titaStory.id, Ambon – SEBUAH rekaman video berdurasi 31 detik milik seorang warga heboh di media sosial facebook maupun jejaring perpesanan whatsapp pada rabu, (10/5/2023) sekitar pukul 15.00 WIT. Rekaman video tersebut merupakan peristiwa dari sebuah fenomena alam unik seperti laut terbelah.
Dari rekaman tersebut, memperlihatkan garis panjang membentang secara vertical di permukaan laut teluk Ambon, tepatnya di depan perairan Desa Poka.
Fenomena alam ini pun sontak membuat warga heboh. Peristiwa ini mendapat antusias dari warga untuk menyaksikan lansung baik dari pesisir pantai, maupun di atas jembatan merah putih. Jembatan penyeberangan yang menjadi ikon masyarakat Maluku ini.
Fenomena yang berlangsung hampir dua jam ini menghebohkan warga sehingga berdatangan berbagai tanggapan tentang fenomena alam ini. Peristiwa ini pun beredar di media sosial. Berbagai tanggapan miring pun dilontarkan untuk menjelaskan peristiwa alam ini.
“Orang di JMP barenti rame (berhenti ramai) ada patahan di laut,” ujar seorang pengendara motor dalam sebuah video.
“Fenomena aneh hari ini di atas jembatan JMP. Semua orang berbondong-bondong melihat sesuatu yang Panjang di lautan antara Rumah Tiga dan Galala, seng (tidak) tahu apa yang Panjang hitam ini. Seng tahu ini ap aini, antara jaring atau apa ini, orang samua stop lihat akang (melihatnya),” tutur pengunggah video lainnya.
“Air masuk ke dalam ada lubang begitu, pada hari rabu 10 mei 2023,”
Seorang warga asal Desa Poka, saat diwawancarai secara meyakinkan bahwa peristiwa tersebut bukanlah sebuah fenomena alam, namun merupakan pertemuan air dengan tumpukan sampah yang ada di laut.
“Itu pertemuan air dengan sampah terus ada kotoran dari kapal perang, akang kaluar maca marang, keluar dari cerobong lalu jatuh ke laut,” kata seorang warga yang kesehariannya bekerja sebagai pendayung perahu.
Lanjutnya, dari kotoran tersebut jatuh ke laut sehingga membentuk garis panjang hitam ditambah dengan tumpukan sampah yang mengapung di laut.
“Tadi beta antar peneliti juga dan mereka foto-foto dan ternyata ada tumpukan sampah,” tambah warga tersebut.
Djati Cipto Kuncoro, Kepala BMKG Stasiun Geofisika Ambon menanggapi fenomena ini melalui beberapa video yang tersebar, yang tampak seperti gelombang laut di teluk Ambon. Dia menjelaskan terlihat dari beberapa waktu berbeda
“Jika dilihat dr suasana yang berbeda sekitar tempat pengambilan video dari JMP sepertinya yang terlihat seperti batas air tersebut tidak bergerak sehingga bukan merupakan gelombang,” katanya.
Catatan seismik pada Stasiun Geofisika Ambon juga, kata Kuncoro tidak mencatat aktivitas tidak biasa pada rentang waktu kejadian tersebut sehingga saat ini penjelasan yang paling masuk akal seperti yang disampaikan masyarakat di tepi pantai dalam video-video yang beredar.
“Kebetulan saya baru tiba di Ambon, dan lagsung melakukan pengecekan di lapangan kondisi baik-baik saja. Semoga Tuhan Sang Pencipta akan selalu melindungi Katong (kita) semua warga Ambon Khususnya dan Warga Maluku Umumnya. Aamiin Ya Robbal Alaamiin,” tulis Kepala BMKG Stasiun Geofisika Ambon ini pada Grup Whatsapp BMKG-BPBD Maluku, Rabu (10/5/2023).
Bagaimana pendapat para ahli tentang fenomena alam ini ?
Ahli Oseanografi Fisika, Bidang Pemodelan Oseanografi Fisika (untuk gerak air alut dan sedimentasi), Dr. Yunita A. Noya, terhadap fenomena yang terjadi menjelaskan tepatnya di sekitar Jembatan Merah Putih (JMP) atau Ambang Poka – Galala merupakan ambang (sill) berbentuk selat sempit dan dangkal, dimana ambang tersebut merupakan penghubung antara Teluk Ambon Luar (TAL) dan Teluk Ambon Dalam (TAD).
