Kampanye Selamatkan Hutan dan Tanah Adat Marafenfen, Rumah Sastra Aru (RSA) Gelar Malam Pagelaran Seni

by
14/11/2021
Puluhan Seniman di Dobo, Kapupaten Kepulauan Aru mengikuti pagelaran seni yang digelar Rumah Sastra Arafura (RSA) yang berlangsung di Tribun Lapangan Cendrawasih, Kota Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, Sabtu (13/11/2021) pukul 19.00 Wit. Foto : Istimewa

TITASTORY.ID,.-Kampanye dukungan untuk menyelamatkan tanah dan hutan adat Desa Marafenfen, Kepulauan Aru terus mengalir. Kdatali ini kampanye dalam bentuk dukungan Save Marafenfen dilakukan oleh puluhan seniman dan budayawan di Kapupaten Kepulauan Aru.

Dukungan diberikan dalam bentuk malam pagelaran seni yang berlangsung di Tribun Lapangan Cendrawasih, Kota Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, Sabtu (13/11/2021) pukul 19.00 Wit.

Rumah Sastra Aru yang menampung para seniman Aru ikut mengekspersikan dukungannya bagi masyarakat adat Marafenfen yang sedang memperjuangkan tanah adatnya seluas 689 hektar dari penguasaan TNI AL.

Pagelaran seni berisi nyanyian dan puisi untuk memperingati Hari Pahlawan ini, dipersembahkan untuk Save Marafenfen dan para pejuang Aru yang telah mengorbankan hidupnya untuk mempertahankan tanah adat.

Lagu dan puisi dibawakan secara bergantian oleh para seniman Aru, diantaranya Risto, Angki Apalem, Rahmat mangar, Jesen Adrian serta  Lestari Miru,  diiringi tiupan saxaphon  dari  Mika Ganobal dan biola oleh Willy.

Puisi yang dibacakan ini merupakan bentuk curahan hati dan kritikan atas penguasaan hutan oleh TNI AL, dan terancamnya kehidupan hewan endemik kepulauan Aru berupa Babi, rusa, cendrawasih dan kakatua hitam akibat  pengrusakan  hutan di Aru.

“Tanah adat itu bukan ose yang punya, bukan beta yang punya, tapi katong yang punya,”demikian sepenggal puisi yang dibacakan secara lantang oleh Angki Apelem berjudul “Ini Bukan Puisi”.

Dia  mengajak semua anak muda dan masyarakat  Aru,  untuk bersama- sama berjuang mempertahankan tanah adat yang  telah diwariskan turun temurun  oleh para leluhur.

Tanah adat menurut dia  adalah harga diri yang harus dipertahankan.

“Katong (kita) tidak akan mati karena  penindasan  dan penjajahan, karena  katong akan  tetap hidup untuk melakuian perlawanan,”teriaknya.

Puisi khusus juga dipersembahkan untuk  2 pahlawan wanita Aru,  Mama Do dan Mama Since yang dengan gagah berani telah  berjuang untuk mempertahankan tanah adat Marafenfen.

Kedua Wanita pemberani ini telah dipanggil pulang dalam kedamaian oleh sang pencipta,  dan perjuangan mereka untuk memperoleh  keadilan bagi Aru  saat ini diteruskan  oleh seluruh masyarakat  adat Aru.

117 Negeri adat di Aru, juga diminta untuk bersatu menjaga tanah adat dan  hutan adat, agar nyanyian merdu  burung  cendrawasih dan  kakatua raja hitam tetap terdengar dari hutan adat Marafenfen.

 

Pembagian Stiker Save Marafenfen

Belasan pemuda yang tergabung dalam Pemuda Aru dan Komunitas Rumah Sastra Aru, Minggu (14/11/2021) sore melakukan kegiatan pemasangan stiker dukungan #SaveAru  terhadap  sejumlah kendaraan motor maupun mobil  yang melewati kawasan pasar Dobo.

Mereka menghentikan kendaraan dan memasang stiket di pintu mobil, maupun bagian depan motor, untuk mensosialisasikan kegiatan #Save Aru.

Johan Jambumona mengatakan, kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk pemberitahuan kepada publik, bahwa perjuangan #SaveMarafenfen masih terus  berjalan.

Dia juga berharap, lewat pengadilan yang sedang berlangsung,  tanah adat dapat dikembalikan kepada masyarakat adat.

“Harapan saya, tanah adat dapat dikembalikan kepada masyarakat adat jangan diberikan kepada orang yang tak punya hak,”pungkasnya.

Sementara itu, Rumah Sastra Arafura (RSA), akan menggelar acara yang sama pagelaran seni dan budaya yang bertemakan “Lawan Dengan Cinta”, yang bertempat di Tribun Lapangan Yos Sudarso, senin (15/11/2021) sekitar pukul 17.00 WIT.

Pagelaran seni dan budaya ini merupakan rangkaian acara menjelang putusan sidang sengketa Tanah Masyarakat Adat Marafenfen melawan TNI Angkatan Laut dan Pemerintah Provinsi Maluku. (TS-01)

error: Content is protected !!