Oleh: Apriliska Lattu Titahena
TITASTORY.ID – Kekerasan yang berujung pada kematian adalah fakta paling mengerikan yang sering kita temui di Negara tercinta ini. Praktik kekerasan didominasi oleh korban perempuan dan anak. Hal ini menjadi sangat sensitif akibat relasi kuasa yang timpang antara laki-laki dan perempuan. Perempuan menjadi objek kekerasan fisik maupun psikis.
Saya teringat pesan Pramoedya Ananta Toer yang ditulis pada bukunya Perawan Remaja Dalam Cengkeraman Militer (Catatan Pulau Buru) yang mengungkapkan bahwa para perawan remaja yang hidup di alam kemerdekaan dibawah atap keluarga yang aman, membela, dan melindungi mendapat perlindungan dari marabahaya. Pesannya seperti pisau tajam yang megiris hati. Betapa hati ini telah tersayat tanpa berdarah. Harusnya di Negara merdeka, kami (kaum perempuan) pun layak dimerdekakan. Merdeka dari kekerasan dan kejahatan terhadap kami.
Mirisnya dalam tiga tahun terakhir, angka kekerasaan terhadap perempuan dan anak mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Perempuan banyak mengalami kekerasan fisik dan anak mengalami pelecehan seksual. Menurut Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (2022), hingga kini jumlah laporan kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 10.247 kasus dan korbannya mencapai 10.368 kasus. Sedangkan laporan kekerasan terhadap anak berjumlah 14.517 kasus serta korbannya menjadi 15.972 kasus.
Untuk membuat laporan kasus, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyediakan layanan pengaduan melalui layanan call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau WhatsApp 08111129129. Banyaknya kasus yang dilaporkan, semakin banyak PR pula yang harus diselesaikan. Terlihat jelas kasus kekerasan sudah sangat darurat, seharusnya pemerintah lebih peka dalam memperhatikan nasib perempuan dan anak kedepannya. Pengambil kebijakan di Negara ini, jangan lagi tanggung-tanggung untuk segera mengesahkan RUU PKS. Sebab rakyat membutuhkan hal tersebut.
Isu kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin urgent. Di Maluku, baru-baru ini publik dikejutkan dengan viralnya kasus kekerasan seksual terhadap dua orang anak berusia 7 tahun dan 5 tahun di Namrole, Pulau Buru. Kasus ini, merengut nyawa salah satu korban. Biadabnya, perbuatan keji ini dilakukan oleh ayah kandung dari korban sendiri. Sudah barang tentu tindakan pelaku yang menimbulkan keresahan serta memancing emosi dan memicu berbagai kecaman. Pelaku insect ini sebaiknya mendapat hukuman berat berupa kebiri.
Kasus ini masih hangat diperbincangkan, muncul lagi kasus lain tentang pembunuhan terhadap gadis berusia 19 tahun di Seram Bagian Timur. Sungguh memilukan. Penyelesaian kasus perlu dikawal tuntas. Sebab para korban butuh keadilan. Sebagai Negara hukum, hukum perlu ditegakkan ditanah ini. Untuk itu, pelaku perlu mendapat hukuman setimpal tanpa pandang bulu. Penegak hukum harus lebih tegas dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang belakangan ini menjadi konsumsi publik Maluku, jangan dianggap remeh. Sebab ada kemungkinan, banyak kasus serupa telah terjadi namun belum terungkap. Bisa saja, sulit terdeteksi karena kurangnya edukasi dilingkungan masyarakat serta lemahnya penegakkan hukum dan peran pemerintah. Sehingga pelanggaran hak asasi manusia berupa kekerasan terhadap perempuan dan anak, perlu melibatkan semua pihak terkait untuk edukasi dan pemberantasannya. Dan pentingnya keterlibatan masyarakat secara totalitas yang dimulai dari keluarga.
Keluarga harus mampu menjadi wadah utama dalam menciptakan benteng pertahanan, perlindungan dan penyelamatan sebagai langkah untuk mencegah tindakan kekerasan dan kejahatan terhadap perempuan dan anak. Kemudan, lembaga pendidikan perlu ambil andil dalam penerapan edukasi kekerasan terhadap perempuan dan anak. Peran-peran ini perlu didukung oleh pemerintah daerah melalui kesiapan infrastruktur regulasi yang dapat menjamin kepastian perlindungan terhadap perempuan dan anak. Sebab langkah pencegahan perlu dilakukan sejak dini dengan penuh kesadaran kolektif yang maksimal. Kemudian untuk para penyintas, mereka berhak mendapat pendampingan, pemulihan dan pemberdayaan secara optimal.
#StopKekerasanTerhadapPermpuandanAnak #KamiBersamaKorban #KorbanButuhKeadilan #KorbanButuhPemulihan #KorbanButuhPendampingan #KorbanButuhPemberdayaan #SahkanRUUPKS
Discussion about this post