titastory.id, london, – Tuduhan pencemaran nama baik terhadap dua mahasiswa, Christina Rumahlatu dan Thomas Madilis, yang melakukan protes di luar kantor pusat Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) harus segera dicabut, demikian pernyataan Climate Rights International hari ini.
Rilis resmi yang dikeluarkan Climate Rights International (CRI), Selasa (6/8/2024), mendesak Pemerintah Indonesia agar tetap menghormati Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berunjuk Rasa.
CRI mengeluarkan rilisnya setelah mendapat laporan adanya tindak pidana terhadap Mahasiswa di Indonesia yang memprotes IWIP, pada Kamis 1 Agustus lalu.
Dari laporan dan berita lokal menyebutkan, para anggota Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan tiga kelompok pemuda dan mahasiswa – Enter Nusantara, Front Mahasiswa Nasional, dan Serikat Pemuda Nusa Tenggara Timur – berkumpul di luar Menara Sopo Del di Jakarta, untuk meminta IWIP mengatasi dampak-dampaknya terhadap lingkungan hidup di Halmahera, Maluku Utara, meningkatkan keselamatan di tempat kerja, dan bertanggung jawab atas banjir yang baru-baru ini menggenangi desa-desa di sekitar kawasan industri tersebut.
“Para pendukung IWIP seharusnya tidak bereaksi berlebihan terhadap protes dan berusaha mengkriminalisasi orang-orang yang marah atas kerusakan yang telah dilakukan industri nikel terhadap tanah dan air mereka,” ujar Brad Adams, Direktur Eksekutif Climate Rights International.
“Mereka seharusnya berkomitmen untuk mengatasi kerusakan lingkungan, termasuk mencegah banjir dan membersihkan sungai serta daerah pesisir, sehingga masyarakat dapat hidup di lingkungan yang aman dan sehat.”
Para mahasiswa tersebut menghadapi tuntutan atas dugaan penghinaan terhadap Suaidi Marasabessy, seorang pensiunan jenderal Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan penduduk Maluku Utara, karena menyatakan bahwa ia gagal menggunakan posisinya untuk mengatasi kerugian yang ditimbulkan oleh IWIP terhadap masyarakat lokal dan lingkungan, serta tidak memiliki niat untuk membantu masyarakat yang terdampak. Laporan JATAM pada tahun 2021 menyatakan bahwa Suaidi Marasabessy memiliki saham di beberapa perusahaan tambang, yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Pencemaran nama baik secara pidana melanggar norma-norma internasional tentang kebebasan berpendapat yang menyatakan bahwa pencemaran nama baik seharusnya dianggap sebagai masalah perdata, bukan kejahatan yang dapat dihukum penjara. Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, badan ahli independen yang memantau kepatuhan terhadap Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, menyatakan dalam Komentar Umum tentang kebebasan berekspresi bahwa “pemenjaraan tidak pernah menjadi hukuman yang tepat” untuk pencemaran nama baik. Selain itu, “semua tokoh publik secara sah dapat dikritik.”
Selain tuduhan pencemaran nama baik, Christina Rumahlatu dan Thomas Madilis juga menghadapi potensi ancaman kekerasan dari Ali Marasabessy, Ketua Bravo 5, sebuah organisasi masyarakat yang beranggotakan para purnawirawan jenderal TNI. Dalam sebuah video di Tiktok, Ali Marasabessy menyerukan agar kedua mahasiswa tersebut segera meminta maaf atau menghadapi “risiko”.
IWIP adalah salah satu kompleks industri terbesar di Indonesia untuk pengolahan nikel, mineral transisi yang digunakan dalam baterai kendaraan listrik dan produksi baja tahan karat. Dalam laporan bulan Januari 2024, Climate Rights International mendokumentasikan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan lingkungan yang terkait dengan IWIP dan pertambangan nikel di sekitarnya.
“Pelaksanaan hak atas kebebasan berbicara dan protes damai adalah salah satu alat terpenting yang dimiliki masyarakat setempat untuk mengadvokasi perlindungan lingkungan yang lebih efektif,” kata Brad Adams.
“Tuduhan pencemaran nama baik terhadap Christina Rumahlatu dan Thomas Madilis harus segera dibatalkan, dan IWIP harus bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan oleh operasinya terhadap masyarakat lokal dan lingkungan.”
Untuk diketahui Climate Rights International (CRI) adalah organisasi yang focus membangun dunia yang melindungi manusia dan planet ini dari perubahan iklim. Bagi CRI kemajuan dalam perubahan iklim tidak akan berhasil tanpa melindungi hak asasi manusia – dan perjuangan hak asasi manusia tidak akan berhasil tanpa melindungi planet bumi dari perubahan iklim.
Untuk mencapai hal tersebut, CRI bekerja sama dengan kelompok-kelompok lokal dan internasional untuk mendokumentasikan bagaimana pelanggaran hak asasi manusia berkontribusi pada perubahan iklim, dan bagaimana perubahan iklim berkontribusi pada pelanggaran hak asasi manusia.
Mereka menggunakan diplomasi dan hubungan tingkat tinggi untuk menekan pemerintah dan perusahaan-perusahaan agar segera mengambil tindakan untuk mengakhiri pelanggaran, membatasi emisi gas rumah kaca, dan melindungi penyerap karbon yang vital.(TS-01)
Discussion about this post