Warga Protes Pelantikan Guru Jadi Pejabat Desa, Bupati Fachri Alkatiri Dinilai Ingkar Janji

27/05/2025
Keterangan Gambar : Protes datang dari warga Negeri Poling, Kecamatan Werinama, Kabupaten SBT, Selasa, 27 Mei 2025. Foto : Bang/titastory.id

titastory.id, Bula – Kebijakan Bupati Seram Bagian Timur (SBT) Fachri Husni Alkatiri yang melantik guru sebagai penjabat kepala desa menuai gelombang protes dari masyarakat. Langkah cepat Fachri dalam merombak posisi pejabat desa dan negeri di berbagai wilayah SBT dinilai sarat kepentingan politik dan bertentangan dengan janji kampanyenya sendiri.

Salah satu protes datang dari warga Negeri Poling, Kecamatan Werinama, Kabupaten SBT. Pada Selasa, 27 Mei 2025, puluhan warga yang tergabung dalam Aliansi Peduli Negeri menggelar aksi di depan Kantor Desa Poling. Mereka membentangkan poster dan menyuarakan penolakan terhadap pengangkatan pejabat desa yang bukan berasal dari anak negeri.

“Kami warga Negeri Poling menolak dengan keras pejabat negeri baru selain anak negeri,” tertulis dalam salah satu poster yang dibentangkan massa aksi.

Keaterangan Gambar : Masyarakat Negeri Poling, SBT menggelar aksi terkait dukungan agar Negeri Poling dipimpin anak negeri, Foto : Bang/titastory.id

Warga menilai pengangkatan penjabat kepala desa dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan kearifan lokal, melainkan berdasarkan kepentingan tim sukses pasca-Pilkada.

“Kami menolak kebijakan Fachri Alkatiri yang hanya mengakomodir keinginan tim sukses tanpa melihat kondisi sosial masyarakat,” ujar seorang warga yang ikut dalam aksi protes.

Mereka juga menilai bahwa pengalaman sebelumnya membuktikan bahwa pejabat luar tidak menjalankan tugas secara maksimal. Salah satu warga menyinggung bahwa kepala desa terdahulu hanya aktif saat musrenbang dan pencairan dana desa, selebihnya jarang hadir di tengah masyarakat.

Tokoh Adat Kuwaos: Raja Tidak Bisa Asal Tunjuk

Protes serupa juga disampaikan oleh tokoh adat Negeri Kuwaos, Yunus Rumadaul. Ia mengecam keputusan Bupati Fachri yang menunjuk penjabat kepala negeri tanpa melalui proses adat dan pengusulan dari mata rumah parentah atau saniri negeri.

“Kuwaos itu negeri adat, bukan desa administratif. Jadi tak bisa sembarang tunjuk raja. Penunjukan harus melalui mata rumah parentah,” tegas Yunus.

Yunus juga menyatakan kekecewaannya karena pejabat yang dilantik justru merupakan seorang guru, padahal dalam kampanyenya, Fachri pernah berjanji tidak akan mengangkat tenaga pendidik atau kesehatan sebagai penjabat kepala desa.

“Bupati sendiri yang pernah bilang, guru dan tenaga kesehatan tidak boleh jadi kepala desa. Sekarang dia langgar sendiri ucapannya itu,” ujarnya.

Bupati Belum Beri Tanggapan

Hingga berita ini ditayangkan, Bupati Fachri Husni Alkatiri belum memberikan tanggapan resmi. Upaya konfirmasi melalui pesan WhatsApp oleh wartawan titastory.id belum mendapat respons, dan menurut informasi, Fachri tengah berada di luar daerah.

Protes ini menjadi refleksi ketegangan antara pemerintah daerah dan masyarakat adat yang masih mempertahankan struktur pemerintahan berbasis kultural dan sosial. Masyarakat menegaskan bahwa pelantikan pejabat desa tidak hanya soal administratif, tetapi juga menyangkut legitimasi budaya dan partisipasi masyarakat lokal.

Reporter: Babang Sohilauw
Editor: Christ Belseran
error: Content is protected !!