Dugaan Penipuan oleh Anggota Polda Maluku, Kabid Humas: Silahkan Lapor ke Propam, Jika Terbukti Akan Diproses

by
03/01/2025
Ilustrasi Dugaan Penipuan oleh Anggota Polda Maluku kepada Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA) Sahabat di Kecamatan Baguala, Kota Ambon

titastory, Ambon – Pada suatu siang di penghujung November 2024, suasana di kediaman Ketua Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA) Sahabat di Kecamatan Baguala, Kota Ambon, terasa berbeda. Di meja kayu tua yang terletak di ruang tamu, tergelatak sebuah berkas perjanjian bertuliskan pinjaman sebesar tiga juta rupiah dengan tanda tangan seorang perwira polisi, AKP Fransisca L. Iwane, yang bertugas di Satker YANMA Polda Maluku.

Alasannya sederhana namun mengharukan: dana itu akan digunakan untuk biaya pemakaman orang tua seorang rekannya yang disebut sebagai “Pangeran” (nama samaran). Kesepakatan itu tampak sah. Tertulis jelas mekanisme pembayaran cicilan sebesar tujuh ratus lima puluh ribu rupiah per bulan selama enam bulan, lengkap dengan stempel resmi institusi dan tanda tangan dari Kepala Satker YANMA Polda Maluku.

Namun, janji itu segera berubah menjadi kegelisahan. Waktu pembayaran angsuran pertama tiba, tetapi AKP Fransisca mangkir. Pesan singkat WhatsApp yang dikirim Ketua UPPKA, Kace Pelamonia kepada sosok “Pangeran” hanya mendapat jawaban yang menambah kegusaran. “Saya tidak pernah meminta pinjaman uang, dan orang tua saya masih hidup,” begitu bunyi balasan yang diterima. Pernyataan itu membuka lapisan awal dugaan penipuan yang lebih rumit.

Pihak UPPKA kemudian memeriksa lebih lanjut ke bendahara YANMA Polda Maluku. Hasilnya mengejutkan. Bendahara mengaku tidak pernah menandatangani surat perjanjian pinjaman yang diajukan AKP Fransisca. Semua cap dan tanda tangan di perjanjian tersebut diduga palsu.

Fakta ini membuat Ketua UPPKA geram. Lebih dari sekadar uang yang hilang, ini adalah tentang kepercayaan yang dikhianati oleh sosok yang seharusnya menjunjung tinggi integritas sebagai penegak hukum.

Ketua Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA) Sahabat, Kace Pelamonia. Foto: Redaksi titastory.id

Tidak berhenti di situ, AKP Fransisca kembali membuat perjanjian pinjaman kedua dengan nominal delapan juta rupiah. Kali ini ia menjaminkan ATM pribadinya sebagai bentuk keseriusan untuk membayar cicilan sebesar satu juta dua ratus ribu rupiah per bulan selama dua belas bulan.

Namun, hanya beberapa waktu setelah ATM itu diserahkan, AKP Fransisca datang dengan alasan yang terdengar klasik: ia butuh ATM tersebut karena bendahara sedang sibuk. Di sinilah pola berulang kembali muncul. Janji tinggal janji. Ketua UPPKA mulai menghubungkan satu demi satu kepingan teka-teki.

Tidak hanya terkait pinjaman pribadi, ada pula anggota Polri lain yang menitipkan dana pembayaran cicilan melalui AKP Fransisca. Namun, dana tersebut diduga tidak pernah sampai ke pihak yang berhak.

Ketua UPPKA dengan wajah geram bercerita, “Ada beberapa anggota Polri kasih uang setor lewat AKP Iwane, tapi antua bale makang akang,” ucapannya tegas, penuh amarah yang tertahan.

Dalam percakapan panjang dengan titastory, Ketua UPPKA menyampaikan rencananya untuk membawa kasus ini ke ranah hukum. Sebagai pensiunan BKKBN yang juga alumni Fakultas Hukum Universitas Pattimura, ia tahu betul betapa pentingnya membangun kembali kepercayaan publik. Baginya, ini bukan lagi soal nominal uang yang dipinjamkan, tetapi tentang kredibilitas seorang aparat yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat.

Dugaan penipuan yang melibatkan seorang perwira polisi berpangkat AKP tentu mencoreng institusi Polri. Kasus ini membuka celah besar dalam mekanisme pengawasan internal kepolisian. Alumni Fakultas Hukum Universitas Pattimura ini juga menyoroti bahwa kasus seperti ini adalah ujian serius bagi pimpinan Polri di tingkat daerah. Jika dibiarkan tanpa penyelesaian yang transparan, dampaknya bisa jauh lebih luas daripada sekadar kerugian materiil yang dialami UPPKA.

Dalam konteks ini, menurut Kace, publik menuntut dua hal: transparansi dan akuntabilitas. Polri diharapkan tidak sekadar memberikan pernyataan formal, tetapi juga bertindak tegas dalam memeriksa dan, jika terbukti bersalah, menjatuhkan sanksi yang setimpal kepada AKP Fransisca.

Sementara itu, Ketua UPPKA mengungkapkan harapannya bahwa kasus ini bisa menjadi pelajaran penting bagi masyarakat. Ia mengingatkan agar lebih berhati-hati dalam bertransaksi, bahkan dengan mereka yang datang dengan atribut resmi dan stempel institusi. Kepercayaan memang mudah diberikan, tetapi sangat sulit untuk dipulihkan ketika sudah dikhianati.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Maluku Kombes Areis Aminullah angkat bicara terkait dugaan penipuan yang melibatkan AKP Fransisca L. Iwane, anggota Satker YANMA Polda Maluku. Kasus ini menyeret nama aparat kepolisian dalam dugaan peminjaman dana kepada Ketua UPPKA Sahabat, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, yang berujung pada dugaan penggelapan dan penyalahgunaan wewenang.

Dalam pernyataannya kepada titastory, Areis mempersilahkan para korban untuk melaporkan kasus tersebut ke Unit Propam Polda Maluku.

“Silakan melaporkan ke Propam untuk penanganan terkait kode etik kepolisian. Jika terdapat dugaan tindak pidana, para korban juga dapat melaporkan ke SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu). Jika terbukti, kasus ini akan diproses sesuai hukum yang berlaku,” ujar Kabid Humas.

Jalan menuju keadilan tampaknya masih panjang. Namun, satu hal yang pasti: kasus ini telah menyoroti betapa rapuhnya batas antara kepercayaan dan pengkhianatan, terutama ketika orang yang berdiri di baliknya adalah mereka yang seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakat.

Oleh: Tim Redaksi titastory 

error: Content is protected !!