titaStory.id,ambon– Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat Mantan Walikota Ambon, Ricard Louhenapessy atas dugaan gratifikasi yang juga dilakukan sejumlah pimpinan OPD Lingkup Pemerintah Kota Ambon sebagaimana terungkap di ruang pengadilan tindak pidana korupsi, Pengadilan Negeri Ambon beberapa waktu silam tidak bisa dibiarkan begitu saja. Dan tentunya hal ini mesti menjadi rekam jejak untuk kemudian ditindaklanjuti aparat penegak hukum sehingga kasus KKN di Maluku bisa ditiadakan.
Praktisi hukum Maluku, Fredi Mofunj yang dimintai pandangan soal UU Gratifikasi, sabtu,(5/09/2023) menjelaskan, Gratifikasi adalah istilah yang sering dihubungkan dengan kasus korupsi dan suap, yaitu tindakan memberikan hadiah atau imbalan kepada seseorang dengan maksud mempengaruhi atau memperoleh keuntungan. Gratifikasi bisa berupa uang, barang, atau jasa yang memiliki nilai, dan bisa diberikan keuntungan secara langsung atau melalui perantara dan dapat mengancam integritas dan independensi penerima.
“Tindakan ini dilarang oleh undang-undang dan dianggap sebagai tindakan pidana karena memberikan keuntungan pribadi atau keuntungan orang lain secara ilegal, atau dengan penyalahgunaan kekuasaannya” jelasnya.
Dijelaskan, bentuk pemaksaan seseorang untuk memberikan sesuatu, melakukan pembayaran, atau menerima pembayaran dengan pemotongan, atau untuk melakukan tugas tertentu untuk kepentingan pribadi mereka sendiri. adalah hal yang tidak bisa diterima.
Pasalnya, ungkap Mofun, ada kriteria gratifikasi yang dilarang yaitu, gratifikasi yang diterima berhubungan dengan jabatan
n
Penerimaan tersebut dilarang oleh peraturan yang berlaku, bertentangan dengan kode etik, memiliki konflik kepentingan atau merupakan penerimaan yang tidak patut / tidak wajar.
Dengan demikian adanya pemberian uang yang dilakukan ASN dalam hal ini kepada Ricahrd Louhenapessy, seperti yang dilakukan oleh Mantan Kadis PUPR Kota Ambon, Enderico Matitaputty, Mantan Kadis Pendidikan, Fahmi Salathalohy, Kadis Perhubungan Kota Ambon, Roby Sapulette Mantan Kadis Disperindag Kota Ambon, Piet Leuwol dan sejumlah pejabat lainnya adalah bentuk gratifikasi.
Dikutip [email protected], istilah gratifikasi merupakan bagian dari Korupsi itu mulai disebut secara spesifik semenjak disahkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sehubungan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tersebut sudah dilakukan beberapa kali Perubahan sebagaimana berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang kemudian diubah sebagaimana berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menjadi Undang-Undang dan Perubahan Terakhir sebagaimana berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Defenisi Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, bahwa gratifikasi merupakan pemberian dan dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, pengobatan Cuma-Cuma, dan fasilitas lainnya. Adapun pengecualian sekaitan dengan gratifikasi ada pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021, Pasal 12C ayat (1).
Adapun Peraturan yang mengatur tentang gratifikasi itu ada pada pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No.20/2001 yang berbunyi setiap gratifikasi pada pegawai negri atau penyelenggara Negara dianggap pemberian suap,apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Adapun sanksi yang menjadi ganjaran pelanggaran sekaitan dengan gratifikasi yakni pada pasal 12B ayat (2) UU No.31/1999 jo UU No.20/2021 yang berbunyi pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Untuk perlu diketahui, di negara lain juga menyatakan pemberian yang ditujukan kepada Pegawai Negeri dan/atau Pejabat Negara juga secara otomatis merupakan Tindak Pidana Korupsi. Namun oleh karena sifat permisif dan kebiasaan berbagi merupakan budaya beramah tamah bangsa Indonesia, maka istilah pemberian sebagai Gratifikasi di Negara kita perlu diatur tersendiri.
Sementara itu Informasi yang diterima media ini, Endrico Matitaputty kabarnya harus menelan kekecewaan karena iming imingnya untuk berkarir di Kementrian PUPR harus kandas lantaran status hukumnya masih sebagai terperiksa penyidik KPK (*TS 02)
Discussion about this post