Belum Kantongi AMDAL Tambang Galian C di Kei Besar, DPRD Maluku Bakal Panggil Bos PT BBA, Haji Isam

12/06/2025
Ketgam: Lokasi Tambang Galian C di Oho Nerong Matahollat Kei Besar Sumber foto @facebook Johnra PTani Cabai

titastory, Ambon – Aktivitas pertambangan Galian C di Ohoi Nerong, Kei Besar Selatan, Maluku Tenggara, yang dilakukan PT Batulicin Beton Asphalt (BBA) sejak 2024, kini menjadi sorotan DPRD Maluku. Pasalnya, perusahaan yang merupakan bagian dari Jhonlin Group milik Haji Isam ini belum memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), meskipun operasi telah berlangsung selama tahun terakhir.

Ketua Komisi II DPRD Maluku, Irawadi (NasDem), menyebut dari laporan internal dinas teknis bahwa AMDAL itu belum dikantongi perusahaan. Rencananya, DPRD akan segera memanggil PT BBA bersama instansi terkait—Dinas Lingkungan Hidup, ESDM, dan DPMPTSP—untuk klarifikasi.

“Nanti kita undang semua dinas terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup, ESDM, dan DPMPTSP—untuk meminta penjelasan hal ini,” ujarnya kepada wartawan di Ambon, Rabu (11/6.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 22/2021, setiap kegiatan usaha yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan wajib memiliki AMDAL. Tanpa dokumen tersebut, operasi tambang PT BBA dinilai melanggar regulasi.

Dengan pemanggilan resmi ini, DPRD Maluku berupaya memastikan prinsip kehati-hatian dan tanggung jawab lingkungan ditegakkan. Lebih lanjut, mereka berharap upaya mitigasi bencana pasca-tambang dilakukan serius oleh perusahaan.

Ketgam: Lokasi Tambang Galian C di Oho Nerong Matahollat Kei Besar Sumber foto @facebook Johnra PTani Cabai dan @Facecebook Fily Key dan diolah oleh redaksi titastory.id

Jejak Dampak Lingkungan

Sementara itu, aktivitas tambang batu kapur/gamping oleh PT BBA diduga menjadi pemicu banjir bandang dan longsor di sejumlah desa di sekitar area tambang. Masyarakat berpendapat bahwa penebangan gunung dan perusakan hutan agraria semakin memperparah kondisi, terutama saat curah hujan tinggi. Foto-foto yang diunggah warga memperlihatkan rumah warga terendam dan kerusakan infrastruktur. Salah satu akun bahkan menuding kegiatan tambang sebagai penyebab utama bencana, bukan faktor alam semata. “Penambangan batu di gunung memicu kerusakan lingkungan yang memunculkan bencana,” ujarnya.

Ketgam: Ketua Komisi II DPRD Maluku, Irawadi (NasDem). Foto: titastory/Ian

Kondisi ini menjadi sorotan setelah bencana banjir bandang dan longsor menerjang beberapa Ohoi (desa), yakni Weduar dan Ohoirenan, awal Juni. Masyarakat menuding penggalian tambang memicu kerusakan hutandan membuat peristiwa tersebut lebih parah. Sementara warga dan pemuka desa menolak tudingan tersebut, menyebut banjir bandang sebagai bencana alam tahunan.

“Dugaan kami perusahaan ini tidak memiliki AMDAL galian C. Tapi mereka tetap aktivitas. Kenapa bisa seperti itu?” kata Jefri Rentanubun, seorang pemuda dari Maluku Tenggara dilansir dari media online ameks.fajar.co.id.

Senada, Fily Key dari Ohoirenan mendesak penghentian aktivitas tambang. “Kenpa sampai banjir longsor terjadi, karena ulah orang-orang yang tidak tahu kondisi alam,” tulisnya di media sosial (4/6).

Potret bencana banjir di Ohoi (desa) Waurtahait Tanat Sortomat. Sumber foto: akun Facebook @Fiky Key

Hingga berita ini diturunkan, Gubernur Maluku Hendriek Lewerissa masih belum angkat bicara terkait insiden ini. Namun, DPRD telah menjadwalkan pemanggilan PT BBA, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, serta DPMPTSP untuk mendapatkan klarifikasi dan menindaklanjuti keluhan masyarakat.

“Kalau perizinan belum lengkap, kegiatan harus dihentikan dulu sampai ada kesimpulan,” tegas Irawadi.

Untuk diketahui PT Batulicin Beton Asphalt, adalah anak usaha dari perusahaan Jhonlin Group milik milik pengusaha Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam yang selama ini dikenal sebagai raja bisnis energi dan infrastruktur di KalimantanPenambangan yang disebut berlangsung di wilayah seluas sekitar 550 kilometer persegi itu dianggap mengancam lingkungan dan masa depan generasi Kei.

Penulis: Christian S
error: Content is protected !!