Gunung Wato-wato, Ruang Hidup Tersisa: Hentikan Proses Perizinan PT Priven Lestari

11/01/2025
Protes warga Buli terhadap terhadap rencana penambangan nikel di Pegunungan Wato-wato, Halmahera Timur, PT Priven Lestari. (Foto: Istimewa)

titastory, Buli – Di tengah derasnya gelombang penolakan dari warga terhadap rencana penambangan nikel di Pegunungan Wato-wato, Halmahera Timur, PT Priven Lestari terus berusaha mengamankan operasinya. Salah satu langkahnya adalah menggelar konsultasi publik terkait rencana pascatambang di Hotel Muara, Ternate, Jumat (27/12/2024).

Konsultasi ini mengundang berbagai pihak, termasuk perwakilan Kementerian ESDM, Dinas ESDM Malut, delapan kepala desa di Kecamatan Maba, tokoh adat, pemuda, hingga tokoh agama. Namun, warga Desa Buli menilai langkah ini tidak sesuai prosedur.

Said Marsaoly, Juru Bicara Aliansi Masyarakat Buli Peduli Wato-wato, menyebut bahwa sebagian besar konsesi PT Priven Lestari tumpang tindih dengan Kawasan Hutan Lindung seluas 2.600 hektare dan Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 547,7 hektare. Selain itu, konsesi tersebut berada terlalu dekat dengan pemukiman warga dan berpotensi mengganggu perkembangan Kota Buli.

“PT Priven Lestari bahkan belum memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dari Kementerian Kehutanan. Jika izin ini diberikan, operasi tambang nikel akan menghancurkan lahan produksi warga, merusak sembilan sungai sebagai sumber air bersih, dan menghilangkan ruang hidup masyarakat di pesisir Teluk Buli,” ujar Said, Sabtu (11/1/2025).

Gunung Wato-wato saat diambil dengan kamera udara dari Desa Subaim, Kecamatan Wasile. (Foto: titastory/Christ)

Pelanggaran Tata Ruang dan Manipulasi Izin

Menurut Said, tindakan PT Priven Lestari melanggar Perda Nomor 6 Tahun 2012 tentang RTRW Halmahera Timur tahun 2010-2029, yang menetapkan kawasan konsesi perusahaan sebagai sumber pengembangan air bersih untuk perkotaan Buli. Jalan hauling tambang bahkan melintasi area sumber mata air yang digunakan PDAM Kecamatan Maba, sehingga membahayakan pasokan air bersih warga.

Selain itu, konsultasi publik yang dilakukan perusahaan disebut tidak transparan dan manipulatif. Beberapa warga melaporkan adanya pemalsuan tanda tangan dalam dokumen AMDAL serta kesalahan penulisan nama suku. Bahkan, izin lingkungan yang diterbitkan pada 2018 tidak diketahui warga.

Aksi masyarakat tolak perusahaan tambang nikel, PT Priven Lestari. (Foto Aliansi Masyarakat Buli Peduli Wato-wato)

Ancaman Ekologis dan Tuntutan Warga

Pegiat JATAM Maluku Utara, Julfikar Sangaji, menekankan pentingnya melindungi Pegunungan Wato-wato sebagai ruang hidup yang tersisa. “Bentang alam di belakang perkampungan Buli ini menjadi penyangga utama ekosistem dan kehidupan warga. Jika Wato-wato dibongkar untuk tambang nikel, sama saja dengan mengundang bencana,” tegas Julfikar.

Aktivitas pembukaan jalan oleh perusahaan PT Priven Lestari untuk rencana penambangan mereka. (Foto: Aliansi Masyarakat Buli Peduli Gunung Wato-wato)

Hampir seluruh wilayah Teluk Buli telah dipenuhi konsesi tambang. Karena itu, masyarakat bersama aktivis lingkungan mendesak DPRD dan Pemerintah Halmahera Timur untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Priven Lestari. Selain itu, Kementerian ESDM diharapkan segera mencabut izin tambang perusahaan.

“Gunung Wato-wato adalah simbol kehidupan warga Buli. Jika ini dihancurkan, masa depan generasi kami juga akan hilang,” pungkas Said.

 

Sumber: Simpul Jatam Malut | Editor: Christ Belseran

 

error: Content is protected !!