Ambon, – Mantan Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy (RL), kembali menerima vonis pidana.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Ambon memutus RL bersalah dalam perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan hukuman 1 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan.
Selain hukuman badan, hakim juga memerintahkan perampasan sejumlah aset untuk negara. Dalam amar putusan, RL dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana tentang perbarengan perbuatan pidana.
Namun, vonis itu menuai kritik tajam dari tim kuasa hukum yang menilai putusan hakim berpotensi tidak adil dan inkonsisten dengan perkara sebelumnya.

Kuasa Hukum: Negara Diuntungkan Dua Kali
Kuasa hukum RL, Otniel O. Tarumere dari Edward Diaz & Partners, menilai putusan ini tidak memenuhi rasa keadilan dan tidak konsisten dengan putusan kasus suap dan gratifikasi yang telah lebih dulu berkekuatan hukum tetap.
“Kasus suap dan gratifikasi sudah dijalani oleh Pak RL. Bahkan beliau sudah mengembalikan uang negara senilai Rp8,45 miliar secara lunas. Pertanyaannya: apakah negara bisa diuntungkan dua kali dari satu rangkaian perbuatan yang sama?” ujar Otniel, Selasa (21/10/2025).
Otniel menyoroti adanya dualisme bukti aset. Dalam perkara korupsi sebelumnya, beberapa aset milik RL telah dinyatakan bukan hasil tindak pidana oleh pengadilan. Namun, dalam perkara TPPU, aset yang sama justru kembali dijadikan dasar penyitaan dan dirampas untuk negara.
“Ada ketidakkonsistenan. Aset yang dulu dinyatakan bersih, kini justru disebut hasil pencucian uang. Ini melanggar asas ne bis in idem dalam penerapan hukum pidana,” tegasnya.
Transfer Uang ke Anak Jadi Sorotan
Salah satu poin dakwaan TPPU terhadap RL adalah aktivitas transfer uang kepada anaknya. Jaksa menilai transaksi tersebut bagian dari pola menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana.
Namun, Otniel menilai tudingan itu tidak proporsional dan keluar dari konteks hukum TPPU.
“Seorang ayah mentransfer uang kepada anaknya itu hal yang sah. Apalagi dilakukan dalam kurun waktu panjang, sejak 2011 sampai 2022, untuk kebutuhan hidup,” ujarnya.
Menurutnya, tuduhan tersebut tidak disertai bukti adanya upaya sistematis untuk menyamarkan asal-usul dana.
Tim hukum RL bahkan telah menyerahkan bukti-bukti kredit bank, pembayaran leasing, dan dokumen pembelian rumah sebagai bentuk pembuktian terbalik, sebagaimana diatur dalam Pasal 77–78 UU TPPU.
Masih Pikir-Pikir Ajukan Banding
Meski mengaku kecewa, tim hukum RL belum memastikan langkah hukum berikutnya.
“Kami masih pikir-pikir untuk banding. Semua akan diputuskan setelah berdiskusi dengan klien,” kata Otniel.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyebut dua hal yang memberatkan: Terdakwa dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan TPPU, Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.
Sementara hal yang meringankan: RL memiliki tanggungan keluarga serta Terdakwa bersikap sopan selama proses persidangan.
Konteks Lebih Luas: Bayang Kasus Lama dan Pertanyaan Publik
Kasus TPPU ini merupakan lanjutan dari perkara korupsi perizinan dan gratifikasi yang menyeret RL saat masih menjabat Wali Kota Ambon (2017–2022).
Saat itu, ia divonis 5,5 tahun penjara dalam kasus suap pengurusan izin gerai modern.
Namun kini, publik mempertanyakan apakah putusan baru ini benar-benar untuk menegakkan keadilan, atau justru memperlihatkan tumpang tindih penegakan hukum terhadap satu orang dengan kasus yang sama secara substansi.
 
            
 
                             
                             
                             
                            