Warga Pulau Gorom Desak CV Loridian Bertanggung Jawab atas Kerusakan Terumbu Karang

08/07/2025
Aktifitas Alat berat yang sedang olah gerak di areal terumbu karang saat melakukan proyek talud pemecah ombak di bibir pantai Desa Inlomin Kecamatan Pulau Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur. Foto : Ist

titastory, Seram Bagian Timur – Warga Desa Persiapan Inlomin, Kecamatan Pulau Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Maluku, menuntut pertanggungjawaban dari perusahaan pelaksana proyek pemecah ombak yang diduga merusak ekosistem pesisir. Proyek pembangunan talud yang dikerjakan oleh CV Loridian disebut telah menghancurkan terumbu karang akibat penggunaan alat berat.

Tokoh pemuda Desa Inlomin, Asjar Rumatiga, mengatakan kerusakan itu berdampak serius pada sumber kehidupan masyarakat pesisir.

Aktifitas Alat berat yang sedang olah gerak di areal terumbu karang saat melakukan proyek talud pemecah ombak di bibir pantai Desa Inlomin Kecamatan Pulau Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur.Foto : Ist

“Kondisinya cukup parah. Ikan-ikan di pesisir pantai hilang karena habitatnya rusak. Terumbu karang yang selama ini menopang ekosistem laut tergilas alat berat proyek,” ujar Asjar saat dihubungi, Selasa (8/7/2025).

Ia menyebut laporan resmi atas dugaan perusakan itu telah disampaikan ke Polres SBT hampir sebulan lalu. Namun hingga kini belum ada proses penyelidikan lebih lanjut dari kepolisian.

Menanggapi persoalan ini, Ali Rumauw, SH dan Sandi Kelilauw, SH, dua kuasa hukum masyarakat setempat, menegaskan bahwa aparat penegak hukum wajib memanggil pihak kontraktor dan direktur CV Loridian. “Kami mendesak Polres SBT menindaklanjuti laporan resmi tertanggal 15 Mei 2025. Ini jelas merupakan tindak pidana lingkungan,” kata Ali.

Ali menjelaskan bahwa kerusakan terumbu karang akibat aktivitas alat berat tergolong kejahatan lingkungan dan masuk dalam kategori pelanggaran berat sesuai UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang merupakan perubahan dari UU No. 27 Tahun 2007.

“Pasal 35 jelas melarang pemanfaatan wilayah pesisir dengan bahan atau cara yang merusak ekosistem. Jika terbukti merusak terumbu karang, pelaku dapat dihukum minimal dua tahun dan maksimal sepuluh tahun penjara, serta denda hingga Rp10 miliar,” jelasnya.

Selain meminta penindakan hukum, masyarakat juga menuntut pemulihan ekosistem dan ganti rugi atas kerusakan yang terjadi. Mereka menilai aktivitas pembangunan talud yang tidak memperhatikan kaidah lingkungan telah mengancam keberlangsungan hidup masyarakat pesisir.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak CV Loridian belum memberikan tanggapan. Pihak Kasat Reskrim Polres SBT juga belum merespons permintaan konfirmasi, meski pesan konfirmasi via WhatsApp telah dibaca.

Penulis: Sahdan Fabanyo

Editor: Christ Belseran
error: Content is protected !!