- Tumpukan tanah bercampur batu ditemukan warga desa Hila Kecamatan Pulau Romang. Diduga merupakan sampel emas, namun warga juga menduga bahwa material tersebut mengandung emas.
- Masyarakat Desa Hila akui proses pembohongan terus terjadi, karena sejak 2011 sampai tahun 2015, dan bahkan hingga kini pihak perusahaan terus melakukan pengiriman dengan alasan sampel eksplorasi emas.
- Masyarakat Romang akan tetap menolak perusahaan tambang apapun yang masuk, karena pulau ini sangat kecil dan tidak layak untuk dilakukan eksploitasi pertambangan.
- Masyarakat mengatakan tanpa pertambangan pertekonomian mereka tetap stabil karena ada hasil alam seperti pala hutan, cengkih, kelapa dan madu hutan yang merupakan sumber pangan lokal kepulauan Romang,dan bukan hasil tambang.
TITASTORY.ID, – Sebuah video amatir milik salah satu warga Desa Hila, Kecamatan Pulau Romang, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku memperlihatkan tumpukan material tanah bercampur batu di dekat Pelabuhan Hila, Kecamatan Pulau Romang, sabtu (20/82022).
Dalam video amatir, warga Desa Hila menggerebek lokasi material tanah bercampur batu milik salah satu perusahaan tambang yang sudah sejak lama melakukan aktifitas di pulau tersebut.
Feri Puledway, warga Desa Hila kepada titastory.id mengatakan menemukan tumpukan-tumpukan tanah bercampur batu yang siap diangkut menggunakan transportasi kapal laut.
Rencananya, material tanah ini akan dibawa menggunakan kapal menuju Timika Papua, untuk diolah.
Feri yang dikonfrimasi via telephone, sabtu malam menjelaskan, tumpukan tersebut diduga merupakan milik PT Gemala Borneo Utama (PT-GBU). Menyinggung soal kandungan material tanah bercampur batu tersebut, Dia menjelaskan pihaknya mendapatkan infromasi bahwa tumpukan dalam jumlah ribuan ton itu mengandung mangan, sedangkan PT GBU sendiri merupakan perusahaan memiliki izin pengelolaan logam emas.
“Informasi yang kami terima di internal perusahan bahwa material yang akan di bawa ke tanah Papua mengandukung unsur mangan, persoalannya adalah apakah PT GBU memiliki izin pengelolaan mangan?, jika benar itu adalah mangan maka kami merasa di tipu,” tegas Feri.
Saat yang sama, dirinya juga mengungkapkan, sejak tahun 2011 sampai 2016 perusahaan tambang ini selalu berdalih bahwa emas di Romang itu memiliki kualitas rendah. Namun pasca 2016 Pemerintah Daerah Maluku menurunkan tim ahli dari Universitas Pattimura baru temukan ada kandungan emas di Romang, dan kualitasnya lebih baik dari pada yang ada di Freeport, sehingga izin pengelolaan tambang di keluarkan oleh Gubernur Maluku saat itu.
“Nah sejak itu, yaitu sejak tahun 2011 hingga tahun 2016 masyarakat Romang dibohongi, publik juga dibohongi, keterangan pers pihak perusahan selalu mengatakan kadar emasnya berada di bawa kadar 0 sekian.,” terangnya.
Namun katanya, pengiriman sampel jalan terus, bahkan sampai hari ini ada rencana pengiriman 5000 ton material seperti pasir dan batu.
“Selaku masyarakat kami melihat ini material pasir dan batu, kami tidak tahu ada yang ada dalam kandungan material tersebut, tetapi proses pengiriman ke Papua ini bentuk pembohonagan public juga,” tegas Feri.
Saat yang sama, keberadaan perusahan, “tuturnya”, tidak disertai dengan sosialisasi, tidak ada analisa dampak lingkungan (amdal) yang menurut masyarakat merupakan bentuk pembodohan.
Terhadap material yang kini sudah tertumpuk, Feri mengaku pihaknya sudah melakukan konsolidasi dan akan melakukan aksi penolakan atau melarang proses pengangkutan barang matrial yang diambil dari perut bumi Pulau Romang, karena sejak perusahan beroperasi masuarakat adat di Pulau Romang tidak mendapat faedah atau hal hal.
“Konsolidasi sudah dilakukan, dan kami akan menggelar aksi agar material yang sudah tertumpuk tersebut tidak bisa dibawa keluar dari Pulau Romang, sebab selama ini kami ditipu,” tegas Feri.
Dia juga menyampaikan selama ini masyarakat Romang hidup dari hasil tenaman, bukan dari hasil tembang sehingga penolakan terhadap aktifitas penambakan akan tetap dilakukan.
“Kami hidup dari hasil kelapa, pala hutan, cengke, madu dan hasil laut, kami tidak ingin semua itu sirna, begitu saja. Sehingga tekad kami, kami tetap menolak aktifitas tambang,” tutupnya. (TS-02)