TITASTORY.ID – Sidang perkara Tindak Pidana Korupsi ( Tipikor) dengan terdakwa Lucia Izaak mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan (DLHP) Kota Ambon bersama Mauritsz Yani Tabalessy dan Ricky Marthin Syauta, Selasa (2/11) memunculkan adanya sejumlah kejanggalan dalam tahap penyelidikan, pasalnya penyidik dalam perkara ini diduga mengabaikan tahapan dalam perencanaan hingga pertanggungjawaban anggaran pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang pernah dipimpin Izaak.
Pasalnya dari keterangan tiga saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ambon pada agenda mendengarkan keterangan saksi, para saksi dengan jelas menyampaikan terkait tahapan atau mekanisme sebelum dilakukan pencairan anggaran hingga pertanggungjawaban anggaran khususnya kebutuhan anggaran untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) untuk keperluan armada pengangkut sampah yang setiap hari menangkut sampah ke Instalasi Pengelolaan Sampah Terpadu (IPST) yang berada di kawasan Dusun Toisapu, Negeri Hutmuri, Kecamatan Letimur Selatan Kota Ambon.
Kendati JPU dalam dakwaan mengabaikan mekanisme yang dimulai dari perencanaan hingga pertanggungjawaban, JPU melalui Eka Palapia dan Chrisman Sahetapy tetap mendakwa Lucia Izaak cs dengan tuduhan telah memperkaya diri sendiri atau orang lain, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp3,6 miliar. Dimana sebelumnya dalam pembacaan dakwaan JPU menyebut tiga terdakwa turut serta secara bersama-sama mengelola dana Bahan Bakar Minyak (BBM) pada DLHP Tahun Anggaran 2019, yang tidak sesuai dengan keputusan Walikota Ambon Nomor 397 Tahun 2018 tertanggal 25 September 2018 tentang Penetapan Analisa Standar Belanja sehingga bertentangan dengan Pasal 39 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Dimana menurut JPU, Perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara menyusun dan mengusulkan anggaran BBM kendaraan dinas operasional yang tidak sesuai dengan analisa standar belanja.
Sehingga Lucia Izaak dituduh mengeluarkan perintah yakni membuat Daftar Pembayaran Bahan Bakar Kendaraan Dinas atau Operasional dan bukti-bukti pertanggungjawaban yang tidak benar atau tidak sesuai keadaan sebenarnya.
Atas dakwaan JPU, dalam sidang perkara pidana justru memunculkan adanya ketidakjelasan terkait tahapan penyelidikan dalam konteks peran pertanggungjawaban dalam sistem pengelolaan keuangan yang dimulai dari perencanaan hingga pertanggungjawaban dalam sistem pengelolaan keuangan pada DLHP Kota Ambon.
Pantauan Titastory.Id, di ruang sidang pengadilan Negeri Ambon, Selasa (2/11), dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, Kepala Bidang Persampahan DLHP Kota Ambon, Frangki Mahulete saat memberikan keterangan menyampaikan dalam penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada sejumlah armada pengangkut sampah tidak ada penentuan jumlah liter baik itu untuk armada dum truck, pick up, amrol dan lain-lain, termasuk tidak ada langkah pengujian teknisnya.
Pasalnya ” ungkap Mahulette,” terkait penggunaan BBM untuk kebutuhan armada pengangkut sampah masih berdasarkan data lama sebelum Dinas Kebersihan bergabung dengan Dinas Lingkungan Hidup.
” Bahwa penggunaan BBM untuk kebutuhan armada pengangkut sampah tidak merincikan atau penentuan jumlah per liter yang harus digunakan armada pengangkut sampah, termasuk tidak ada pengujian teknis, malahan penggunaan BBM untuk armada pengangkut sampah tetap menggunakan data lama milik Dinas Kebersihan Kota Ambon atau sebelum Dinas Kebersihan digabungkan dengan Dinas Lingkungan Hidup,” ungkap Mahulette di hadapan persidangan.
Sementara itu, Kasubag Perencanaan DLHP Kota Ambon, Johanis Rampa yang juga dihadirkan JPU Kejaksaan Negeri Ambon pada kesempatan sama juga menyampaikan, sesuai sistim perencanaan hingga ditetapkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) DLHP, bahwa kewenangan Dinas dalam menyusun Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) dimulai dari bidang teknis yang kemudian disusun oleh Bagian Perencanaan.
Dikatakan, RKA yang disusun tersebut kemudian diusulkan oleh Kepala Dinas ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang kemudian melakukan telaah untuk melihat kewajaran dari RKA apakah sesuai atau tidak, salah satunya terkait kesesuaian dengan Analisa Standar Belanja (ASB). Sehingga dalam merumuskan DPA, RKA yang diusulkan dapat mengalami perubahan alias bukan bersifat final karena bisa di rubah oleh TPAD.
” Tentunya usulan RKA dari Dinas tidak bersifat final karena masih dapat di rubah oleh TAPD, yang memiliki kewenangan untuk menilai kewajaran dari RKA yang diusulkan, apakah sesuai dengan ketentuan, misalnya kesesuaiannya dengan Analisa Standar Belanja,” urai Johanis Rampa.
Selain itu, Kasubag Keuangan, Ace Likumahua pada bagiannya saat memberikan keterangan juga menerangkan tentang mekanisme sistim pencairan anggaran, dimana menurut saksi, bahwa sebelum dilakukan pencairan perlu adanya dokumen pencairan seperti Surat Perintah Membayar (SPM) yang sebelum ditanda tangani oleh Kepala Dinas harus didahului dengan paraf dari dirinya sebagai Kasubag Keuangan dan Sekretaris Dinas.
Dimana fungsi paraf adalah untuk menerangkan adanya tindakan verifikasi terhadap dokumen yang disajikan dan telah sesuai syarat atau ketentuan permintaan pembayaran atas kegiatan yang dilaksanakan.
Dirinya juga menerangkan bahwa, dokumen pengesahan surat pertanggungjawaban (SPJ) ditandatangani oleh dirinya dalam konteks memberikan persetujuan terhadap semua dokumen pertanggungjawaban yang disajikan.
Tidak hanya itu, Kepala Pengelolaan Keuangan, Apries Gaspersz yang juga di hadirkan di ruang sidang pengadilan Negeri Ambon, Senin( 8/11) saat menjawab pertanyaan majelis hakim, JPU dan Kuasa Hukum terdakwa dengan lantang menjelaskan tentang mekanisme pencairan anggaran khusus untuk pembelian BBM untuk kebutuhan armada pengangkut sampah. Dimana dalam proses pencairan dalam kapasitas sebagai bendahara daerah tetap mengacu pada besarnya permintaan dan disesuaikan dengan pagu anggaran yang telah disepakati sebagaimana tertuang dalam APBD Kota Ambon.
” Tentunya dalam mekanisme pencairan anggaran disesuaikan dengan APBD yang telah melalui tahapan pembahasan oleh TPAD, DPRD mendapat persetujuan dari Pemerintah Provinsi Maluku yang kemudian diperkuat dengan peraturan Walikota Ambon sebagai penguasa anggaran,” jelasnya.
Ketika di singgung terkait dengan pertanggungjawaban, Apries menyampaikan bahwa dokumen pertanggungjawaban berupa bukti seperti kuitansi merupakan kewenangan bagian akuntansi Badan Pengelolaan Keuangan dan Penataan Aset Kota Ambon, sehingga dalam tugas sebagai bendahara daerah tidak berhubungan langsung dengan bukti – bukti yang ada. Apalagi sudah melalui tahapan audit dari Inspektorat. ( TS 02)
Discussion about this post