Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM di Yuguru Papua, Menduga Kematian Abral Dibunuh Aparat TNI

14/06/2025
Keterangan gambar: Jenazah Abral Wandikbo, usai ditemukan warga akhir Maret lalu. Foto: Akun facebook @Emil_E_Wakei
Negara Harus Usut Tuntas Pelanggaran HAM Berat di Yuguru, Nduga, dan Adili Pelaku Kekerasan terhadap Warga Sipil

titastory, Jakarta – Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) bersama Koalisi Masyarakat Sipil mengecam keras tindakan penyiksaan dan pembunuhan di luar hukum (extrajudicial killing) terhadap seorang warga sipil Papua bernama (27 tahun), asal Kampung Yuguru, Distrik Mebarok, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan.

Tindakan keji ini diduga dilakukan oleh aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam operasi militer pada 22–25 Maret 2025 di wilayah tersebut. Padahal, korban bukan bagian dari kelompok bersenjata maupun pro-kemerdekaan Papua. Sebaliknya, almarhum dikenal aktif membantu aparat dalam pembangunan kembali lapangan terbang Yuguru.

“Ia ditangkap tanpa alasan jelas, tanpa bukti, tanpa pendamping hukum, lalu dibawa ke pos TNI dan tidak pernah kembali,” ujar Theo Hesegem, Direktur YKKMP dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta (13/6/2025).

keterangan gambar: Audiensi Koalisi Masyarakat Sipil untuk kasus Yuguru di Komnas HAM, 13 Juni 2025. (©Amnesty International Indonesia)

Pada 25 Maret, Abral ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan: tubuhnya termutilasi, dengan luka parah di beberapa bagian, tangan terikat dengan plasticuff. Aparat sebelumnya menyampaikan bahwa korban akan dipulangkan dalam keadaan hidup, namun justru menyebarkan narasi bahwa ia “melarikan diri”.

Koalisi juga mencatat tindakan brutal lainnya oleh aparat TNI sebelum kasus ini terjadi, termasuk perusakan rumah warga, puskesmas, dan sekolah antara 22–24 Februari 2025. Dalam proses penggeledahan, peralatan belajar, dokumen pribadi, dan fasilitas umum lainnya dihancurkan. Tindakan ini dinilai sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap hak sipil, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan anak.

Menurut data Komnas HAM, sepanjang 2024 tercatat 113 kasus pelanggaran HAM di Papua, di mana 85 kasus berkaitan dengan kekerasan dan konflik bersenjata. Angka ini mencerminkan krisis kemanusiaan yang terus berlangsung di wilayah tersebut.

Nurina Savitri dari Amnesty International Indonesia dan Theo Hasegem dari YKKMP berbicara kepada pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat 13 06 Foto Emil E Wakei

Komnas HAM Mendorong Penegakan Hukum

Ketua Komnas HAM Anis Hidayah, bersama Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Saurlin P. Siagian, menerima laporan resmi dari koalisi dan menyampaikan keprihatinan mendalam atas peristiwa ini.

“Kami mengecam kekerasan ini. Hak untuk hidup adalah hak fundamental. Tidak boleh ada impunitas dalam kasus kekerasan terhadap warga sipil,” ujar Anis.

Keterangan gambar,Foto seseorang yang memegang senjata, yang menurut TNI merupakan Abral Wandikbo. Kerabat dan kelompok advokasi sipil membantah tudingan itu. Foto- Akun facebook @Emil E wakei

Tuntutan Koalisi

Atas tragedi ini, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM di Yuguru menyampaikan enam tuntutan:

Usut tuntas dan adili pelaku penyiksaan dan pembunuhan terhadap Abral Wandikbo serta dugaan perusakan fasilitas umum. Pertanggungjawaban harus menyentuh seluruh rantai komando. Atas tragedi kemanusiaan ini, Koalisi menyampaikan tuntutan sebagai berikut:

Pertama, Berikan pemulihan menyeluruh kepada keluarga korban dan masyarakat Yuguru, termasuk renovasi fasilitas publik dan pemenuhan layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.

Kedua, Tetapkan kasus ini sebagai pelanggaran HAM berat, dan segera lakukan penyelidikan pro justitia sesuai UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Ketiga, Adili pelaku di pengadilan sipil, bukan peradilan militer, demi menjamin akuntabilitas publik dan keadilan yang transparan.

Keempat, Hentikan pendekatan militeristik dalam penyelesaian konflik Papua yang selama ini justru memperburuk situasi kemanusiaan.

Kelima, Buka akses seluas-luasnya bagi pemantau HAM independen, jurnalis, dan organisasi kemanusiaan ke wilayah Papua, termasuk Kampung Yuguru.

Keenam, Pemerintah wajib membuka akses seluas-luasnya bagi pemantau HAM independen, jurnalis, dan organisasi kemanusiaan ke wilayah Papua, termasuk ke Kampung Yuguru, sebagai bentuk transparansi dan jaminan hak atas informasi. Tanpa akses yang adil bagi media dan semua pemantau HAM independen di Papua, maka Papua akan terus berada dalam bayang bayang ketertutupan dan potensi pelanggaran HAM yang luput dari pengawasan publik akan terus terjadi.

Tanpa transparansi dan akses terbuka, Papua akan terus berada dalam bayang-bayang ketertutupan, yang memungkinkan pelanggaran HAM terus terjadi tanpa pengawasan publik.

Untuk diketahui Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM di Yuguru terdiri dari organisasi masyarakat sipil dan Lembaga Gereja serta organisasi jurnalis antara lain: Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP), Amnesty International Indonesia, Biro Papua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Asia Justice and Rights (AJAR), LBH Masyarakat (LBHM), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) serta LBH Jakarta.

error: Content is protected !!