketua Saniri Negeri Sabuai, Nicko Ahwalan menuturkan saat itu warga adat menolak pembalakan kayu. Warga juga melempar kaca mobil alat berat dan pecah. Aksi dilakukan atas perusahan dianggap telah mengunduli hutan adat, dan merusak pranata sejarah di lokasi tersebut.
“Warga menduga ada sabutase dari perusahaan, sebab waktu warga turun dari gunung, ada karyawan yang naik untuk melihat alat mereka,” kata Nicko saat dikonfirmasi the Jakarta post minggu malam.
Nicko mengaku 2 warga adat Sabuai yang ditetapkan tersangka. Itu kata dia, atas desakan dari perusahaan untuk menuntut ganti rugi.
Sebelumnya, kepolisian Polsek Werinama, Seram Timur menangkap 26 warga adat Sabuai, Pematang, Siwalalat, Seram Bagian Timur, Maluki yang menggelar protes Aktivitas pembalakan kayu liar oleh perusahaan di hutan Gunung Ahwale.
Penangkapan terhadap 26 orang masyarakat tersebut terjadi pada Senin (17/2) lalu. Mereka ditangkap lantaran melakukan perlawanan terhadap 5 orang pembawa alat berat yang menebang kayu di hutan adat tersebut.
Sementara itu Direktur CV. Sumber Berkat Makmur, Imanuel Quidarusman alias Yongky kepada titastory.com usai menghadiri rapat dengar pendapat bersama DPRD Provinsi Maluku, sabtu (22/2) di ruang rapat DPRD Provinsi Maluku Karang Panjang Ambon mengatakan dirinya telah mengetahui penetapan 2 warga Sabuai sebagai tersangka.
Yongki menjelaskan penetapan 2 warga adat Sabuai merupakan kriminal murni dan wajar ditetapkan sebagai tersangka. Menurutnya, kapolres Seram Bagian Timur telah mengambil langkah hukum karena merupakan kasus kriminal. Namun kata Yongki para terlapor telah dipulangkan.
“Ada itikat baik perusahaan, sehingga tersangka juga tidak ditahan namun wajib lapor di Mapolres Seram Bagian Timur, Bula. Namun mereka juga tetap ganti rugi,”katanya.
Kata Yongki, itikad baik perusahan juga telah membebaskan 24 warga sabuai. Meski 2 orang dijadikan tersangka oleh polisi.
“sebelumnya polisi sudah menetapkan 14 tersangka, namun saya bilang lagi untuk polisi untuk saja yang melakukan pengrusakan. 2 orang langsung ditetapkan,”tutur Yongki.
Terhadap penetapan tersangka tersebut mendapat reaksi dari beberapa organisasi masyarakat. LSM Kalesang Lingkungan Maluku salah satunya.
Kepada titastory.com, ketua Kalesang Lingkungan Maluku mengecam tindakan yang dilakukan oleh perusahan CV. SBM.
Menurutnya, aksi yang dilakukan oleh warga adat Sabuai adalah bentuk kekesalan terhadap perusahan yang dianggap merusak lingkungan dan hutan milik mereka.
“Reaksi ini terjadi berulang-ulang klimaks. Dan gerakan hari ini adalai melakukan pengrusakan. Dengan alasan tersebut maka perusahan melaporkan masayarakat karena pengrusakan terhadap aset perusahan,” jelas Kolatfeka.
Menurut anggota DPRD Fraksi Gerindra ini, masyarakat tidak perlu cemas dan takut karena apa yang dilakukan merupakan bagian dari aksi menjaga lingkungan hidup. Dan itu dilindungi Undang-undang.
“Perlu diingat, bahwa UU nomor 32 tahun 2009, tentang perlindungan lingkungan hidup menegaskan pada pasal 2 hurup L itu sangat jelas bahwa tentang semangat lingkungan hidup harus dengan semangat kearifan lokal,”tandasnya. (TS-01)
Discussion about this post