TITASTORY.ID,- Mengapa mahasiswa adat Welihata atau Sabuai kembali melakukan aksi demo di Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku ? apakah mereka belum puas atau ada yang disembunyikan oleh pihak Kejaksaan Tinggi Maluku sehingga puluhan mahasiswa ini kembali mendatangi kantor Kejaksaan Tinggi Maluku ?
Dimana Posisi Negara dalam menegakan keadilan bagi Pejuang maupun Pembela Lingkungan, seperti diamanatkan dalam undang-undang No 18 tahun 2013 dan Undang-undang nomor 32 tahun 2009 ?
Aksi ini merupakan aksi ketiga atau aksi jilid tiga mahasiwa Welihata guna menyikapi lambannya proses hukum kasus CV Sumber Berkat Makmur dan nasib kedua warga Sabuai yang ditetapkan sebagai tersangka karena mempertahankan hutan adat yang dirusaki oleh CV SBM.
Tentu saja tuntutan yang sama ditujukan kepada pimpinan Kejaksaan Tinggi Maluku untuk mempercepat proses hukum kasus illegal logging dengan tersangka Komisaris CV Sumber Berkat Makmur, Imanuel Quadarusman alias Yongki.
Puluhan mahasiswa ini datang belasan poster dan spanduk besar berisi tuntutan aksi. Secara bergantian, peserta aksi menyampaikan aspirasi mereka.
Dalam orasinya, mereka mendesak Kejati Maluku mengadili Imanuel Quadarusman atas pengrusakan hutan adat antara lain hutan adat Ahwale dan Hutan Siwe Sabuai, dimana hutan tersebut merupakan kampung lama dan makam dari para leluhur mereka.
Koordinator aksi, Joshua Ahwalam menilai proses kasus yang menyeret bos Sumber Berkat Makmur itu lamban oleh pihak Kejaksaan Negeri Seram Bagian Timur. Hal ini berbanding terbaik atau berbeda dengan penanganan kasus pengrusakan alat berat milik perusahaan oleh warga Sabuai.
“Ada dugaan perselingkuhan antara penguasa dan pembesar untuk kemudian memenjarakan kedua masyarakat sabuai,” kata Joshua dalam orasinya di depan kantor Kejati Maluku, Senin (8/3/2021).
Saat ini, proses hukum kasus illegal logging dinyatakan lengkap dan telah diserahkan ke Kejati.
“Terkait dengan pembalakan liar dimana menyeret Komisaris CV SBM yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Gakkum KLHK Maluku dapat ditindak lanjuti secepat mungkin,” kata Joshua.
Sementara itu, kasus pengrusakan alat berat itu telah menetapkan dua warga Sabuai sebagai tersangka yakni Khaleb Yamarua dan Stefanus Ahwalam. Mereka menolak proses hukum terhadap kedua warga.
“Aksi yang dilakukan oleh kedua warga sabuai merupakan bagian dari pada partisipasi sebagai warga negara dalam proses penegakan hukum sebagaimana sesuai dalam undang-undang No 18 tahun 2013,” katanya.
Joshua dalam membacakan tuntutannya meminta Kejati Maluku segera menginstruksikan kepada Kejari Seram Bagian Timur agar kasus kejahatan Ilegal loging yang melibatkan direktur CV SBM Imanuel Quadarusman diproses sebagai pidana khusus bukan pidana umum
Kuasa Hukum dua tersangka pemuda Sabuai, Yustin Tunny dihadapan Kasi Humas dan Kasi Intel Kejati Maluku mengatakan kasus illegal loging yang menyeret bos CV SBM Imanuel Quadrusman ditangani sebagai masalah pidana umum sebagai kasus pencurian.
“Saya langsung ke Kejari Seram Timur dan Kasi Pidum mengatakan ternyata kasus Illegal Loging yang dilakukan oleh Yongki ini ditangani sebagai Pidana Umum, padahal kita tahu kasus anak, illegal loging, illegal oil, illegal fishing ditangani secara khusus. Pertanyaannya factor apakah atau dasar hukum apa yang dipakai untuk kasus ini masuk ke pidana umum, ini illegal logging dan bukan pencurian biasa,” urai Tunny.
Menanggapi aksi itu, Humas Kejaksaan Tinggi Negeri Maluku, Sammy Sapulette kepada pengunjuk rasa memastikan akan menyampaikan aspirasi itu ke kepala Kejati.
“Kami akan meneruskan aspirasi kalian kepada pimpinan dan berkoordinasi dengan bidang terkait,” tandasnya.
