titastory.id,aru – Politik uang merupakan pelanggaran yang memiliki sanksi ketika digunakan dalam Pemilu. Namun politik uang menjadi cara paling ampuh yang digunakan oleh para calon dan tim kampanye untuk mempengaruhi partisipasi pemilih.
Belajar dari Pemilu Legislatif (Pileg) pada Februari lalu, politik uang digunakan supaya menarik perhatian pemilih melalui pemberian uang ataupun barang sebagai imbalan atas dukungan.
Cara ini dengan sendirinya dapat mengurangi kebebasan berpikir dan berpendapat para pemilih, sehingga berpengaruh pada proses memilih yang seharusnya berdasarkan pemikiran rasional dan informasi yang akurat.
Langkah-langkah pencegahan dan penindakan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perlu dilakukan secara tegas dan konsisten guna menjaga integritas demokrasi dan keadilan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Menjadi penting untuk seluruh pihak, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), partai politik, calon pemimpin, dan masyarakat Kabupaten Kepulauan Aru untuk bersama-sama memerangi politik uang demi terciptanya Pilkada Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (LUBERJURDIL).
Politik Uang dan Partisipasi Pemilih
Pemilih yang menerima imbalan atau hadiah dari para calon cenderung lebih aktif dalam proses pemilihan dari pada pemilih yang tidak menerima imbalan.
Akibatnya pemilih yang sebenarnya lebih berkompeten dan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang isu-isu politik tidak terwakili dalam proses politik karena terpinggirkan oleh pemilih yang hanya terpengaruh oleh politik uang.
Selain itu, praktik politik uang juga dapat memperkuat kontrol politik oleh elite atau kelompok tertentu yang memiliki kekuatan finansial.
Dengan menggunakan uang sebagai alat untuk memenangkan pemilihan, elite politik dapat memastikan bahwa kepentingan mereka terpenuhi dan menjaga kekuasaan tanpa perlu memperhatikan kebutuhan atau aspirasi masyarakat secara keseluruhan.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk mengawasi dan menindak tegas praktik politik uang agar partisipasi pemilih dapat berlangsung dengan jujur dan adil, serta pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kepentingan dan aspirasi masyarakat.
Pendidikan politik juga perlu ditingkatkan agar pemilih memiliki pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya memilih berdasarkan visi dan misi calon serta program-program yang ditawarkan, bukan semata-mata
karena imbalan yang ditawarkan.
Dampak Politik Uang Pada Stabilitas Kebijakan Publik
Politik uang dengan sendirinya dapat berpengaruh pada kebijakan publik yang akan diambil oleh kepala daerah terpilih.
Mengutip Magerakis et al. (2023) mengungkapkan bahwa kedekatan dengan kekuasaan politik dapat memengaruhi kebijakan keuangan perusahaan. Dalam konteks pemerintahan daerah, kepala daerah yang terpilih melalui praktik politik uang cenderung lebih fokus pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu ketimbang kepentingan masyarakat luas. Sehingga berpotensi mengarahkan pada kebijakan yang tidak pro-rakyat dan merugikan pembangunan daerah.
Ketika praktik politik uang merajalela di suatu daerah, maka dapat menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi stabilitas kepemimpinan di daerah tersebut.
Menurut Jens dan Page (2024), ketidakpastian yang timbul akibat adanya siklus pemilihan yang dipengaruhi oleh praktik politik uang dapat berdampak negatif terhadap investasi dan kebijakan ekonomi.
Di Kabupaten Kepulauan Aru, contohnya, jika kepala daerah terpilih melalui praktik politik uang, maka ia mungkin merasa kurang memiliki legitimasi yang kuat di mata masyarakat. Hal ini bisa mengganggu stabilitas pemerintahan di daerah tersebut.
Ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan yang diambil oleh kepala daerah yang terpilih melalui praktik politik uang juga dapat berujung pada konflik sosial dan ketidakstabilan politik yang lebih luas.
Maka dari itu, penting bagi penyelenggara dan masyarakat untuk bersama-sama mencegah praktik politik uang agar stabilitas kepemimpinan dan pemerintahan di daerah dapat terjaga dengan baik.
Dengan demikian, pembangunan dan kemajuan di daerah tersebut juga dapat berjalan lancar dan berkelanjutan.
Argumentasi Menentang Politik Uang
1) Merusak Integritas Pemilihan
Politik uang merusak integritas Pilkada dengan menciptakan ketidakadilan. Pemilih yang menerima uang cenderung memilih berdasarkan imbalan material, bukan pada visi dan misi calon.