Secara teori, menurut spesifikasi Doktor yang mebidangi pemodelan oseanografi fisika Unpatti ini, pola arus yang terjadi di sekitar JMP merupakan pola arus pasang surut (Arus Pasut), yaitu arus yang disebabkan oleh pasang surut (Pasut).
“Saat kejadian arus terbelah tadi siang (pukul 13.00 – 15.00), kondisi perairan sedang menuju pasang,” jelasnya.
Dikatakan, mekanisme gerak air menuju pasang pada Teluk Ambon, secara teoritis adalah arus (aliran massa air) dari TAL bergerak masuk menuju ke TAD. Karena kondisi perairan menuju pasang sehingga menyebabkan kecepatan aliran masuk yang masuk ke TAD cukup maksimu.
“Berdasarkan pengamatan masyarakat nelayan, yang mana melihat adanya Kapal TNI-AL melewati JMP dan setelah itu menyebabkan terjadinya pola arus (seperti ada pusaran di bagian kiri dan kanan) serta membentuk garis (seperti air terbelah). Untuk menjelaskan pola aliran arus demikian, maka Kapal TNI-AL yang lewat tadi, dapat menyebabkan gerakan aliran (seperti arus) akibat gaya eksternal,” pungkasnya.
Pola aliran (arus) akibat gaya eksternal, menurut dosen Oseanografi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unaptti ini, jika bertemu dengan pola arus pasag surut, pada perairan dengan topografi seperti ambang (JMP) dapat meghasilkan pola arus turbulen skala kecil. Pola arus turbulen (eddys) dalam skala yang kecil disebut sebagai WAKE.
Istilah wake (eddys), dijelaskan merupakan aliran laminar yang berubah menjadi aliran turbulen dan ditandai dengan pusaran (eddys) ganda atau lebih. Perubahan aliran laminar menjadi aliran Wake, disebabkan aliran laminar melewati/terlewati oleh suatu padatan massa (seperti pulau atau bisa saja kapal).
Jadi, terkait dengan proses arus yang memiliki 2 pusaran dengan garis membelah di sekitar JMP (arah ke TAL) dari sisi keilmuan oseonografi menurut doctor bidang gerak air alut dan sedimentasi adalah Pola arus yang melewati JMP adalah pola arus Pasut (yang idealnya laminar), dimana JMP atau disekitar ambang Poka-Galala memiliki topografi yang sempit dan dangkal. Atau dengan kata lain, pada area terjadinya arus tersebut, alah area dengan topografi yang mulai mendangkal (bahasa ambon-nya dekat tubir).
Hal ini, kata Noya, menyebabkan kecepatan aliran dengan pola laminar (arus pasut) cukup kuat (mendekati maksimum), dan ditambah dengan aliran akibat gaya eksternal (dampak kapal TNI-AL) yang lewat maka; pola arus pasut yang tadinya laminar, berubah menjadi pola aliran turbulen atau WAKE. Hal ini dikarenakan aliran dengan kecepatan yang cukup maksimum ditambah gerakan gaya eksternal dan melewati area yang semakin mendangkal.
Turbulen atau WAKE tadi membentuk pusaran pada sisi kiri dan kanan, serta garis tengah yang seperti terbelah itu merupakan dampak dari pusaran aliran yang berada pada batas topografi area tubir (batas antara area dalam dan dangkal).
“Dengan kata lain ujung garis aliran turbulen (WAKE) pada sisi kiri dan kanan, saling berkaitan satu sama lain, dan membentuk garis lurus (air seperti terbelah),” pungkas ahli Oseanografi Fisika, spesifikasi Doktor yaitu bidang pemodelan oseanografi fisika (untuk gerak air alut dan sedimentasi).
(lihat gambar dibawah, kotak merah) Kejadian tadi di sekitar JMP itu, perfect timing untuk aliran (turbulen) WAKE-nya.
Aliran (arus) Turbulen
Pendapat ahli Oseonografi lainnya soal fenomena ini adalah J. J. Wattimury, Dosen Ilmu Oseanografi, Inderaja, GIS dan Pemetaan yang menjelaskan sebenarnya ini bukanlah fenomena yang baru pernah terjadi, karena telah berulang ulang.