Bahkan Sapulete mengatakan keprihatinannya terhadap masalah pengrusakan hutan yang terjadi di Sabuai. “Saya juga pemerhati lingkungan hidup, sebelum bekerja pada Kejaksaan saya juga mengabdi pada LSM Lingkungan sehingga itu menjadi keprihatinan kita bersama,”ungkap Sapulete.
Sebelumnya dugaan pelanggaran hukum Yongki ditindaklanjuti oleh Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Wilayah Maluku Papua, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Pada 25 Februari 2020, kami sudah layangkan surat pemanggilan kepada SBM,” ungkap Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum KLHK seperti dilansir melalui situs Dirjen Gakkum KLHK.
Terungkap CV SBM tidak memilik iIzin Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten SBT. Perusahaan hanya mengantongi izin usaha perkebunan semata.
“Artinya kalau belum punya izin (lingkungan) berarti ilegal, persyaratan berinvestasi itu kan harus lengkap dokumen termasuk izin lingkungan,” lanjutnya.
Yongki ditetapkan menjadi tersangka pelaku illegal logging dan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Maluku pada 18 Maret 2020 dengan tuntutan Pasal 12, Pasal 87 dan/atau Pasal 19, Pasal 94 dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ancamannya pidana penjaranya paling lama 15 tahun dan denda maksimum Rp100 milyar.
Barang bukti yang diamankan petugas adalah 1 unit alat berat loader merek Komatsu, 2 unit bulldozer merek Caterpillar, dan tumpukan kayu bulat gelondongan dengan berbagai jenis dan ukuran. Kayu gelondongan itu diduga hasil pembalakan liar CV SBM di Sabuai.
Namun dalam perkembangannya kasus ini semakin buram. Berkas perkara penyidikan, mengendap di meja Kejari Bula Seram Bagian Timur, meski mulai disidik sejak Maret 2020.
Alasannya, adanya ketidaksesuian data di lapangan yang membuat Kejari Bula, Kabupaten SBT terpaksa memulangkan berkas berita acara penyelidikan tersebut.
“Ketika tim Jaksa dan tim penyidik turun ke TKP, hanya ditemukan 50 batang kayu, sedangkan dalam berita acara penyidikan adalah sebanyak 100 potong. Datanya tidak sinkron, itu masalahnya,” ungkap Muhammad Ilham, Kepala Kejaksaan Negeri SBT ( 11/01/2021) seperti dirilis oleh titastory.id
“Kasus ini sudah di kami, namun belum bisa diterima karena barangbukti tidak sinkron. Sekarang dikembalikan lagi ke penyidik. Saat eksekusi nanti barang bukti harus sesuai dengan BAP.”
Perihal kasus yang belum dapat naik ke pengadilan dibenarkan oleh Adrianus Mossa, Kepala Seksi Wilayah I Manokwari Balai PPHLHK Wilayah Maluku Papua.
“Tanggal 23 Maret 2020 penyerahan berkas tahap satu telah dilakukan. Selama 14 hari kejaksaan harusnya mengeluarkan P-18 jika dianggap tidak lengkap. Lalu P-19 pengembalian berkas perkara untuk dilengkapi, tapi ini tidak ada. [Selama ini] kami anggap tidak ada masalah, kami tidak tahu kalau perlu ada petunjuk lagi untuk dilengkapi,” sebut Mossa.
“Kita penyidik sudah melewati [seluruh] tahapan itu, dan sebagai penyidik kita tunduk kepada hukum acara terkait dengan masa berlaku dan sebagainya,” lanjutnya.
Sementara proses hukum berjalan stagnan. Izin CV SBM telah dicabut oleh pemda.
“Izinnya sudah dicabut. Kami sudah memberikan peringatan pertama hingga peringatan berikutnya, namun tidak dihiraukan perusahan,” kata Hasan Kelian, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten SBT, jumat 12 maret 2020.
Pencabutan Izin itu lantaran perusahan tidak melaksanakan perjanjian untuk melakukan penanaman tanaman pala di lokasi seluas 1.183 hektar itu.
Sejalan, Dishut Provinsi Maluku juga telah mengeluarkan surat bernomor 522.3-Mal/187/2020 tertanggal 24 Februari 2020 kepada CV SBM untuk menghentikan penebangan.
Ironisnya sejalan dengan mandeknya kasus, pimpinan CV SBM, Yongki konon tidak diketahui keberadaannya. Setelah sempat ditahan oleh Gakkum KLHK Wilayah Maluku-Papua sebagai tahanan kota di Polda Maluku.
Ketidakspastian hukum, pun membuat masyarakat dan mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa lanjutan di bulan Januari 2021 lalu. Mereka menuntut agar kasus ini tetap dikawal dan tak menguap begitu saja. (Redaksi)
Discussion about this post