titastory.id, ambon – Peraturan Negeri (Perneg) Amahusu Nomor 04 Tahun 2024 tanggal 12 Juli 2024 tentang Penetapan Mata Rumah Parentah yang dihasilkan oleh Penjabat Kepala Pemerintah Negeri Amahusu dan Saniri Negeri Amahusu beresiko pidana bagi para pelaku yang terlibat di dalamnya.
Hal ini tergambar dalam Surat Kepala Soa Wakan selaku Soa Parentah di Negeri Amahusu, Jonas Silooy Nomor 08/Kepala Soa Wakan/VII/2024 tanggal 30 Juli 2024 terpokok ‘Tanggapan terhadap Peraturan Negeri Amahusu Nomor 04 Tahun 2024 dan harapan’.
Surat ditujukan kepada Penjabat Kepala Pemerintah Negeri Amahusu, Ketua Saniri Negeri Amahusu, dan tembusannya kepada berbagai lembaga, berisi sangkaan/dugaan tindak pidana penipuan tentang status penjabat yang menandatangani dan tentang marga-marga mata rumah parentah pada Perneg tersebut.
Jonas Silooy dalam keterangannya Senin (5/8/2024) menyebutkan, yang menandatangani Perneg tertulis Kepala Pemerintah Negeri, padahal statusnya hanya penjabat yakni Penjabat Kepala Pemerintah Negeri.
Silooy menegaskan, surat tersebut ditandatangani secara sadar, bahkan telah dicap dengan Cap Kepala Pemerintah Negeri, dan telah diedarkan, hingga mengakibatkan kerugian bagi masyarakat Negeri Amahusu khususnya sebagai Mata Rumah Parentah yang memiliki hak untuk memperoleh kedudukan sebagai Kepala Pemerintah Negeri.
Tindakan tersebut kata Silooy dikategorikan sebagai tindak pidana ‘penipuan’. Ia juga menjelaskan, hukum Adat di Maluku mengenal sistem patrilineal dalam penentuan mata rumah , apalagi menyangkut mata rumah parentah di Negeri Amahusu.
Silooy membeberkan, mata rumah parentah Amahusu diawali dari Kapitan Boernawa Patola, turun kepada Boikikij Silooij (Silooy)–Raja Negeri Amahusu dari Tahun 1614, turun kepada ke tiga anak laki-lakinya yakni Djoema Silooij (Silooy), Halla Silooij (Silooy), dan Harman Silooij (Silooy).
“Benar, Boikikij Silooij (Silooy) memiliki seorang anak perempuan yang bernama Maragasi; namun sebagai perempuan dan keturunannya tidak dapat dimasukkan dalam keturunan Mata Rumah Parentah Negeri Amahusu, sebagai konsekwensi rasa keadilan sesuai hukum adat Maluku yang secara ketat dipegang oleh keturunan laki-laki. Juga benar, marga (fam) da Costa, pernah memiliki jabatan/kedudukan sebagai Kepala Pemerintah Negeri Amahusu, dalam status sebagai Orang Kaya, bukan sebagai Raja Negeri, oleh karena saat itu tidak ada keturunan laki-laki Boikikij Silooij yang dianggap cakap untuk mengemban jabatan/kedudukan sebagai raja,”jelasnya.
Ia menyatakan, hal yang sama masih dipraktekkan pada negeri-negeri adat di Maluku sampai saat ini, sehingga tidak patut bila marga da Costa dimasukkan dalam Perneg sebagai salah satu Mata Rumah Parentah Negeri Amahusu.
Dalam pendekatan hukum pidana terhadap suatu peristiwa pidana, kata Silooy, pelakunya dapat dikategorikan yang melakukan, yang membantu melakukan, dan turut serta melakukan. Sehingga dapat diduga, yang terlibat sebagai subjek hukum pelaku tindak pidana menyangkut Peraturan Negeri Nomor 04 tersebut adalah yang merancang dan menyetujuinya.
Selain itu, Silooy mengingatkan, yang mengetik dan menandatangani serta mengedarkannya juga dapat ikut terjerat. Untuk itu, Silooy berharap, Perneg tersebut ditinjau kembali, agar pemilihan Kepala Mata Rumah Parentah yang telah dilakukan secara musyawarah semua Anak Soa Parentah tanggal 25 Februari 2024 , dengan menyepakati Sdr. Frangki E Silooy sebagai Kepala Matarumah Parentah Negeri Amahusu, mesti didukung oleh Penjabat dan Saniri Negeri Amahusu.
Silooy menjelaskan, sesuai pasal 5 Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 10 Tahun 2017 tentang ‘Pengangkatan, Pemilihan, Pelantikan Dan Pemberhentian Kepala Pemerintah Negeri’, maka dalam waktu singkat akan dilakukan musyawarah ulang semua Anak Matarumah Parentah Negeri Amahusu, untuk memilih Kepala Pemerintah Negeri Amahusu mendatang dari Mata Rumah Parentah.
Pasalnya, sudah sangat lama Negeri Amahusu tidak dipimpin oleh Kepala Pemerintah (Raja) Negeri Amahusu difintif.
Kepala Soa Wakan ini juga belum memikirkan untuk mereka yang terlibat dalam Perneg tersebut diproses dalam ranah hukum pidana, karena penyelesaian dengan semangat persaudaraan/kekeluargaan untuk menjaga keutuhan, dan kerukunan masyarakat di Negeri Amahusu, sangat penting.(TS-02)
Discussion about this post