titastory.id,-Masih Ingatkah dengan peristiwa sejumlah warga di sejumlah desa-desa di kecamatan Kilmury yang nekat menyebrangi sungai Tala?. Saat itu, warga termasuk para pelajar harus berenang untuk bisa menyebrangi muara sungai Tala Kilmury.
Meski “menantang maut” di muara sungai itu, warga enggan menyerah. Mengapa, karena lokasi itu merupakan akses bagi mereka untuk bisa sampai ke kota kecamatan. Demikian juga para pelajar, yang rela setiap harinya melewati air sungai itu.
Hingga saat ini, perjuangan para siswa-siswi di sana tak pernah menyerah untuk menggapai cita-cita untuk bisa sampai ke sekolah.
Masih di Kabupaten yang sama. Kondisi yang sama terjadi pada warga. Namun kali ini sejumlah pelajar di Desa Tobo harus merasakan pahitnya meraih masa depan untuk bisa sampai di sekolah, tempat mereka menimba ilmu.
Sebuah video berdurasi 53 detik tersebar di media sosial. Video itu disebarkan oleh seorang warga yang memperlihatkan sejumlah siswi tengah menyebrangi muara sungai yang terlihat deras.
Seorang siswa mencoba menolong rekan dari derasnya arus sungai. Seorang siswi Nampak terjatuh sehingga air membasahi seragam yang dipakaiNya. Meski begitu, langkah semangat untuk melanjutkan perjalanan ke sekolah mereka tak dihentikan. Begitulah aktivitas para siswi-siswi ini.
Sejumlah siswa ini merupakan siswa kelas 8 SMP negeri 16 Seram Bagian Timur. Mereka setiap harinya menyusuri sungai ini ke sekolah.
Nanda, satu dari sedikit anak di Desa Tobo, Kecamatan Werinama, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) yang memiliki semangat tinggi untuk melanjutkan pendidikan. Dia menyadari, pendidikan sangat penting untuk masa depannya.
Bersama beberapa temannya, gadis kecil yang duduk di kelas 8 SMP N 16 SBT Batuasa ini, Kamis (16/7/2020) kembali menempuh perjalanan sekitar 3 Km, dengan menyusuri pantai untuk ke sekolah. Mereka juga harus melewati sungai Uli yang kondisinya membahayakan disaat banjir pada musim penghujan.
Tergelincir dan terseret arus hingga seragam yang dikenakan basah kuyup, bukan hal baru bagi mereka. Terkadang mereka harus saling berpegang tangan saat menyeberang, agar tidak terbawa derasnya sungai Uli.
Di tengah minimnya infrastruktur dan sulitnya medan yang harus ditempuh untuk sampai ke sekolah, Nanda bersama teman-temannya tidak patah semangat. Mereka hanya berharap, suatu saat ada jembatan yang bisa menghubungkan desa mereka dengan desa tetangga.
“Kadang ketika melihat teman-teman dari kampung lainnya yang bisa ke sekolah tepat waktu dalam kondisi seragam yang rapi, timbul rasa iri juga. Tapi mau bagaimana, tidak ada lagi jalan alternatif lain untuk kesekolah,”tutur Zubaidah, ibu dari Nanda.
Zubaidah mengaku sering khawatir ketika masuk musim penghujan, karena Nanda bersama teman-temannya harus melewati sungai dengan arus yang deras.
“Beta juga terkadang khawatir kalau lagi musim hujan, karena anak-anak harus lewat sungai yang lagi banjir. Beta (Red-saya) biasanya suka antar Nanda lewati sungai kalau cuaca lagi buruk,”ungkapnya.
Kondisi ini kata Zubaidah, sudah berlangsung sejak lama. Infrastruktur jalan dan jembatan belum pernah dibangun didesa mereka. Warga kampung kata dia, juga biasanya menyusuri pantai dan melewati sungai Uli, karena desa mereka belum memiliki jalan.
“Saat ini penggusuran untuk buat jalan, baru sampai di Batuasa,”sambungnya.
Zubaidah berharap adanya perhatian dari pemerintah untuk membangun jalan dan jembatan sebagai akses bagi warga dan anak-anak untuk bersekolah.
Werto Wailisahalong, guru SMP N 16 Seram Bagian Timur mengakui kesulitan yang dihadapi siswa-siswanya dari Desa Tobo.
Dia mengaku prihatin dengan kondisi siswanya yang tinggal di Desa Tobo, harus menghadapi medan yang cukup berbahaya untuk datang kesekolah menuntut ilmu.
“Saya miris juga, karena memang kondisinya belum ada jalan dan jembatan sebagai akses mereka untuk kesekolah,”ungkapnya.
Diakuinya, sejak Senin, 13 Juli, sekolah sudah mulai kembali beraktifitas setelah libur akhir semester. Kegiatan belajar ini, bertepatan dengan musim hujan yang sedang melanda sejumlah wilayah di SBT.
“Nah, kalau kondisi hujan seperti ini, anak-anak biasanya harus melewati sungai yang banjir. Ini yang membuat kami juga khawatir,”cetusnya.
Bersama guru-guru lainnya, Werto yang juga harus menyeberangi sungai Uli untuk ke sekolah mengajar, berharap ada perhatian dari pemerintah untuk membangun jembatan penyeberangan, dan akses jalan bagi warga desa Tobo.
Dia berharap, dengan akses jalan dan jembatan, dapat membuka keterisolasian yang dialami warga Desa Tobo.
Kisah Nanda dan rekan-rekannya itu sempat diabadikan dalam sebuah vidio amatir. Video tersebut ramai dan viral di media sosial (Facebook).
Di akun facebooknya Azrul Wailissa menuturkan, untuk memenuhi kebutuhan para anak-anak di Desa Tobo, Kecamatan Werinama terhadap pendidikan, mereka terpaksa menyeberangi kali yang saat ini banjir akibat hujan deras, sembari dengan menampilkan sebuah video yang memperlihatkan anak-anak sekolah menengah pertama itu berusaha melewati sungai itu.
“Dengan keterbatasan adik-adik saya di negeri Tobo Kecamatan Werinama, Kabupaten Seram Bagian Timur, masih semangat dalam menuntut ilmu dan pengetahuan. walau banjir mereka tetap tertawa dengan wajah yang polos, semangat yang tinggi demi cita-cita negeri yang belum terlaksana,” tulis Wailissa di akun facebooknya itu.
Azrul Wailissa yang dihubungi menjelaskan, bahwa fakta dari video itu di posting agar menggerakkan hati para petinggi di pemerintahan Kabupaten SBT, guna melihat kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat di kecamatan werinama, seperti jalan dan jembatan.
“Terutama masyarakat di Desa Tobo, Gusalaut, Tum dan Desa Osong. Dimana, Desa-Desa tersebut belum menikmati akses jalan dan jembatan yang layak,” pintah Tokoh muda Kabupaten bertajuk Ita Wotu Nusa itu. (TS-06)
Discussion about this post