Fenomena ini dijelaskan Wattimury adalah sirkulasi Langmuir. Sirkulasi ini terjadi karena tiupan angin sehingga menyebabkan terjadinya sirkulasi vertikal votisitas di mana terbentuk sel-sel circular yang tidak begitu lebar/dalam, tersirkulasi balik sejajar angin.
“Angin barat barat daya, tenggara sepertinya tersirkulasi balik akibat pengaruh topografi pesisir teluk dan efek JMP juga. Sudah beberapa kali ketemu fenomena semacam ini di lokasi itu,” cetus dosen Program Study Ilmu Kelautan ini.
Kemungkinan lain menurut dosen bidang ilmu Oseanografi, Inderaja, GIS dan Pemetaan ini adalah terbentuk front oceanik tetapi lebih spesifik tidal mixing front akibat pertemuan dua massa air yang berbeda idensitas karena beda suhu dan salinitas.
“Massa air sungai Wairuhu dan Wailela lebih ringan dari massa air oceanik dari Laut Banda dengan densitas tinggi membentuk semacam batas (front) dan sirkulasi secara vertikal pada batas pertemuan air itu. akibatnya tampak seperti air tabalah (terbelah) itu karena 2 massa berbeda itu tidak langsung bisa bercampur tapi saling dorong oleh kekuatan angin dan arus pasut,” jelasnya.
“Pada batas temu 2 massa air itu terjadi mixing oleh vortisitas, makanya tampak seperti air berlubang, itu disebabkan gerak vortisity atau gerak melingkar vertical,” tambah ahli Oseonografi Unpatti ini.
Beredar berbagai pernyataan soal sampah, dosen Ilmu Kelautan Unpatti ini menjelaskan peristiwa tersebut merupakan sebuah fenomena alam yang namanya sirkulasi Langmuir dan atau tidal mixing front.
Wattimury menyimpulkan, efek dari fenomena sirkulasi seperti itu maka semua objek yang mengapung yang geraknya stagnan sementara bergerak karena terbawa arus baik benda mati maupun hidup, yang akan terakumulasi tersirkulasi dalam zona mixing di batas front itu termasuk sampah, plankton etc.
Pendapat lainnya menurut Wattimury, akibat durasi kejadian sel-sel sirkular massa air yang membentuk dinding karena memiliki ciri massa yang berbeda (Dari TAD dan Wailela airnya lebih ringan dan air dari TAL berciri massa Laut Banda yg airnya berat), maka terbentuklah kenampakan itu.
Dijelaskannya, hal itu disebabkan pertemuan 2 massa air berbeda ciri dan merangkap semua objek yang terbawa arus dalam zona mixing berbentuk garis itu. Hal Itu menurutnya karena efect stirring, vorticity, gerakan sel sirkular, sehingga tampak seperti air tabala (terbelah) dan laut balobang (berlubang).
“Jadi sebetulnya bukan sampah yang membentuk fenomena itu, tetapi fenomena itu berdampak pada akumulasi limbah padat yang bergerak stagnan terbawa arus atau angin,” kata Dosen Oseanografi, Inderaja, GIS dan Pemetaan, Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpatti.
Sementara itu, Irvin Langmuir, seorang ahli fisika dan kimia yang melakukan penelitiannya dengan berlayar melewati samudera atlantik pada tahun 1938 dimana ia melihat pola sargassum yang mengambang.
Penelitian yang ditulis dalam sebuah artikel blogspot milik Dyah Retno W, Oseanografi Fisika: Toujours Puissant: LANGMUIR CIRCULATION (dyaretno.blogspot.com) menjelaskan ahli mengadakan eksperimen di sebuah danau untuk mengetahui penyebab terbentuknya pola garis tersebut. Sirkulasi Langmuir adalah fenomena konvergen permukaan dalam skala kecil ataupun besar yang sering terjadi sejajar dengan arah tiupan angin. Fenomena ini ditandai dengan adanya pengumpulan debris (potongan rumput laut atau buih-buih putih) di permukaan perairan.
