titastory.id,- Hingga kini, dana bencana alam 2019 di Maluku, khususnya di Kota Ambon belum juga dicairkan Pemerintah Kota setempat. Walikota Ambon, Richard Louhenapessy mengaku, takut.
Alasannya sederhana. Politis Golkar itu takut membagikan dana Gempa yang dikabarkan di tampung di BNI Ambon bernilai Rp. 35,7 miliar itu, salah di pergunakan oleh penerima bantuan dari kementrian.
“Dananya sudah ada, tapi katong (kita) jaga, jangan sampai dimanfaatkan salah. Sekrang dalam situasi kaya bagini (begini) katong kasih, dong (mereka) seng (Tidak) bangun rumah, dong belih sembako,” kata Richad dengan nada lantang saat di wawancara wartawan di Marina Hotel, siang tadi, Kamis (16/7/2020).
Walikota menyebut, akan mencari waktu yang tepat untuk mencairkan dana tersebut. Selanjutnya, dibagikan ke warga terdampak gempa bumi tahun 2019 lalu.
“Time yang pas. Kecuali katong pake akang for (buat) tukar akang boleh. Cuman katong jaga, jangan sampai itu. Sehingga tidak itu to. Akang bagitu. Bersabar sadiki dolo,”tambah politisi Partai Golkar itu.
Sebelumnya, DPRD Kota Ambon mennampik anggaran Rp. 35.786.750.000 dana bencana alam yang hingga kini masih tersimpan di bank BNI.
“Itu tanpa bunga, jadi jangan ada yang bilang kalau disimpan untuk keuntungan bunga,”Hal ini diakui Ketua Komisi I DPRD Kota Ambon, Zeth Promes, saat diwawancarai, di Balai DPRD Kota Ambon.
Pormes menjelaskan, dana tersebut telah dicairkan sejak Desember Tahun 2019 lalu oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Namun Juklak penyaluran dana tersebut baru disampaikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Ambon, pada Maret 2020.
“Sesuai Juklak itu kan harus ada sosialisasi tentang pembentukan kelompok-kelompok untuk penerima bantuan dan untuk mengawasi seluruh pembangunan rumah-rumah yang rusak. Dan saat itu, bertepatan dengan covid, sehingga terhambat karena itu semua kantor tutup,”jelasnya.
Dan dalam rapat sat itu, (Selasa red), Komisi telah meminta sosialisasi itu dilakukan dalam bentuk kelompok-kelompok dengan kapasitas pertemuan, dan tetap mengikuti protokol kesehatan.
“Jadi jangan covid dipakai sebagai alasan. Karena pelaksanaan sosialisasi tidak perlu semua Desa satukaligus. Jadi misalnya hari ini Desa mana, besok Desa/Kelurahan Lateri dan seterusnya. Karena yang rusak ini kan terjadi diseputaran Baguala,”katanya.
Pormes juga merincikan, anggaran tersebut diperuntuhkan bagi 1.631 KK, dengan klasifikasi 931 rusak ringan, 394 rusak sedang, dan 306 rusak parah.
“Rusak berat mendapat dana sebesar Rp. 50.000.000; Sedangkan Rp. 30.000.000 untuk rumah yang mengalami rusak sedang, dan rusak ringan sebesar Ro. 10.000.000. Dan Komisi 1 akan kawal ini sampai bantuan ini sampai ke masyarakat,”tandasnya.
Sementara itu, Endang salah satu korban gempa di Dusun Taeno, Kecamatan Teluk Ambon, saat ditemui tim titastory.id menyesalkan sikap pemerintah kota ambon, melalui pihak kecamatan yang terus menebar janji-janji mereka.
Dikatakan Endang, sejak dilanda bencana, pihak Desa dan Kecamatan terus mendata rumah mereka yang rusak. “ mereka datang dan mencatat, terus pergi. Ada yang datang lagi, ambil data dan menjanjikan akan membangun rumah kami. Tapi sudah hampir setahun lebih tak kunjung dibangun,” sesal Ibu empat anak itu.
Rumah yang saat ini dihuni oleh empat anak bersama suaminya itu, menurut Endang terancam roboh. Kendati demikian, dirinya kuatir dengan kondisi rumahnya itu. “ saya biasanya tak bisa tidur karena takut rumahnya roboh. Apalagi kan sudah bekas gempa dan hanya diperbaiki seadanya,” terang dia.
Selain itu, dalam wanita asal Sulawesi tenggara itu mengutarakan isi hatinya, karena selain dijanjikan rumah mereka juga selama ini tak kunjung mendapat bantuan dari pemerintah baik kota maupun kecamatan.
“ saya sekali berharap agar pemerintah jangan janji lagi, dan tepatilah untuk membangun rumah kami yang sudah rusak parah ini,” pinta Endang. (TS-04)
Discussion about this post