titastory.id, totobulu – Pengadilan Negeri (PN) Andoolo memutus lepas Hasilin (31) dan Andi Firmansyah (42), dua warga Desa Torobulu, Konawe Selatan, yang sebelumnya didakwa atas aksi protes terhadap aktivitas pertambangan nikel PT Wijaya Inti Nusantara (WIN). Putusan ini dibacakan pada Selasa, 1 Oktober 2024, oleh Majelis Hakim yang dipimpin Nursinah.*
Dalam amar putusannya, hakim menyatakan bahwa kedua terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, namun hal tersebut bukanlah tindak pidana. “Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya,” ujar Nursinah dalam persidangan. Hakim juga memerintahkan pengembalian barang bukti yang sebelumnya disita.
Hasilin dan Firmansyah dilaporkan oleh PT WIN atas tuduhan menghalangi aktivitas pertambangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 162 Undang-undang Minerba junto Pasal 55 KUHP. Kasus ini bermula ketika kedua warga Torobulu terlibat dalam aksi protes pada 6 November 2023. Dalam aksi tersebut, Hasilin menghentikan alat berat yang sedang menggali tanah di sekitar pemukiman, sementara Firmansyah melemparkan segenggam tanah ke depan eskavator dan memberi isyarat agar alat itu berhenti.
Muhammad Ansar, pengacara dari LBH Makassar yang mendampingi para terdakwa, menyambut baik putusan ini. “Majelis hakim menilai tindakan klien kami merupakan bentuk partisipasi publik dalam perlindungan lingkungan hidup yang sah, dan bukan pelanggaran hukum,” katanya. Ansar menambahkan bahwa aksi mempertanyakan AMDAL PT WIN merupakan hak masyarakat yang dijamin oleh undang-undang.
Dalam persidangan, Saksi Ahli Prof. M. R. Andri Gunawan, mengungkapkan pentingnya pelibatan masyarakat dalam penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). “AMDAL seharusnya disusun dengan melibatkan masyarakat secara aktif, terutama mereka yang terdampak langsung oleh kegiatan tersebut,” kata Andri.
Menurut Ansar, berdasarkan Perma Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup, perusahaan tambang seperti PT WIN harus menghormati hak masyarakat atas lingkungan yang sehat. “Namun dalam kasus ini, masyarakat Desa Torobulu sama sekali tidak dilibatkan secara aktif dan transparan dalam penyusunan AMDAL,” ujarnya.
Ady Anugrah Pratama dari Trend Asia juga menyoroti proses hukum yang dijalani kedua warga tersebut. “Keberadaan Pasal 162 UU Minerba sangat problematik karena berpotensi mengkriminalisasi warga yang menentang dampak buruk pertambangan. Tapi vonis bebas ini menjadi preseden penting bagi pejuang lingkungan lainnya di Indonesia,” ujarnya.
Putusan ini memberikan angin segar bagi pejuang lingkungan di berbagai wilayah, terutama mereka yang tinggal di sekitar lokasi pertambangan. Menurut Ady, perlawanan warga terhadap kerusakan lingkungan tidak boleh dipandang sebagai kejahatan, melainkan sebagai hak yang dilindungi oleh hukum.
Dengan vonis ini, warga Torobulu akhirnya memperoleh kemenangan atas pertarungan panjang mereka melawan perusakan lingkungan oleh PT WIN. Mereka berharap putusan ini menjadi awal dari perjuangan yang lebih luas untuk mempertahankan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Sebelumnya, dalam rilisnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, menjelaskan dua warga Desa Torobulu, Hasilin (30) dan Andi Firmansyah (40), digelar di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, pada Selasa, 1 Oktober 2024. Keduanya didakwa melanggar Pasal 162 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. Persidangan ini memicu aksi solidaritas dari Aliansi Peduli Lingkungan Hidup dan HAM, yang menilai kasus ini sebagai kriminalisasi warga yang memperjuangkan hak lingkungan.
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Hasilin dan Andi Firmansyah dituduh menghalangi aktivitas pertambangan PT Wijaya Inti Nusantara (WIN) di wilayah pemukiman mereka. Kedua warga Desa Torobulu ini sebelumnya melakukan aksi protes terhadap perusahaan tambang yang mereka tuduh mencemari lingkungan dan merusak sumber air bersih di desa mereka.
Namun, tim kuasa hukum yang tergabung dalam Koalisi Bantuan Hukum Rakyat untuk Advokasi Warga Torobulu menilai dakwaan JPU tidak berdasar. “Kami akan mengajukan eksepsi pada sidang selanjutnya. Dakwaan ini terlalu dipaksakan dan tidak memperhatikan ketentuan Pasal 66 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang melindungi hak warga dalam memperjuangkan lingkungan yang baik dan sehat,” ujar Hutomo, salah satu kuasa hukum terdakwa.
Menurut Hutomo, tindakan Hasilin dan Andi Firmansyah adalah bentuk reaksi terhadap kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh PT WIN. Mereka meminta operator alat berat untuk menghentikan aktivitas penambangan di sekitar pemukiman warga. “Ini adalah upaya sah dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, dan bukan sebuah tindak pidana,” tambahnya.
Aksi solidaritas digelar di depan PN Andoolo oleh warga dan Aliansi Peduli Lingkungan Hidup, menuntut pembebasan kedua terdakwa. Mereka menilai bahwa kasus ini sarat kepentingan dan merupakan bentuk intimidasi terhadap warga yang berani melawan tambang.
“Kami melihat ini bukan hanya sekedar upaya membungkam kebebasan berekspresi, tetapi juga usaha untuk menakut-nakuti warga agar tidak lagi menolak aktivitas pertambangan. Bahkan, kasus ini diduga melindungi kepentingan mafia tambang,” kata Hutomo.
Selain itu, kasus ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap komitmen internasional yang telah disepakati dalam Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, khususnya pada poin air bersih dan sanitasi yang layak.
“Negara seharusnya menjamin ketersediaan air bersih dan lingkungan yang sehat untuk semua orang, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H UUD 1945 tentang hak setiap warga untuk hidup sejahtera dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat,” pungkas Hutomo. (TS-01)
Discussion about this post