titastory.id, jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor atau SHB sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan infrastruktur yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Kalimantan Selatan. Kasus ini terungkap setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap sejumlah pejabat dan pihak swasta pada awal Oktober 2024.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, pada Rabu, 9 Oktober 2024, menyatakan bahwa OTT tersebut dilakukan setelah KPK menerima informasi mengenai adanya penyerahan uang suap terkait proyek pengadaan yang melibatkan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Selatan. Beberapa proyek tersebut meliputi pembangunan lapangan sepak bola, gedung Samsat Terpadu, dan kolam renang di kawasan olahraga terintegrasi, dengan total nilai proyek mencapai miliaran rupiah.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menjelaskan bahwa Sahbirin Noor tidak sendirian. Ia ditetapkan bersama enam tersangka lainnya, yang terdiri dari pejabat daerah, pengusaha, dan pihak swasta.
“KPK menemukan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara di Provinsi Kalimantan Selatan,” ungkap Ghufron pada Rabu, 9 Oktober 2024, dikutip dari sosial media instagram KKP, situs official.kpk, Rabu, (9/10/2024).
Kronologi dan Modus Operasi
Pengungkapan kasus ini bermula dari pengadaan proyek infrastruktur pada tahun anggaran 2024-2025 yang dikelola oleh Dinas PUPR Kalimantan Selatan. KPK menemukan indikasi bahwa sejumlah proyek tersebut telah dimanipulasi sejak proses lelang, dengan bocornya Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan manipulasi pada sistem e-katalog. Proyek-proyek ini diduga diarahkan kepada perusahaan-perusahaan yang sudah diatur sebelumnya untuk menang.
Ghufron menjelaskan bahwa modus operandi dalam kasus ini melibatkan manipulasi prosedur pengadaan, seperti membocorkan informasi lelang kepada pihak tertentu serta memulai pekerjaan proyek sebelum kontrak ditandatangani. Beberapa perusahaan yang dimenangkan dalam proyek ini, seperti PT WKM dan PT HIU, diketahui memiliki keterkaitan dengan pelaku utama dalam kasus ini, yaitu YUD dan AND, dua pihak swasta yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam penyelidikan, KPK mengungkap adanya penyerahan uang suap sebesar Rp1 miliar dari YUD kepada YUL, seorang Kabid Cipta Karya di Dinas PUPR, yang kemudian diteruskan kepada kepala dinas, SOL. Uang tersebut merupakan fee dari proyek-proyek yang dikelola Dinas PUPR dan diduga akan diberikan kepada Gubernur Kalimantan Selatan.
Menurut Ghufron, uang suap itu diserahkan dalam kardus coklat yang kemudian diantarkan ke dinas terkait oleh staf-staf mereka. KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang tunai dengan total Rp5,2 miliar dari beberapa lokasi berbeda di Kalimantan Selatan. Uang tersebut ditemukan dalam berbagai kardus, termasuk yang bertuliskan “Atlas” dan “Paman,” yang diduga merupakan kode untuk Gubernur.
Kronologi Pengadaan Proyek
Pada tahun 2024, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Kalimantan Selatan mengadakan beberapa proyek melalui APBD yang melibatkan sejumlah perusahaan. Namun, KPK menemukan indikasi bahwa pengadaan proyek ini telah direkayasa dengan tujuan memenangkan pihak tertentu.
Beberapa proyek yang menjadi fokus penyelidikan adalah:
- Pembangunan Lapangan Sepak Bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi
Nilai Proyek: Rp23.248.949.136
Penyedia: PT WKM - Pembangunan Gedung Samsat Terpadu
Nilai Proyek: Rp22.268.020.250
Penyedia: PT HIU - Pembangunan Kolam Renang di Kawasan Olahraga Terintegrasi
Nilai Proyek: Rp9.178.205.930
Penyedia: CVBB
KPK menemukan bahwa proses pengadaan proyek tersebut diduga dimanipulasi oleh Kepala Dinas PUPR, SOL, dan Kabid Cipta Karya, YUL, bekerja sama dengan pihak swasta, YUD dan AND, untuk memenangkan perusahaan yang telah diatur sebelumnya.
Modus Operandi Korupsi
Beberapa metode yang digunakan untuk merekayasa proses pengadaan proyek adalah:
- Pembocoran Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
Informasi mengenai HPS dan syarat kualifikasi perusahaan telah dibocorkan kepada pihak tertentu sebelum lelang dimulai. - Manipulasi Proses E-Katalog
Proses pemilihan penyedia dalam sistem e-katalog direkayasa agar hanya perusahaan milik YUD dan AND yang dapat memenangkan lelang. - Penggunaan Konsultan Perencana yang Terafiliasi
Konsultan yang terlibat dalam proyek ini diketahui memiliki afiliasi dengan YUD, sehingga memudahkan rekayasa pengadaan. - Pelaksanaan Proyek Sebelum Kontrak Ditandatangani
Sejumlah pekerjaan sudah mulai dikerjakan sebelum kontrak resmi ditandatangani, melanggar prosedur pengadaan.