Gambar 1.a
Gambar 1.b
Gambar 1. Contoh terjadinya sirkulasi Langmuir yang ditandai dengan (1.a) buih-buih dan (1.b) makroalga sargassum yang membentuk garis lurus. Sumber: sites.google.com
Gambar 2.a
Sumber: http://www.jochemnet.de
Gambar 2.b
Sumber: sites.google.com
Kedua gambar diatas merupakan gambaran mekanisme dari sirkulasi Langmuir. Pada gambar 2.a. terlihat pengaruh upwelling dan downwelling dalam terbentuknya sirkulasi Langmuir.
Menurut penelitian Irvin Langmuir, angin menciptakan sel konveksi horizontal lalu adanya upwelling dan downwelling menyebabkan terbentuknya daerah konvergen pada perairan sehingga bahan apung seperti makroalga dan buih air akan mengambang membentuk garis lurus serta plankton terkonsentrasi dekat permukaan di zona konvergensi.
Zona Konvergensi sendiri dapat dilihat oleh akumulasi bahan hanyut atau kekeruhan. Perhatikan gambar 2.b. bila angin bertiup langsung di dalam gambar.
Lingkaran hitam menurut Irvin Langmuir merupakan sel panjang air yang berputar sesuai dengan arah angin a. Ketika air bersirkulasi melewati permukaan, membawa materi dan memindahkan materi tersebut. Sel-sel akan memutar dengan arah yang berlawanan, sehingga bahan dari dua sel terbawa bersama, membersihkan sisa permukaan air.
Sepanjang garis di mana sel-sel bertemu, mereka beredar ke bawah. Namun, bahan apung seperti buih air dan makroalga dipaksa untuk tinggal di permukaan karena kemampuan mengampung yang melawan kecepatan down-welling, dan dengan demikian garis-garis permukaan terbentuk.
Langmuir Circulation dapat terjadi di samudera, laut, sungai dan danau bila kecepatan angin a mencapai 3 m/s. jika kondisi air bergolak (tidak tenang) sirkulasi langmuir tidak data terjadi. Selain itu jika kecepatan angina melebihi 13 m/s, permukaan air akan tidak stabil yang menyebabkan sel hancur, tergabung atau regenerasi.
Kedalaman sel Langmuir mencapai 4 – 6 m namun efeknya dapat diamati hingga 200 m di bawah permukaan air. Antar sel dapat berjarak sekitar 10-50 m. panjangnya sel bervariasi dari beberapa meter hingga berkilo-kilo ke samudera.
Sumbu sel biasanya sejajar dengan arah angin tetapi dapat juga bervariasi hingga 20°. Ketika angin berubah arah sel-sel secara berahap akan bergerak menyesuaikan dengan arah angin yang berubah dengan rentang waktu 15-20 menit.
Sirkulasi ini berpengaruh terhadap mixed layer dimana bila terjadi sirkulasi Langmuir maka kedalaman mixed layer dapat mencapai 200 m (tetap tergantung dengan kedalaman perairan). pengaruh lainnya adalah penyebaran bahan apung seperti es dan minyak juga bahan organik seperti plankton dan makroalga.
Irvin Langmuir mengemukakan permodelan sirkulasi Langmuir seperti gambar diatas dimana sirkulasi Langmuir tidak hanya diperngaruhi dengan angin tertapi juga dengan Ekman spiral. Ekman spiral berperan terhadap putaran air yang terjadi di dalam perairan.
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan pembentukan sel Langmuir. Model yang umum adalah Stoke drift. Proses ini terjadi sebagai berikut:
- Angin bertiup di permukaan air, menciptakan gaya geser permukaan.
- terjadi variasi kecil gaya geser variabel dari angin.
- Gaya geser variabel menciptakan sel air berputar secara vertikal air (tegak lurus terhadap permukaan air).
- Stoke drift mulai menggeser sel berputar.
- Bagian atas sel bergerak melawan arah angin sampai seluruh sel horisontal.
Stoke drift menganggap badan air memiliki lapisan-lapisan kecil. Jika angin melewati permukaan air maka akan terjadi pergeseran pada permukaan. Lapisan permukaan tersebut akan membuat pergeseran yang lebih kecil di lapisan bawahnya begitu seterusnya hingga lapisan dasar.
Discussion about this post