Kalah di Sidang Praperadilan, Polresta Ambon Bakal Lakukan Penyelidikan Baru Kasus Kekerasan di Permuda Tirtayaponno

08/02/2025
Luka akibat tindakan kekerasan bersama yang terjadi di Kantor Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Yaponno Ambon. Foto Edison/Titastory

titastory, Ambon – Kasus kekerasan di Perumda Tirta Yaponno Ambon yang dilaporkan ke Polresta Ambon dan Pulau-Pulau Lease memasuki babak baru.

Kasusnya akan dihentikan setelah lahirnya putusan praperadilan oleh Pengadilan Negeri Ambon, Nomor: 1/Pra.Pid/2025/PN.Amb antara Reinhard, dkk sebagai pemohon melawan Kasat Reskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease sebagai termohon.

Amar putusan itu mengabulkan permohonan sebagian yang menyatakan surat perintah penyidikan adalah tidak sah lantaran cacat prosedur.

Kepala Seksi Humas Polresta Ambon dan Pulau-Pulau Lease, IPDA Janet Luhukay kepada titastory, Sabtu (8/02), menjelaskan bahwa penyidikan kasus tersebut akan dihentikan (SP3) sesuai putusan pengadilan pada Senin, pekan depan.

“Sesuai putusan Pengadilan Kasusnya di SP3kan, Senin pekan depan,” ungkap Janet.

Namun, kasus ini masih akan ditindaklanjuti dengan proses penyelidikan dan penyidikan baru.

“Setelah itu baru kita laksanakan penyelidikan dan penyidikan baru nantinya,” kataJanet mengutip pimpinannya.

Menurut Praktisi Hukum Jhon Lennon, secara normatif putusan praperadilan tidak dapat membatalkan status tersangka.

Alasannya, karena praperadilan hanya menguji prosedur secara formil. Sementara saat persidangan praperadilan suatu perkara pidana tidak membahas pokok perkara yang didakwakan.

“Terkait kasus kekerasan yang praperadilan itu tidak membatalkan status tersangka,” kata Jhon.

Sejalan dengan itu, Advokat Marneks Salmon mengatakan, syarat formil merupakan proses hukum yang dilakukan untuk memastikan apakah penuntutan sudah dipenuhi.

Syarat formil dalam konteks praperadilan adalah syarat-syarat yang berkaitan dengan prosedur dan formalitas dalam melakukan penuntutan, seperti, surat dakwaan yang sah dan lengkap, ketersediaan bukti yang cukup untuk mendukung dakwaan, kepatuhan dengan prosedur penyelidikan dan penuntutan dan ketersediaan dasar hukum yang sah untuk melakukan penuntutan.

“Dalam praperadilan, hakim akan memeriksa apakah syarat-syarat formil tersebut telah dipenuhi. Jika syarat-syarat formil tidak dipenuhi, maka hakim dapat memutuskan untuk menggugurkan kasus,” terangnya.

Sebagaimana Pasal 77-83 KUHAP,
syarat formil bertujuan untuk emastikan bahwa proses penuntutan dilakukan dengan sah dan sesuai dengan prosedur, menghindari penuntutan yang tidak sah atau tidak berdasar, melindungi hak-hak terdakwa dan memastikan bahwa mereka diperlakukan dengan adil.

“Nah jika semua alat bukti telah terpenuhi maka praperadilan tidak bisa menggugurkan kasus pidana yang akan didakwa, karena di praperadilan tidak ada pemeriksaan pokok perkara,” ungkapnya.

Korban Penganiayaan Ingin Keadilan

Sementara itu, korban penganiayaan, Zulkarnain Tomia menyurati Kapolres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease agar melanjutkan penyidikan terhadap kasus kekerasan yang dialaminya.

Dalam surat itu, dia menguraikan alasan Majelis Hakim mengabulkan gugatan sebagian lantaran cacat prosedural pada tahap penyelidikan maupun penyidikan. Sebab, dikabulkannya gugatan praperadilan bukan pada pokok perkara, melainkan kesalahan pada prosedurnya.

“Pertimbangan Majelis Hakim disebutkan terdapat cacat prosedural yang dilakukan oleh penyidik dalam tahapan penyelidikan maupun penyidikan terhadap saya sebagai korban sehingga hakim mengabulkan gugatan permohonan sebagian,” jelasnya.

Berdasarkan Pasal 2 ayat 3 Perma Nomor 4 Tahun 2016, memberikan kewenangan terhadap penyidik untuk dapat menetapkan status tersangka kembali kepada orang yang sama dengan persyaratan paling sedikit dua alat bukti baru yang sah, berbeda dari alat bukti sebelumnya yang berkaitan dengan materi perkara.

“Bahwa perlu Saya sampaikan kejadian tindak pidana yang terjadi adalah benar dan terbukti. Karena adanya korban yang dipukul dan berdasarkan keterangan saksi yang dihadirkan menyatakan kejadian yang sebenarnya,” ungkapnya.

Dia menerangkan, pelaku pemukulan adalah orang yang selalu membuat onar atau kekacauan di tempat kerja secara berulang sehingga menimbulkan keresahan dan ketidaknyamanan bagi staf lainnya.

Pelaku, korban dan saksi korban, kata dia, juga meminta pelaku yang sudah menyandang status tersangka itu diproses hukum sesuai dengan tahapan atau prosedur dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Saya minta kasus ini tetap dilanjutkan dengan tidak mengabaikan syarat normatif penyelidikan dan penyidikan sebagai syarat penetapan tersangka agar tidak ada gugatan lagi,” pintanya.

Penulis : Edison Waas
Editor : Khairiyah
error: Content is protected !!