OTT dan Penetapan Tersangka
Dalam OTT yang dilakukan pada 4 Oktober 2024, KPK mengamankan 17 orang, termasuk pejabat Dinas PUPR dan pihak swasta. Beberapa di antaranya adalah YUL, Kabid Cipta Karya, YUD dan AND sebagai pihak swasta, serta MHD, sopir YUL. KPK kemudian menetapkan Gubernur SHB, Kepala Dinas PUPR SOL, dan beberapa pejabat lain sebagai tersangka.
“Kami telah mengumpulkan bukti yang cukup kuat untuk menetapkan mereka sebagai tersangka. Gubernur Kalimantan Selatan diduga menerima suap melalui perantara, dan KPK akan terus mendalami aliran dana yang lebih luas,” ujar Ghufron.
Selain Gubernur, KPK juga menetapkan AMD, staf dinas yang berperan sebagai pengepul uang suap, sebagai tersangka. Mereka dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan b, serta Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tindak Lanjut dan Pengembangan Kasus
KPK masih terus melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, termasuk ruang kerja Gubernur Kalimantan Selatan. Ghufron menyatakan bahwa penyelidikan masih berlangsung dan KPK tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus ini, termasuk pihak-pihak yang terlibat dalam pencucian uang atau aliran dana untuk tujuan politik.
Ketika ditanya mengenai rumor bahwa uang suap tersebut digunakan untuk mendanai pencalonan istri Gubernur dalam Pilkada mendatang, Ghufron menyebut bahwa hal ini masih dalam penyelidikan lebih lanjut.
KPK berharap pengungkapan kasus ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak agar tidak melakukan praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat. “Kami akan terus melakukan upaya penindakan terhadap korupsi, terutama yang melibatkan anggaran daerah yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat,” tutup Ghufron.
Berikut nama-nama beberapa tersangka utama yang diamankan:
- YUL – Kabid Cipta Karya dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
- YUD – Pihak swasta
- MHD – Supir YUL
- AND – Pihak swasta
- ARS – Staf Cipta Karya
- BYG – Supir SOL
- AMD – Pengepul uang suap untuk gubernur
- SOL – Kepala Dinas PUPR Provinsi Kalimantan Selatan
KPK juga mengamankan sejumlah uang tunai yang ditemukan dalam berbagai tempat, antara lain:
- Kardus coklat berisi Rp1 miliar
- Tas duffle hitam berisi Rp1,2 miliar
- Kardus kuning dengan foto wajah “Paman” berisi Rp800 juta
- Kardus bertuliskan “Atlas” berisi Rp1,2 miliar
- Kardus air mineral berisi Rp710 juta
Latar Belakang Sahbirin Noor
Dilansir dari laman https://www.ntvnews.id, yang berjudul “Profil Sahbirin Noor, Gubernur Kalimantan Selatan yang Ditetapkan Jadi Tersangka Korupsi” Sahbirin Noor lahir di Banjarmasin pada 12 November 1967. Ia menyandang gelar sarjana dari Universitas Islam Kalimantan pada 1995, gelar magister dari Universitas Putra Bangsa Surabaya pada 2005, dan gelar doktor dari Universitas Lambung Mangkurat pada 2021. Sebelum terjun ke dunia politik, Sahbirin sempat berkarier sebagai birokrat dan menjabat sebagai Lurah Kelayan Luar serta Sekretaris Camat Banjarmasin Barat.
Setelah meninggalkan birokrasi, Sahbirin melanjutkan kiprahnya di dunia bisnis. Ia menjadi Direktur Utama PT Jhonlin Sasangga Banua, perusahaan milik Haji Isam, yang juga merupakan pamannya.
Perjalanan Politik dan Kasus Hukum
Sahbirin terjun ke dunia politik pada 2016, mencalonkan diri sebagai Gubernur Kalimantan Selatan dan berhasil menang bersama pasangannya, Rudy Resnawan. Pada periode kedua, Sahbirin kembali terpilih pada 2021, kali ini berpasangan dengan Muhidin.
Namun, karier politiknya kini tersandung kasus suap dan gratifikasi. Pada 6 Oktober 2024, KPK melakukan OTT yang menangkap empat pejabat negara dan dua pihak swasta. Uang sebesar Rp 10 miliar disita dari operasi tersebut. Nurul Ghufron menegaskan bahwa bukti permulaan yang ada cukup untuk menjerat Sahbirin Noor sebagai tersangka. Hingga saat ini, KPK masih melakukan penyidikan lebih lanjut terhadap kasus ini. (TS-01)