Akibatnya pemimpin yang terpilih tidak kompeten dan tidak berkomitmen untuk melayani rakyat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), daerah yang tinggi praktik politik uang cenderung memiliki tingkat partisipasi pemilih yang rendah dan kualitas pemimpin yang buruk.
2) Mengancam Kedaulatan Rakyat
Ketika suara rakyat dapat dibeli, kedaulatan rakyat sebagai landasan demokrasi menjadi terancam.
Pemilih seharusnya memiliki hak untuk memilih berdasarkan keyakinan dan kebutuhan mereka, bukan karena tekanan atau imbalan.
Adanya politik uang, kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi akan menurun, dan hal ini dapat menyebabkan apatisme politik di kalangan pemilih.
3) Mendorong Korupsi
Politik uang juga mendorong praktik korupsi di kalangan pejabat terpilih. Calon yang menang karena praktik politik uang sering kali merasa berutang budi kepada para pemberi uang, yang dapat mengarah pada kebijakan yang tidak pro-rakyat dan lebih mengutamakan kepentingan kelompok tertentu. Hal Ini akan menciptakan siklus korupsi yang sulit untuk diputus.
Reputasi Terhadap Argumen Pro Politik Uang
Beberapa pendukung politik uang berargumen bahwa praktik ini adalah bagian dari budaya politik yang sudah ada dan sulit dihilangkan. Mereka berpendapat bahwa politik uang adalah cara untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.Namun, argumen ini tidak dapat dibenarkan. Pertama, menganggap politik uang sebagai budaya yang tidak dapat diubah adalah pandangan yang pesimis dan mengabaikan potensi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi yang lebih baik. Kedua, memberikan imbalan dalam bentuk uang untuk mempengaruhi pilihan politik hanya akan memperburuk keadaan dan memperkuat ketidakadilan.
Mengatasi Politik Uang
Untuk mengatasi politik uang di Kabupaten Kepulauan Aru, beberapa langkah harus diambil, diantaranya:
1) Pendidikan Politik : Masyarakat perlu diberikan pendidikan politik yang memadai untuk memahami pentingnya memilih berdasarkan visi dan misi calon, bukan berdasarkan imbalan materi.
KPU dan organisasi masyarakat sipil dapat berperan dalam meningkatkan kesadaran pemilih. Dengan pemahaman yang lebih baik, diharapkan masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh praktik politik uang yang hanya akan merugikan mereka sendiri di kemudian hari.
2) Penegakan Hukum yang Ketat : Penegakan hukum terhadap praktik politik uang harus diperketat. Calon yang terbukti melakukan politik uang harus diancam dengan sanksi yang tegas, termasuk diskualifikasi dari pemilihan. Hal ini akan memberikan efek jera bagi calon lainnya.
3) Transparansi dalam Proses Pemilihan : Meningkatkan transparansi dalam proses pemilihan, termasuk pendanaan kampanye, dapat membantu mengurangi praktik politik uang. Masyarakat harus memiliki akses untuk memantau sumber dana kampanye dan pengeluaran calon.
Demokrasi dalam konteks Pilkada 2024 di Kabupaten Kepulauan Aru, politik uang masih menjadi masalah yang harus diatasi
Praktik politik uang dapat mengarahkan pada pemilihan kepala daerah yang tidak berkualitas dan hanya mementingkan diri sendiri atau kelompok tertentu. Ini tentu tidak sejalan dengan tujuan demokrasi yang seharusnya mewakili suara rakyat dan mengutamakan kepentingan bersama.
Oleh karena itu, kesadaran akan bahaya politik uang perlu ditingkatkan tidak hanya di kalangan masyarakat umum, tetapi juga di kalangan calon pemimpin dan lembaga pengawas.
Selain itu, lembaga pengawas juga harus melakukan peranannya secara independen dan transparan dalam memantau setiap tahapan Pilkada agar tidak terjadi pelanggaran berkaitan dengan politik uang.
Pemilihan kepala daerah yang bersih dan transparan yang terwujud akan menunjukan sikap kepala daerah yang terpilih benar-benar mewakili dan melayani kepentingan masyarakat dengan baik.
Demokrasi yang sehat dan berkelanjutan membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat tanpa terkecuali, dan hal ini tidak akan tercapai jika politik uang masih terus menjadi praktik yang lazim dalam Pilkada maupun pemilihan umum lainnya. (**)
Discussion about this post